Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita Itu Tertukar Raganya

18 Oktober 2020   11:37 Diperbarui: 18 Oktober 2020   13:03 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam ini pantai Parang Dowo meriuhkan ombaknya. Tebing karang yang menghadang ombak lalu bergelut dengan kegembiraan yang kian menerjangnya. Ombak menyisakan riak. Riak menyelinap di antara lubang-lubang batu yang menghias karang.

Berjajar kemahan-kemahan para penunggang mesin. Riuh dentuman ombak bergelut dengan nyanyian dangdut era 90an sampai yang sekarang sedang hit; Happy Asmara. Begitulah kesenangan. Pun kebahagiaan di sisi yang lain.

Langit mengisyaratkan kecerahan; bintang menenun rasinya. Merias malam dengan kerlipan cahayanya. Suara tawa sana sini, riuh memanggang ikan dan beragam hidangan laut.

Malam kian menusuk sepi, sampai terdengar suara jerit dalam sunyi. Ia, wanita yang sedang menenun cerita hidupnya. Merangkai ruas-ruas jalan di sepanjang umurnya. Ia melihat masa depan yang tiada banyak orang menyadarinya. Ia hanya memalingkan diri dari waktu dan keadaan hari ini.

Wanita itu bergelut dengan seruas jalan setapak. Menyongsong kudapan berbahaya, tetapi ia wanita. Wanita tetap manusia, ia memiliki apa yang harus dijalani dan dipilih.

Pagi menyempulkan sinar merahnya di timur. Kabut pertanda embun dihardik oleh surya yang kian menengadah selepas subuh di ufuk.

Wanita itu bersiap diri, wanita yang menemukan nyali dirinya di ruang sunyi. Ruang yang tiada banyak orang menyangka. Ia sisihkan selimut di tenda. Ia ambil segelas air lalu membasuh mukanya. Begitulah, "Selamat Pagi Dunia!!!" Katanya.

Dokpri
Dokpri
Sontak, kami yang belum sama sekali memejamkan mata sedari malam tadi menoleh ke belakang. Menyaksikan wanita yang kata sebagian orang "Salah raga" ia berjiwa pria, dalam tubuh wanita. Tetapi ia tetap manusia.

Manusia yang sama, memiliki hak dan kewajiban juga. Memiliki ruang untuk dihormati dan dihargai juga.

Ia bersiap mengendarai kuda mesinnya. Menuju rute yang ditentukan oleh panitia. Menuju jalur yang tiada sering orang melaluinya. Dengan tujuan, menyapa alam, menyatu dengan alam, berkhidmad kepada alam dan semesta.

Siti istilah lain bumi. Wanita mengampu dan memeluk kasih. Begitu juga bumi. Bumi menyediakan segala. Dan dari wanita itu, kita belajar bagaimana mengolah rasa. Bagaimana menjalin cinta sesama. Merajut ruang rasa, dalam ruang kedap suara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun