"Itulah momen ketika kesunyian lebih keras daripada suara siapa pun. Tuhan hadir di ruang itu."
- Jurnalis Vatikan, dalam laporan reflektifnya
Transformasi yang Tak Terlihat Kamera
Simbolisme ruang ini sangat kuat. Ia menandai titik balik dalam hidup seorang manusia biasa yang kini harus memikul beban spiritual dan moral atas lebih dari 1,4 miliar umat Katolik di dunia.
Di sini pula, sang Paus memilih untuk melangkah sebagai pemimpin, bukan karena ia merasa mampu, melainkan karena ia dipanggil.
"Ia datang sebagai manusia, dan keluar sebagai simbol harapan umat dunia."
-Petugas Museum Vatikan
Mengapa Disebut Ruang Air Mata?
Nama itu bukan rekaan. Banyak yang menangis di dalam sana. Air mata yang jatuh bukan karena takut semata, tapi karena kesadaran akan tanggung jawab luar biasa: memimpin Gereja di tengah dunia yang terus berubah.
Beberapa menangis karena merasa tak layak. Beberapa karena rindu akan hidup lamanya. Tapi kebanyakan, karena tersentuh oleh cinta yang tak terkatakan dari umat yang kini harus mereka layani.
Akhirnya, Sebuah Awal
Setelah beberapa saat di Ruang Air Mata, Paus melangkah ke balkon. Dunia menyambutnya. Tepuk tangan membahana. Tapi hanya Paus itu yang tahu: semuanya dimulai dari sebuah ruang sunyi yang menyambut air mata pertamanya sebagai Paus.
Ruang itu akan tetap diam, menanti Paus berikutnya. Tapi bagi mereka yang pernah masuk ke sana, ruang kecil itu akan selamanya besar di hati mereka.