Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Salah Kaprah Pengabdian: Menyusun Laporan atau Copas Laporan?

2 Oktober 2020   11:03 Diperbarui: 2 Oktober 2020   11:07 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: satriadharma.wordpress.com

Mengabdi kepada negara, lembaga, masyarakat, orang tua, alih-alih kepada Tuhan adalah kondisi sadar setiap manusia. Bentuk pengabdiannya beragam. Dan - tentu berbeda antara pengabdian kepada negara atau lembaga, dengan pengabdian kepada Orang tua, guru dan Tuhan.

Mengabdi, asal kata abdi yang berarti hamba. Kawula dalam literatur jawa. Pelayan konotasinya. Berarti mengabdi bisa berarti melayani.

Penulis tidak akan mengulas pengabdian kepada Tuhan. Karena sifatnya yang personal, walaupun ada konteks syariat dan hakikat. Tetapi praktisnya berbeda.

Kita ambil satu contoh pengabdian. Mengabdi kepada orang Tua. Di kala orang tua sakit, membutuhkan uluran tangan kita. Kita siap siaga. Kita selalu ada. Entah bagaimanapun kondisinya. Hal ini yang - penulis sendiri masih sulit lalukan.

Biasanya kita puncaki dengan mengatakan "yang terpenting doa kita tidak putus kepada beliau" walaupun hidup serumah dengan orang tua misalnya.

Dengan kata lain, pengabdian atau melayani orang tua di samping itu adalah kewajiban, terkadang kita sebagai anak masih cenderung mengambil enteng maksud pelayanan itu. Hal ini semoga menjadi pengingat selalu bagi penulis.

Kedua, saya ingin bertanya kepada siapapun. Khususnya dalam lembaga tinggi. Ada istilah pengabdian, tetapi tidak sedikit yang hanya berlama-lama di depan komputer, atau menyadur dari hasil KKN mahasiswa. Dan sayangnya ini dianggap biasa.

Pengabdian itu akhirnya mengalami peyorasi makna. Pun prakteknya. Akhirnya menjadi kewajaran dan kebiasaan. Bukan saja beban moral, tetapi lupa akan hak dan kewajibannya.

Dari pada menyoal, apakah sedemikian sempit pemaknaan akan pengabdian di sebuah lembaga? Atau secara umum sudah saling menutup mata?

Pengabdian secara utuh adalah bentuk terima kasih. Budaya matur suwun. Dan tidak sedikit yang lupa matur suwun.
Kadang menyoal bahwa ia bekerja untuk mengabdi, giliran telat gaji atau tidak kebagian proyek, bingung adu sana adu sini.

Tentu perlu kita tinjau kembali makna dari pengabdian. Tidak harus pintar, cerdas karena yang dibutuhkan bijak. Sehingga pengabdian tidak begitu sempit maknanya. Lebih-lebih praktiknya.

Hal yang paling sulit diterima adalah ketika siapapun itu berada pada posisi tertinggi. Posisi dominan.

Dengan kata lain, tulisan ini pada akhirnya ingin mendudukkan kembali bagaimana dan apa itu pengabdian. Mengabdi adalah melayani, bukan menyadur sana-sini. Mengabdi berarti turun sendiri, bukan peserta didik yang berdikari. Mengabdi berarti berterima kasih, puncak utamanya belajar berterima kasih atas apa yang melekat di dalam diri hari ini. Dan pada akhirnya mengabdi adalah budaya ritus matur suwun kepada Tuhan yang diejawantahkan dengan gerak diri turun langsung kepada sekitar tidak diwakili siapapun. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun