Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Well Being Economy: Saat Pertumbuhan Ekonomi Tak Lagi Jadi Tolok Ukur Kemajuan Bangsa

6 Maret 2024   15:00 Diperbarui: 6 Maret 2024   15:45 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memang bisa sebuah bangsa maju tanpa fokus pada pertumbuhan ekonomi? (Foto: Pexels.com)

Namun, saya memiliki pertanyaan: "Apakah benar kemajuan ekonomi bakal menjamin bangsa ini makin sejahtera?"

Selamat Tinggal Kapitalisme Kuno

Beberapa waktu lalu saya menemukan informasi menarik di TikTok. Sebuah akun milik Michael Mezz (@michaelmezz) menjelaskan bahwa tradisi mengukur kemajuan bangsa dengan pencapaian ekonomi sebagai indikator utama sebenarnya sudah usang alias kuno.

Ada beberapa alasan untuk mendukung pernyataan Mezz tersebut, antara lain yang paling utama ialah karena planet bumi ini sudah hampir di ambang kehancuran karena eksploitasi sumber daya alamnya.  Dan sebagaimana kita tahu, esensi pertumbuhan ekonomi (yang menganut sistem kapitalis, yang mendominasi dunia dalam beberapa abad terakhir) adalah eksploitasi sumber daya alam dan manusia.  

Kita sendiri sudah menjadi saksi hidup bagaimana alam (bumi) sudah menderita dan kita juga yang kena batunya. Misalnya, saat tambang batubara dibuka, listrik murah memang bisa tersedia tetapi konsekuensinya paru-paru kita yang menderita. Dan ternyata kemajuan atas nama pembangunan itu juga kita harus tebus sama mahalnya atau bahkan lebih mahal dari yang kita kira.

Kita mungkin tak lagi mengalami kelaparan atau kesusahan untuk membeli makanan, baju atau sekadar mendapatkan tempat bernaung tetapi ada kebutuhan-kebutuhan mendasar yang tak kalah penting lainnya yang juga kita makin sulit dapatkan saat ekonomi makin maju: hak menghirup udara bersih, hak menikmati air bersih secara gratis (bukan beli), dan hak-hak lain yang mungkin untuk sekarang kita belum terlintas karena kita remehkan (take for granted) tetapi ternyata kita tidak bisa hidup tanpanya.

Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa kapitalisme menambah lebar tingkat kesenjangan ekonomi di antara penduduk dunia. Memang betul ada orang yang naik tingkat kesejahteraannya berkat kapitalisme tetapi ternyata yang tidak bisa menikmati hidup sejahtera juga makin banyak. 

Michael Mezz menyatakan bahwa kapitalisme memang berhasil menaikkan tingkat harapan hidup dan GDP perkapita bangsa-bangsa di dunia selama beberapa dekade ini tetapi ada satu titik saat kenaikan pertumbuhan ekonomi tidak bisa membuat manusia-manusia di dalamnya sejahtera dan bahagia. 

Setelah melewati titik GDP perkapita 20 ribu dollar AS, kaitan erat antara angka harapan hidup dan kemajuan ekonomi mulai terlepas dan jalan sendiri-sendiri. Terlihat bahwa negara kaya raya seperti Amerika Serikat saja malah mengalami penurunan angka harapan hidup karena obesitas yang merajalela meski secara ekonomi mereka adalah raja.

Karena kapitalisme membabi buta inilah, banyak pekerja modern hanya tahu soal kerja, kerja, dan kerja tetapi jiwa mereka terasa kosong. Kesehatan mental mereka memburuk. 

Sebagai manusia, mereka lebih mirip zombie yang menjalani hidup sebagai mesin penggerak roda ekonomi kapitalis. Ironisnya, keuntungan yang mereka hasilkan dinikmati lebih banyak oleh pemilik modal yang makin kaya. 

Untuk itulah, kita perlu mulai mengubah paradigma kapitalistik ini agar kita tidak hancur. Sudah seharusnya kita beranjak dari fase eksploitatif demi perkembangan peradaban yang lebih berkelanjutan. Tidak cuma memikirkan enaknya sekarang.

Selamat Datang "Well Being Economy"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun