Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tinggal di Pinggir Kota Lebih Bahagia, Asal...

22 Januari 2021   11:00 Diperbarui: 22 Januari 2021   11:23 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahagia ternyata ada di jauh atau dekatnya jarak rumah dan tempat kerja. (Foto Wikimedia)

PERNAHKAH kita mengamati teman-teman kerja yang rumahnya jauh dari kantor? Mereka harus buru-buru bangun subuh lalu rela sampai di kantor pagi buta demi menghindari kemacetan. Ada juga yang mau tak mau berdesak-desakan di kereta komuter saban pagi dan menempuh perjalanan lebih dari sejam ke tempat kerja. Kadang mereka terlihat lebih capek. Dan kalau ketinggalan kereta, atau ada gangguan jadwal kereta, bisa jadi mereka sampai kantor dengan terengah-engah sambil berkata,"Maaf, saya telat..."

Bandingkan dengan teman-teman kerja kita yang tinggal di dekat tempat kerja. Mereka lebih santai, bekerja dengan stamina lebih banyak karena energi mereka tidak habis di tengah perjalanan dari dan menuju kantor.

Memang mereka yang tinggal di daerah pinggir kota tampak lebih bahagia daripada mereka yang tinggal di desa dan tengah kota. Daerah di pinggir kota biasanya lebih asri, lebih hijau, udara lebih segar, dan suasananya lebih tenang. Seharusnya mereka yang tinggal di sekitar pinggiran kota bisa lebih bahagia.

Namun, hal itu tidak berlaku jika mereka harus bekerja di kantor yang jauh setiap harinya. Demikian ungkap hasil sebuah penelitian yang dirilis oleh Penn State University.

Studi tersebut juga menemukan bahwa warga yang tinggal di lingkungan paling tidak bahagia mengatakan mereka menghabiskan 8,3 hari dalam sebulan karena merasakan suasana hati yang buruk.

Menurut Stephan Goetz, hal ini bukan hanya terjadi di AS tetapi juga di seluruh dunia. Goetz adalah seorang pengajar dalam jurusan ekonomi pertanian dan ekonomi regional di Penn State.

Mereka yang harus bepergian jauh dari rumah ke kantor dikatakan mengalami kesehatan mental yang lebih buruk tidak peduli lokasi mereka tinggal.

"Kesehatan mental yang buruk bisa memicu biaya ekonomi yang tak kalah besar, termasuk kerugian miliaran dollar karena produktivitas yang rendah dan belum mencakup biaya pribadi yang begitu besar dalam hal depresi dan kesehatan mental secara keseluruhan," ujarnya lagi.

Mereka yang memiliki tingkat stres lebih rendah adalah yang tinggal di pinggir kota dan yang tinggal di daerah yang memiliki interaksi sosial baik.

Masih menurut Goetz, manusia yang tinggal di pinggir kota memiliki 2 keunggulan: mereka dekat dengan tempat kerja daripada yang di luar kota dan lebih jauh dari sumber stres di dalam kota. Jarak yang pas itulah - yang tidak terlalu dekat atau jauh - membuat pinggir kota ideal untuk permukiman pekerja.

Mereka yang tinggal di lingkungan yang penuh suasana persaudaraan dan interaksi sosial yang hangat juga cenderung lebih bahagia dari warga yang tinggal di lingkungan yang individualis. Ini yang dikatakan sebagai 'modal sosial yang tinggi' oleh Goetz. Dengan demikian, keseimbangan mental akan lebih baik dan ada jejaring pendukung jika membutuhkan bantuan saat tingkat stres melonjak.

Makin banyak dukungan yang didapat dari masyarakat/ orang di sekitar, makin bahagia seseorang dan makin baik pula ia dalam menghadapi permasalahan hidupnya, simpul Goetz dalam studinya.

Goetz juga menyoroti pentingnya pemberantasan kemiskinan untuk meningkatkan kesehatan mental masyarakat secara lebih berkelanjutan. Jika kemiskinan berkurang, diharapkan kesehatan mental juga membaik. Mengatasi kesenjangan pendapatan saja belum cukup untuk itu.

Kata Goetz, orang yang hidup dalam kondisi miskin cenderung tak peduli dengan kondisi tetangganya. "Yang Anda pedulikan ialah bagaimana Anda bisa keluar dari kemiskinan," ucapnya. Risetnya itu tidak membuktikan bahwa kesenjangan pendapatan tidak memberikan dampak buruk, tetapi dampak kemiskinan masih jauh lebih buruk. 

Nah, bagaimana dengan kita? Sudahkah kita bisa merasakan kesehatan mental yang lebih baik dan merasa lebih bahagia setelah tinggal di rumah di pinggiran kota? 

Menurut saya sendiri, jika memang jarak antara rumah dan kantor terlalu jauh (lebih dari 30 menit setiap sekali perjalanan) maka akan jauh lebih baik untuk memikirkan solusi untuk memotong waktu perjalanan yang terlalu panjang tersebut. Entah itu dengan memilih pekerjaan yang lebih dekat dengan rumah atau dengan pindah ke rumah yang lebih dekat dengan tempat kerja.

Tak bisa melakukan dua-duanya? Mungkin lebih baik bagi Anda untuk memilih pekerjaan di rumah atau berwirausaha. (Penn State/ Akhlis)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun