Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kelemahan Pemimpin Indonesia: Tidak Mampu Berpikir Komprehensif

7 Oktober 2016   09:06 Diperbarui: 7 Oktober 2016   14:34 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manfaat berpikir komprehensif

  • Bisa mewujudkan kesejahteraan bangsa lebih cepat karena tahapan perbaikannya bisa dirasakan semua warga bangsa.
  • Tidak banyak (meminimalkan) mereka yang terpaksa harus menjadi korban “jatuh miskin”
  • Kerja anak bangsa pada semua profesi, baik pekerja terhormat ataupun yang dianggap pekerja kasar menjadi lebih kompak
  • Penggunaan anggaran lebih efektif
  • Semua pihak akan mau bekerja dengan senang hati, apalagi kalau kemudian diikuti dengan penghargaan bagi yang berprestasi, dan mundur bagi yang tidak mampu bekerja dengan baik.

Kerugian tidak mau berpikir komprehensif (sama dengan akibatnya)

  • Jalannya teseok-seok terus sehingga resiko kegagalan menjadi lebih besar
  • Lebih  banyak yang akan menjadi orang miskin baru (bila dibandingkan kalau kita menerapkan berpikir komprehensif)
  • Anak bangsa di berbagai profesi bekerja diliputi dengan perasaan cemas, karena khawatir nasibnya berubah setiap saat dan ini mendorong mereka untuk melakukan hal-hal yang negatif.
  • Semakin lama kerja antar bidang ini tambah semakin tidak ada, bahkan menimbulkan ketidak-pedulian terhadap bidang lainnya.

Apakah pemimpin negara lain juga berpikir komprehensif ?

Negara-negara yang sudah maju, apakah mereka sudah berpikir secara komprehensif ? Kalau kita membaca data di sini. Saya bisa mengatakan sudah, namun mereka sepertinya kebablasan, sampai berani berhutang di atas 50 % PDB-nya. Mungkin mereka beranggapan karena ada negara-negara berkembang yang pejabatnya masih bisa diakali seperti pejabat di negara kita yang di massa lalu bisa/mudah disuap, mudah diadu domba dan serakah. Sehingga, pemimpin negara-negara tersebut tergoda untuk bisa mempercepat semaksimal mungkin dalam memajukan negaranya dengan cara berhutang sesuka-sukanya. Karena itu, Indonesia yang tidak bisa “mabuk utang” ini ada hikmahnya juga.

Kembali pada permasalahan bangsa Indonesia, pada zaman Pak Jokowi sudah terlihat ada keinginan untuk bekerja secara sinergi, dan  saya melihat ada kesungguhan beliaunya untuk memperbaiki bangsa ini. Namun, sepertinya masih ada kesamaan dengan pemimpin sebelumnya, yaitu belum bisa berpikir secara komprehensif. Akibatnya, perjalanan bangsa ini yang seharusnya bisa bergerak lebih cepat, terpaksa masih harus terseok-seok lagi, bahkan terbentur sana-sini.

Sayangnya, untuk bisa mengingatkan beliaunya, ternyata juga tidak mudah. Sepertinya harus “terjatuh dahulu” , baru beliaunya ini menyadari terhadap kesalahannya, sebagaimana kasus-kasus yang sudah terjadi. Soal BBM terselamatkan dengan turunnya harga minyak dunia, untuk “grusa-grusunya” diberi pelajaran “Brexit Tol”, untuk kebiasaan “menggampangkan permasalahan” diberi kasus Archandra. Sedangkan untuk utang luar negeri, beliau mendapat pelajaran “dengan sikap Cina”, sehingga saat ini tampaknya sudah enggan untuk berhutang lagi, dan mencari terobosan lain yaitu dengan Tax Amnesty. Tetapi, kebijakan ini lagi-lagi hanya mengundang permasalahan baru.


Sungguh sangat mengherankan ! Kalau Pak Jokowi lebih memilih “jalan berbelok-belok dibandingkan memilih jalan tol  yang harus bayar di depan”. Karena jalan yang dilaluinya itu  jelas mebutuhkan biaya dan pengorbanan rakyat yang lebih besar. Juga, kemungkinan lebih besarnya resiko yang bisa terjadi,  yaitu semakin lambatnya dalam mencapai tujuan, atau berhenti di tengah perjalanan karena bangsa ini sudah tidak kuat lagi untuk meneruskan perjalanannya. Namun, hal ini akan memberikan harapan yang berbeda,kalau pemerintah “ mau bayar di depan untuk biaya jalan tol ini”, yaitu dengan mengajukan RUU Pembuktian Terbalik. Setelah itu, kita bisa melaju bersama-sama untuk  mengejar ketertinggalan yang sudah cukup jauh ini. Semoga    bermanfaat !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun