Mohon tunggu...
Ashwin Pulungan
Ashwin Pulungan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Semoga negara Indonesia tetap dalam format NKRI menjadi negara makmur, adil dan rakyatnya sejahtera selaras dengan misi dan visi UUD 1945. Pendidikan dasar sampai tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara menjadi tanggungan negara. Tidak ada dikhotomi antara anak miskin dan anak orang kaya semua warga negara Indonesia berkesempatan yang sama untuk berbakti kepada Bangsa dan Negara. Janganlah dijadikan alasan atas ketidakmampuan memberantas korupsi sektor pendidikan dikorbankan menjadi tak terjangkau oleh mayoritas rakyat, kedepan perlu se-banyak2nya tenaga ahli setingkat sarjana dan para sarjana ini bisa dan mampu mendapat peluang sebesarnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif dan bisa eksport. Email : ashwinplgnbd@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kondisi Perunggasan sebagai Bahan Masukan bagi Kebijakan Peternak Unggas Nasional

14 Juli 2019   14:53 Diperbarui: 15 Juli 2019   21:57 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Olah pribadi

Latar belakang atas terjadinya krisis perunggasan saat ini adalah, sejak kalahnya Delegasi Indonesia di WTO untuk menahan/memblokir daging ayam beku eks Brazil pada tahun 2017. 

Seharusnya Pemerintah Indonesia cq. Mentan dan DJPKH mengkondisikan serta memberi arahan supaya para pelaku perunggasan khususnya para integrator PMA dan PMDN berbenah diri dengan membuat kebijakan bisnis unggas yang kompetitif yang bisa menghadapi produk unggas dari Brazil bukan sekedar meningkatkan produksi yang efisisen tingkat dalam negeri dengan meningkatkan kemampuan manajemen produksi saja dengan membuat kandang CH (Closed House). 

Tetapi dalam hal kebijakan ekonomisnya, yaitu membuat BEP LB (LiveBird) yang efisien untuk hasilkan harga karkas yang kompetitif dan berdaya saing tinggi juga. Selanjutnya pemerintah harus mampu benahi tataniaga supaya harga karkas yang diperoleh konsumen juga bisa kompetitip untuk mencegah masuknya daging import.

Kenyataannya selama 2-3 tahun ini pasca JR (Judicial Review) di MK yaitu UU-PKH No.18/2009 di MK, malah naluri para integrator perunggasan, melalui asosiasi GPPU dan GPMT-nya,  kebijakan monopoli dan kartelnya malah semakin tinggi termasuk hasilkan harga DOC, Feed serta BEP LB yang semakin tinggi (mengundang inspirasi dagang importasi karkas beku). 

Sebagai contoh: harga DOC Rp.6.000 s/d Rp.7.000, dan harga pakan naik Rp.800 dengan alasan jagung naik karena alasan paceklik. Akibatnya, BEP LB malah semakin naik untuk kandang peternak rakyat dari Rp.17.000,- menjadi Rp.19.000,-. Untuk kandang CH dan Semi CH naik dari Rp.15.000,- menjadi Rp.17.000,-.  

Malah pada ketentuan Permendag terbaru, dinaikan harga ketetapan batas atas dan bawah dari Rp.18.000,- menjadi Rp.20.000,-.  Atas kondisi ini, Pihak Pemerintah cq.Mentan RI dan DJPKH malah mendukungnya/membiarkannya yang seharusnya selalu mengingatkan bahwa didepan kita ada ancaman peluang besar masuknya daging eks Brazil.

Tatkala ancaman daging beku Brazil akan masuk, pihak pengusaha tertentu malah membikin suasana makin memperparah krisis usaha perunggasan yaitu dengan jatuhkan harga LB jauh dibawah BEP, sehingga hrg LB secara nasional jatuh mencapai rataan antara Rp.7.000 s/d Rp.9.000,-/kg separuhnya BEP peternak rakyat. 

Dalam jangka pendek dan menengah, akan menghabiskan potensi peternak pembudidaya hingga 30%-50%. Apakah ini suatu strategi perang psikologis pihak PT integrator tertentu untuk memanfaatkan pasar ayam segar dalam negeri secara sepihak bersamaan adanya ancaman daging Brazil yang nota bene daging Brazil ini hanya akan masuk di pasar supermarket dan menjadi bahan baku industri Nugget, Sosis dan Bakso.

Memang dalam jangka menengah dan panjang, Indonesia sudah seharusnya mempersiapkan strategi Kedaulatan Pangannya dengan mengutamakan basis pertanian dan peternakan dari potensi rakyat yang sudah dikondisikan sebagai Pertanian dan Peternakan terpadu dan terintegrasi sehingga daya saing pangan Indonesia juga tinggi.

Kalau kebersamaan tetap mau dijaga dan pemerintah sebagai motivator Kedaulatan Protein Hewani didalam negeri bahkan bisa menjadi penguatan Kedaulatan Pangan Nasional, maka kejadian harga LB jatuh atau dijatuhkan tidak akan terjadi. 

Kalau daging eks Brazil ini menjadi ancaman maka cukup mengurangi produksi DOC 30% secara bersama sama dan proporsional terukur dan terkendali atau lakukan segera kreatifitas ekspor hasil unggas Indonesia ke berbagai Negara tujuan. 

Pemerintah juga bisa mengarahkan daging Brazil ke pasar modern dan industri olahan nugget, sosis dan bakso. Bukan seperti saat ini harga LB dijatuhkan dengan harga separuh BEP yang berdampak  mengakibatkan matinya aktivitas usaha 50% peternak rakyat (atau berkurangnya populasi dan produksi sebanyak 50%). 

Secara sepihak atas kejadian ini yaitu hancurnya harga LB, yang bisa hidup usahanya hanya para perusahaan terintegrasi yang memiliki kapital/modal cadangan yang besar dan tidak terbatas.

Banyak ketentuan berupa Permentan, Permendag dan bahkan Undang Undang yang masih berlaku dan itu harus dilaksanakan oleh Pemerintah. Kenyataannya dilapangan semua ketentuan itu lebih banyak tidak berjalan dan bahkan sanksi yang ada didalam ketentuan tersebut tidak bisa dijalankan dan dilaksanakan oleh para aparat Pemerintah. 

Kenyataan yang terjadi akan berdampak terhadap berbagai modus dan upaya pelanggaran ketentuan selanjutnya dari para pelaku usaha besar apalagi mereka sudah terintegrasi usaha.

Dampaknya adalah usaha kecil dan menengah tidak bisa menjalankan usahanya lagi karena adanya persaingan yang tidak sehat terjadi didalamnya. Dalam hal ini yang korban dalam kerugian adalah usaha rakyat dan masyarakat konsumen Nasional.

Sumber: tabloidpeluangusaha.com 
Sumber: tabloidpeluangusaha.com 

Pada saat ini, didalam manajemen Pemerintahan Propinsi dan Kabupaten, para Dinas Peternakan sudah di eliminasi dan digabung dengan Dinas Ketahanan Pangan di Propinsi dan Dinas Pertanian di Kabupaten. 

Pengeliminasian ini, sangat berbahaya dengan konsep Kedaulatan Pangan Nasional dimana manajemen terpadu dari produktifitas Peternakan Nasional tidak lagi menjadi fokus produktifitas sehingga sektor peternakan didaerah tidak lagi menjadi andalan produktifitas peternakan yang melibatkan masyarakat petenak. 

Padahal kita ketahui Peternakan merupakan fungsi multiplier effect pendapatan masyarakat dari sektor Pertanian (tanam jagung jual daging ayam).  

Bahan Masukan Nasional sektor Peternakan Unggas dari PPUI melalui KTNA untuk acara Hari Krida Pertanian ke 47 se JAWA BARAT :

Solusi Krisis Perunggasaan saat ini dan menghadapi tantangan masuknya daging karkas beku eks Brazil ke Indonesia.    

1). Kalau jagung lokal tidak bisa hasilkan produksi yang cukup dan tersedia sepanjang waktu dengan harga yang kompetitip (bisa hidupkan petani dan peternak) yaitu pada posisi harga Rp.3.500-Rp.4.000,-/kg maka Importasi jagung segera dibuka apalagi saat ini sudah masuk musim kemarau. 

Saat harga jagung tinggi sampai dengan Rp.6.200,-/kg dan dilarang import, sementara untuk substitusi jagung yaitu Polar, Mentan RI ijinkan import, sementara harga import Polar Rp. 4.500,- lebih mahal dari jagung import yang harganya jauh lebih murah Rp.3.000-Rp-Rp.3.200,-. 

Sehingga kebijakan import Polar jauh lebih besar untuk menghabiskan devisa Negara dibanding import jagung. Kebijakan yang seperti ini janganlah terulang kembali. Sebaiknya lembaga BULOG difungsikan kembali (menyimpan dan importasi) untuk bisa mengatur dan mengendalikan persediaan Jagung Nasional.

2). Kebijakan harga Pakan dan DOC ditetapkan batas atas dan bawah untuk DOC kisaran Rp.4.500, harga feed pada kiasaran Rp. 6.700,- sehingga bisa hasilkan BEP LB Petryt (Peternak Rakyat) kandang CH Rp.15.000, kandang tradisional Rp.16.000,- s/d Rp.17.000,-. 

3). Produksi DOC Nasional diposisikan pada keseimbangan pasar fresh market yaitu antara 55 juta-60juta ekor sehingga harga LB di peternak bisa kondusif menguntungkan. Jika terjadi over supply sebagai akibat daya beli masyarakat yang lemah, fungsi Cold Storage di RPHU diberbagai daerah dapat diaktifkan sehingga bisa menjadi buffer stock daging unggas secara Nasional sehingga harga LB dan Karkas bisa stabil terkendali.   

4). Terbukti dengan terjadinya over supply-nya produksi LB baru baru ini, sebagai dampak jor-joran tidak terkendali pembangunan kandang budidaya CH maka segera stop pembangunan kandang kandang budidaya baru CH (Closed House) milik Integrator maupun mitranya akan tetapi cukup dibangun atau direnovasi kandang-kandang peternak rakyat yang ada, mengarah ke kandang CH atau Semi CH. Tentu untuk pelaksanaannya dibantu oleh Pemerintah melalui fasilitas pinjaman dana murah.

5). Pemerintah daerah seharusnya mengawasi dengan ketat perkembang tumbuhan yang sangat pesat kandang kandang budidaya Closed House (CH) yang dibangun disekitar Jawa Barat maupun nasional. 

Justru perkembangan kandang CH inilah yang memicu membesarnya populasi DOC dari para Breeder sehingga bisa melebihi daya serap populasi permintaan konsumen yang bisa memicu over supply yang dapat menghancurkan kesetabilan harga.

6). Pemerintah sudah seharusnya memiliki data rinci dan tajam tentang seluruh (BF) Breeding Farm GPS dan PS serta on-line mendapatkan data akurat. Selanjutnya pemerintah memiliki angka kalibrasi (SC) Saleable Chick GPS menjadi PS dan PS menjadi FS yang rata rata dari setiap BF. 

Di mana saat ini standard hitungan pemerintah ditetapkan GPS menjadi PS = 40 ekor, PS menjadi FS = 140 ekor. Padahal dalam realitanya di setiap BF angka tersebut bisa lebih besar. Angka SC ini sangat menentukan data akurat perbibitan Nasional dalam membuat suatu keputusan perencanaan.

7). Pemerintah wajib membantu serta memfasilitasi Peternak Rakyat di seluruh Indonesia khususnya perunggasan agar bisa tergabung dalam wadah usaha Koperasi Unggas dengan membentuk beberapa Koperasi Primer diberbagai daerah yang natinya akan bergabung dengan Koperasi Sekunder sehingga usaha peternakan rakyat bisa masuk kedalam sebuah sistem usaha yang terintegrasi untuk bisa mencapai tingkat efisiensi dan dapat meningkatkan daya saing usaha. 

Koperasi terintegrasi ini mencakup usaha Breeding Farm, Feedmill, Budidaya, RPHU+Cold Storage, Pengolahan hasil unggas, Koperasi Pertanian Jagung dan Corn Drier, Pabrik Tepung Ikan dan Pemasaran ke konsumen.

8). Daging eks Brazil boleh masuk (tuntutan konsumen daging ayam) disesuaikan dengan kebutuhan pasar daging di Super market dan industri olahan nugget, Bakso dan Sosis yaitu kebutuhannya sekitar 10%-20% produksi daging karkas unggas nasional 3 juta ton = 300.000 s/d 600.000 ton/thn. Importirnya harus diluar para Pengusaha Integrator PMA dan PMDN. 

Untuk hindari monopoli juga hindari dijatuhkannya harga daging dalam negri. Sebaiknya pelaksanaan importasi eks.Brazil oleh Bulog seperti importasi komoditi padi/beras.

9). Dengan kebijakan industri terintegrasi dan formulasi feed sudah bebas/tanpa AGP-Antibiotic Growth Promoter (nilai residu dalam daging unggas ras) serta BEP LB sudah bisa kompetitif pada harga dalam negeri bisa Rp.12.000 -- Rp.14.000,- dan bisa hasilkan harga karkasnya Rp.21.000-Rp.22.000,-/kg maka para Integrator harus di arahkan untuk sepenuhnya export minimal 65% dari total budidaya mereka. 

Semetara pasar DN (pasar tradisional) diisi sepenuhnya oleh produksi ayam dari para peternak rakyat mandiri yang sudah diarahkan dalam wadah usaha Koperasi terintegrasi.

10). Segera bentuk kembali fungsi Dinas Peternakan dengan pola baru disemua Propinsi dan Kabupaten potensial peternakan dan budidaya sehingga posisi peternakan hewan bisa menjadi andalan pendapatan masyarakat banyak di semua daerah potensial dan sekaligus menjadi andalan kemandirian Protein Hewani dalam menyangga Kedaulatan Pangan Indonesia. 

11). UU PKH No.18/2009 terbukti telah memarginalkan dan memiskinkan peternak rakyat diseluruh Indonesia dan memarginalkan kesempatan berusaha dan lapangan kerja khususnya lulusan Fapet dan FKH maka wajib segera diganti/direvisi. (Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia-PPUI). 

Akan disampaikan pada "Gelaran Akbar Hari Krida Pertanian (HKP) ke-47 tingkat Provinsi Jawa Barat" (16-17 Juli 2019 di Tasikmalaya Jabar)

KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) Kabupaten Bandung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun