Mohon tunggu...
Didik Prasetyo
Didik Prasetyo Mohon Tunggu... Live - Love - Life

Menulis adalah cara untuk menyulam hidup dan mengabadikan kasih yang tak lekang oleh waktu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ruang Air Mata

11 Mei 2025   05:24 Diperbarui: 11 Mei 2025   05:52 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Air Mata | Vatican News

Sunyi yang Menyambut Seribu Emosi Sang Paus Baru

Sebuah ruang kecil di Vatikan menjadi saksi bisu pergantian sejarah besar. Bukan karena kemewahannya, tapi karena air mata yang tertinggal di dalamnya.

Satu Langkah Menuju Kekekalan

Di Vatikan, di balik sorak sorai dan gegap gempita Habemus Papam! setiap kali dunia menyambut seorang Paus baru, ada satu tempat yang justru memeluk kesunyian. Bukan altar. Bukan balkon. Tapi sebuah ruangan mungil, tersembunyi di samping Kapel Sistina.

Namanya: Room of Tears. Atau dalam bahasa Italia: Stanza delle Lacrime. Orang-orang Vatikan kadang menyebutnya dengan lebih sederhana-Ruang Air Mata.

Pada 8 Mei 2025, dunia menyaksikan terpilihnya Paus Leo XIV menggantikan Paus Fransiskus. Sekali lagi, Ruang Air Mata kembali menjadi saksi lahirnya sejarah. Seperti para Paus sebelumnya, Paus Leo melangkah masuk ke ruangan itu sendirian. Di sanalah segalanya dimulai.

"Di ruang ini, para Paus tidak hanya mengganti pakaian. Mereka mengganti seluruh hidupnya."
- Mantan Master of Ceremonies Vatikan

Bukan Sekadar Berganti Jubah

Letaknya hanya beberapa langkah dari Kapel Sistina. Ruangan itu kecil, hanya cukup untuk beberapa furnitur sederhana dan tiga ukuran cassock putih-jubah khas kepausan. Namun jangan tertipu oleh bentuknya.

Ruang ini bukan hanya tempat berganti pakaian. Ini tempat refleksi. Tempat air mata jatuh sebelum sang Paus baru menampakkan diri ke dunia untuk pertama kalinya dari balkon Basilika Santo Petrus.

Di sinilah ia duduk, diam, merenung. Mungkin berdoa. Mungkin menangis. Tidak ada kamera. Tidak ada suara. Hanya ia, dan Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun