Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Gabut Hingga Stress, Butuh Sugestopedia Plus Vitamin T

20 Maret 2022   13:32 Diperbarui: 22 Maret 2022   21:25 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
penerbitbukuanak.id

"Seribu hal sudah kita coba, meski nihil. Tapi setidaknya kita telah berhasil tahu ada 1.000 cara yang salah"-Thomas Alva Edison

Meskipun menyandang judul "vitamin", sama sekali tak bercerita soal sehat dan kesehatan medis, tapi malah mengulas cerita otak kiri, pangkal bersarangnya dendrit,  yang menjadi kriteria kecerdasan homo sapiens.

Meminjam istilah para peneliti pengguna teori Out of Afrika (Stringer dan Brauer) dan Multiregional Evolution Model (Wolpoff, Thorne, dan Wu), serta beberapa bukti pendukung seperti genetika, linguistik, serta arkeologi-untuk menyebut jenis "manusia modern". Mungkin lebih mudah sebut saja manusia.

Vitamin itu jamaknya, Vitamin A, B, C, D, B1, B2, B12, kecuali beberapa teman ada yang punya kategori khusus vitamin M-Mukbang-makan besar, alias kenduri. Vitamin T menurut teman yang aneh itu juga bukan vitamin Tidur!, misalnya karena badan lemah, lesu, tandanya kurang vitamin T-Tidur. 

Mengapa Vitamin T

Menurut Hernomo, seorang penulis-sang "dokter literasi", usulannya tentang vitamin T, sebenarnya cuma istilah. Menurutnya tak ada salahnya mencoba mengenalkan frasa baru. Ia belajar, untuk "mencoba" dari kisah Thomas Alva Edison, penemu listrik itu.

Dalam film Thomas Edison and the Electric Light, persembahan Nest entertainment and Rich Animations Studio, dikisahkan  kondisi kota Menlo Park di New Jersey pada tahun 1877, ketika lampu jalanan kota masih memakai lampu minyak, dan setiap hari ada petugas yang harus menyalakannya satu persatu.


Lantas Edison berjanji di tahun baru akan menyalakan 2.000 listrik diseluruh kota. Setelah gagal percobaan ke 1000, di percobaan ke 1001, ia berhasil menemukan bohlam yang kita kenal sebagai bola lampu. "Mencoba", adalah kata ajaibnya. 

Percobaannya terkait Vitamin T, menurut "dokter literasi", ada "zat" yang sangat penting untuk jiwa manusia yang berguna menumbuhkan dan mengembangkannya. "Zat" itu bahkan-apabila dapat diserap dengan tehnik mencerna (to digest) yang tepat-akan mampu mengubah diri kita ke arah menakjubkan. Bagaimana wujudnya, dan dimana "zat" itu berada, serta bagaimana mendapatkannya.

Sebagai basic skill, kegiatan membaca dan menulis sebenarnya dapat membantu kita mengatasi sebagian persoalan hidup yang berat menekan. Apalagi kalau dikaitkan dengan pendidikan. 

Terserah kita dengan cara membacanya, apakah mau ber-kutu buku, atau sekedar pembaca medsos yang bergerak simultan dan tergesa.

Sepanjang ada manfaat yang tertangkap indera otak, menjadi salah satu solusi. toh sekarang penulis makin cerdas dan tahu apa maunya pembaca. Maka, sejak dari judul sudah diniatkan agar bisa menghentikan scroll tangan yang lihai dipandu mata agar berhenti sejenak. 

Maka ada judul "sepuluh tips menjaga dompet", "sepuluh tips melentikkan bulu mata", maka mata akan memandu otak untuk berhenti pada judul itu. Jika dua saja dari seribu tips dibaca, setidaknya kita sudah dapat ilmu. 

Apalagi kalau sudah dikait-kaitkan dengan buku, setidaknya kita bakal bertemu dengan banyak orang ternama-lewat buku. 

Ada psikolog James W. Pennebaker, neurolog Edwar Coffey, ahli linguistik Stephen D. Krashen dengan penelitian yang semua sepakat bahwa aktifitas tulis-baca bermanfaat bagi pengembangan kita yang mau melakukannya.

Belum lagi kita akan belajar tentang banyak diksi, alur cerita, dan sebagainya, melalui nalar yang sudah dibukukan.  Ada J.K rowling, Stephen King, Tony Buzan, Pramoedya Ananta Toer, Kuntowijoyo, Fatima Mernissi, Ali Syari'ati, Joyce Wycoff, Thomas Amstrong, daniel Goleman, Stephen Covey, Ignas Kleden, Ratna Megawangi, Sindhunata, Hans Rossling, Eric Baker, Thomas Lickona, yang bisa menyerbu pikiran dan membuat kita berpikir tentang pengetahuan baru yang mereka tahu dan menularkannya pada kita.

Kompasiana adalah salah ruang mediasi itu, mengantar para pembaca jenis apapun, dan memberi ruang menuliskannya dengan cara apapun (setelah lolos seleksi admin).

Ide akan sekedar menjadi sebuah imajinasi jika tidak pernah tertuang dalam narasi-narasi berbentuk tulisan. Karena memang sebenarnya baca-tulis itu memang basic skill yang sudah ada dari sononya, tinggal di gaspoll untuk menghidupkannya.

Quantum Writing

Ini hanya salah satu, dari banyak ragam, menulis sebagai perantara pikiran yang sudah penuh dan harus dituangkan agar tidak jadi benang kusut. 

Maka benar adanya, kalau ada yang bilang menulis bisa menyembuhkan stress-setelah penat kerja monoton. Tapi bukan kategori, stress tertawa sendiri di jalanan, di pengkolan, di mall. Kecuali di depan tivi dan depan gadget, karena segila apa tertawamu-tetap akan ada yang berpersepsi positif.

Quantum, meski berasal dari kosakata-sains modern, dapat menjelaskan bagaimana cara menjadikan membaca-menulis bisa melejitkan potensi kita. 

Ketika dunia ber-disrupsi, salah satuya seperti akibat pandemi dan evolusi 4.0, seperti ujaran  Michael Porter-dalam Rethinking the Future atau Trout dan Rivkin dalam-The New Positioning. Intinya ada teknik, bagaimana memahami bacaan dengan cepat, bukan sekedar membaca secepat-cepatnya.

Membangkitkan potensi dengan cepat, digagas oleh Tony Buzan, Dave Meier, Joyce Wyclff, Colin rose, Todd Siler, Michael Michalko. Jenis konsepnya, diantaranya; experiental learning ( belajar terbaik adalah dengan mengalami), accelerated learning ( belajar dapat dipercepat asal suasana belajar terbangun kondusif dan menyenagkan), cooperative learning ( belajar bukan bersaing, melainkan saling berinteraksi secara positif).

Maka penting dibangun diawal, meminjam istilah-Dr. Georgi Lozanov-"sugestopedia", yang mengajarkan pentingnya sugesti-positif sebelum seseorang berani mencoba melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukannya. Yakinkan, diri bisa, hebat dan punya potensi. Bisa jadi kita akan berhasil dengan sugesti karena sebenarnya potensi itu "tidur" dan harus dibangunkan.

Begitupun dalam soal membaca-menulis, seperti kata ahli linguistik, Dr. Stephen D. Krashen, membaca-menulis harus menjadi paket aktifitas. Ketika merintis menulis, setelah membaca-layaknya kegitan "meresensi" akan mudah punya bayangan daripada tidak sama sekali.

Atau ikuti saja pameo, "tulis apa yang kamu pikir, jangan pikir apa yang kamu tulis", mungkin ini bisa jadi cara mujarab untuk memulai membaca-menulis dalam satu aksi. Atau seperti kebiasaan menulis di dalam catatan diary.

Menurut Ursula K. Le Guin, membaca bisa menjadi cermin diri sendiri. Sering ada kesamaan, sehingga solusi bisa dijadikan rujukan yang sama. Menulis juga bisa menyembuhkan seperti ujaran  psikolog James W. Pennebaker. 

Jadi benar, jika vitamin T, bisa menyembuhkan, menjadi solusi banyak urusan hidup yang pelik dan memusingkan. Sederhananya, "tuliskan" apa yang terbersit dan memenuhi hunian kepala, siapa tahu inilah jenis "Vitamin" yang kita cari-cari selama ini sebagai obat gundah dan tekanan disrupsi yang harus kita kendalikan sendiri.

referensi: 1, 2, 3,4, 5

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun