Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dilema Penolakan RUU Kesehatan Omnibus Law, Antara Manfaat dan Mudharat

11 Juli 2023   22:28 Diperbarui: 13 Juli 2023   02:37 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
demo nakes menuntut RUU Kehetan Omnibus Law ditinjau kembali. (KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN) 

Salah satu ganjalan yang dikuatirkan dari RUU Kesehatan (Omnibus Law) adalah potensi yang melemahkan perlindungan nakes.

Tak hanya memancing demo dikalangan naskes saja, bahkan lima organisasi profesi kesehatan yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) juga akan ikut menggelar aksi demonstrasi menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan Omnibus Law.

Banyak pihak menilai jika Pemerintah sekali lagi seperti terburu-buru ketika harus melakukan proses pembahasan regulasi, apalagi dalam pembahasan tersebut tidak mengakomodir masukan dari organisasi kesehatan.

Kebijakan pemerintah ini mengingatkan kita dengan kasus UU Pekerja Omnibus Law yang juga dilakukan secara mendadak dan diputuskan juga mendadak, sementara masukan dari banyak pihak untuk meninjau kembali selalu buntu. Dan sekali lagi kebijakan model ini dianggap merugikan pihak tenaga kesehatan (nakes).

Melemahnya perlindungan dan kepastian hukum bagi perawat atau tenaga kesehatan (nakes) dan juga masyarakat serta mendegradasi profesi kesehatan dalam sistem kesehatan nasional yang akan terkena imbasnya jika RUU ini disahkan.

Masih banyak problem kesehatan yang harus dibenahi daripada terburu-buru mendorong pengesahan RUU Kesahatan Omnibus Law. 

Termasuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan yang masih belum merata serta peningkatan pemanfaatan teknologi untuk layanan  masyarakat yang juga masih belum memdai.


Persoalan itu saja masih belum tuntas, namun kini Pemerintah  justru "memburu" atau memaksakan diri membahas RUU yang juga masih membutuhkan banyak pertimbangan dan masukan dari para pekerja kesehatan yang juga berkepentingan dengan keberadaan RUU Kesehatan tersebut.

Apalagi Pemerintah juga masih harus mendorong perluasan jangkauan layanan bagi kelompok masyarakat yang masih belum terjangkau infrastruktur serta sarana prasarana kesehatan. 

Banyak persoalan seperti merebaknya kasus stunting di daerah-daerah tertentu sebenarnya juga berkaitan dengan jangkauan layanan  kesehatan yang belum merata.

Sisi Menguntungkan Dari RUU Kesahatan Omnibus Law?

demo nakes menuntut pemerintah berlaku adil atas nasib mereka (Sumber gambar republika online)
demo nakes menuntut pemerintah berlaku adil atas nasib mereka (Sumber gambar republika online)

Memang ada sisi yang bisa menguntungkan bagi perkembangan profesi kesehatan terutama calon dokter spesialis, dari kehadiran RUU Kesehatan Omnibus Law. Sebagaimana disampaikan oleh, Sekretaris Umum Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) Erfen Gustiawan Suwangto.

RUU Kesehatan katanya justru akan memudahkan masyarakat dalam berobat dan calon dokter spesialis dalam menempuh pendidikan, karena  dengan regulasi yang memudahkan para dokter spesialis, jumlah dokter dapat lebih banyak diproduksi tanpa hambatan.

Karena salah satu pasal didalam RUU Kesehatan Omnibus Law mengatur dan membuka peluang kepada siapa pun untuk bisa menempuh pendidikan menjadi dokter umum dan dokter spesialis, tanpa melihat latar belakang keluarga atau kondisi ekonomi sang calon.

Masih banyak masukan yang belum terakomodir dalam RUU Kesehatan Omnibus Law, termasuk poin-poin tentang perlindungan nakes dari perundungan, sehingga Kemenkes mengusulkan ditambahkannya pasal "Anti-bullying" masuk RUU Kesehatan.

Tambahan pasal tersebut diperlukan berkaitan dengan perlindungan hukum untuk dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya karena dinilai belum optimal ketika memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Masalah diskriminasi bagi calon dokter spesialis di Indonesia masih terjadi sehingga jumlah lulusannya terbatas dan tidak seimbang dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu poin menguntugkan dari keberadaan rancangan RUU Kesehatan Omnibus Law adalah membantu menghapus praktik pungutan liar yang selama ini dinilai membebani para dokter.

Ternyata persoalan pungli tidak hanya terjadi di institusi lain, bahkan di lembaga kesehatan mash banyak praktek pungli yang harus diberantas. Dan kondisi itu akan membuat tata kelola kedokteran lebih transparan.

Dengan begitu, RUU Kesehatan diharapkan membuat minat masyarakat untuk menjadi calon dokter spesialis bertambah dan diharapkan jumlah lulusannya pun turut meningkat dan semakin berkualitas.

Jika jumlah dokter spesialis meningkat, juga akan berdampak terhadap meningkatnya pelayanan terhadap masyarakat yang semakin terbuka.  Semakin banyak dokter, maka akan "bersaing" secara tidak langsung termasuk dalam soal biaya berobat, dan hilangnya pungli, serta akan memperpendek antrean pasien di rumah sakit.

Memang masih muncul polemik terkait usulan adanya isu RUU Kesehatan yang menghilangkan perlindungan bagi tenaga kesehatan. Pasal perlindungan hukum ditujukan untuk mengantisipasi adanya sengketa hukum sebelum adanya penyelesaian di luar pengadilan. 

Seperti banyak terjadi dalam kasus malpraktek atau kesalahan atau kejahatan yang melibatkan tenaga kesehatan.

Didalam usulan pasal anti-bullying di RUU Kesehatan demi Lindungi Dokter Spesialis, termasuk, nantinya akan ada sidang etik dalam perkara yang menyangkut para tenaga kesehatan tersebut.

Lima Pasal baru Dalam RUU Kesehatan

tuntutan nakes pada keadilan. (sumber gambar detikcom)
tuntutan nakes pada keadilan. (sumber gambar detikcom)

Bahkan dalam RUU Kesehatan Omnibus Law itu, terdapat lima pasal baru perlindungan hukum yang diusulkan Kemkes dalam RUU Kesehatan yang kini sedang dibahas kembali di DPR itu.

Pertama, Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan yang tertuang dalam pasal 322 ayat 4 DIM pemerintah. "Pasal ini mengatur tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang telah melaksanakan sanksi disiplin yang dijatuhkan terdapat dugaan tindak pidana, aparat penegak hukum wajib mengutamakan penyelesaian perselisihan dengan mekanisme keadilan restoratif,".

Kedua; Pasal tentang Perlindungan untuk Peserta Didik yang tertuang dalam pasal 208E ayat 1 huruf a DIM pemerintah. Pasal ini mengatur peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan berhak memperoleh bantuan hukum dalam hal terjadinya sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan.

Ketiga, Anti-Bullying yang tertuang dalam dua pasal," kata Syahril. Pasal 282 ayat 2 DIM pemerintah yang mengatur Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat menghentikan pelayanan kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan, dan perundungan.

Kemudian, Pasal 208E ayat 1 huruf d DIM mengatur peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan mendapat perlindungan dari kekerasan fisik, mental, dan perundungan.

Keempat, Proteksi Dalam Keadaan Darurat yang tertuang dalam pasal 408 ayat 1 DIM pemerintah, Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang melaksanakan upaya Penanggulangan KLB dan Wabah berhak atas pelindungan hukum dan keamanan serta jaminan kesehatan dalam melaksanakan tugasnya.

Kelima, tertuang dalam pasal 448B DIM pemerintah, di mana Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan tidak dipidana.

Hanya saja karena pembahasan RUU kesehatan dinilai sangat terburu-buru dikuatirkan akan banyak muatan yang belum terakomodir dalam RUU tersebut, apalagi tidak melibatkan lembaga yang berkompeten dengan urusan kesehatan.

Pemerintah harus membuka kembali ruang dialog, agar persoalan ini tidak menimbulkan gelombang aksi demo yang bisa menganggu aktifitas pelayanan kepada masyarakat.

Mengapa serba Terburu-buru?

Barangkali ada beberapa alasan yang diduga mendasarai mengapa pemerintah melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) kesehatan secara terburu-buru.

Urgensi Masalah Kesehatan: Pemerintah mungkin melihat ada isu kesehatan yang mendesak dan memerlukan tindakan cepat. Dalam situasi seperti itu, mereka dapat mempercepat proses pembahasan RUU kesehatan untuk segera mengatasi masalah tersebut. Seperti kasus minimnya dokter spesialis dan kemelut yang ada didalamnya.

Perubahan Kebijakan: Pemerintah mungkin ingin mengubah kebijakan kesehatan yang ada atau mengenalkan kebijakan baru untuk meningkatkan sistem kesehatan secara keseluruhan. 

Dalam hal ini, mereka mungkin ingin segera membahas RUU kesehatan agar perubahan tersebut dapat diimplementasikan dengan cepat.

Tuntutan Publik: Ada kemungkinan bahwa masyarakat telah menyuarakan kebutuhan akan perubahan atau peningkatan di sektor kesehatan. 

Untuk merespons tuntutan publik ini, pemerintah mungkin memilih untuk mempercepat pembahasan RUU kesehatan agar kebutuhan tersebut dapat segera dipenuhi. Sekali lagi mungkin masalahnya seperti minimnya ketersediaan tanaga dokter ahli atau spesialis.

Batas Waktu Politik: Terkadang, pemerintah memiliki batas waktu politik tertentu, seperti pemilihan umum atau agenda politik penting lainnya. 

Dalam situasi tersebut, pemerintah mungkin ingin menyelesaikan pembahasan RUU kesehatan secepat mungkin untuk memenuhi janji kampanye atau mencapai tujuan politik tertentu. 

Bukan tidak mungkin karena berkejaran dengan tenggat waktu urusan terkait politik, agar semakin banyak produk UU yang dihasilkan selam masa pemerintahan tertentu.

Namun, penting untuk dicatat bahwa keputusan pemerintah untuk mempercepat pembahasan RUU kesehatan juga dapat memiliki konsekuensi. 

Proses yang terburu-buru mungkin mengurangi waktu yang tersedia untuk diskusi yang mendalam, evaluasi yang cermat, atau partisipasi publik yang memadai. 

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang diperlukan diambil untuk memastikan kualitas dan akuntabilitas dalam proses pembahasan RUU kesehatan yang cepat.

Mestinya Pemerintah harus belajar dari pengalaman RUU Pekerja Omnibus Law, yang hingga kinipun tetap saja tak mewakili suara aspirasi para pekerja, meskipun seperti disampaikan Pemerintah, bahwa RUU itu dihadirkan untuk "membereskan" masalah. Ternyata justru memicu timbulnya masalah baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun