Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Meledaknya Belanja Online, Saatnya Melejitkan Circular Economic.

21 Februari 2022   20:38 Diperbarui: 13 Maret 2022   07:20 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

IDNtimes

Green packing, apakah itu yang kita mau ketika belanja online?. Mengganti plastik bubble wrap, boks kayu , bantalan lembar quot, flute kardus (corrugated box), dengan kertas koran sebagai substitusi pengganti limbah plastik, atau material lain yang tidak ramah lingkungan.

Soal green saja, masih ada yang mengganggapnya jargon sekedar formalitas. Karena "green" bisa berubah "blue" karena uang. Jadi semangat green-nya masih sekedar wujud pendekatan akomodatif dari gagasan bumi lestari dan cara mengambil hati pemilik kebijakan.

file-20191115-47138-p7csrm-621ae85931794964c447e344.jpg
file-20191115-47138-p7csrm-621ae85931794964c447e344.jpg

theconversation

Sebenarnya antara produsen dan konsumen, kalau urusan packing punya persepsi sama, maunya barang lancar terkirim dan diterima dengan aman, meskipun ada asuransi. Karena kita pasti tak mau jika barang dikirim bolak-balik karena ada yang peyot, retak, pecah, sekalipun akan diganti ulang.

Sebagian kita banyak yang memilih merchant atau vendor, berdasarkan penilaian baik yang diterimanya di kolom respon pembeli. Makin banyak komentar miring soal packing yang tidak rapi, atau pujian untuk packing plus bubble, menjadi salah satu alasan kita untuk belanja. 

kompas.com

Jadi apa jalan tengahnya? . Proses pengemasan barang juga punya Standar Operasional Prosedur atau SOP. Mulai dari jenis kemasan yang digunakan, proses pengemasan barang, tambahan segel bagi kemasan barang agar kemasan barang terproteksi dengan baik dan tidak mudah terbuka, penyegelan ekstra juga perlu ditambahkan. Termasuk untuk packing barang cair.

Tuntutan kemasan juga makin elite, mau yang higienisnya tinggi, tertutup, easy going, nilai ekonomis yang baik, dan bahan baku pembuatan kemasannya jelas dan higenis. 

Kesadaran  itu tumbuh karena mereka berpikir treatment yang dilakukan sudah benar agar makanan tetap higenis dan dalam keadaan safety.

Selama tahun 2020 industri makanan berkorelasi positif dengan industri kemasan, kenaikan jumlah permintaan barang sebesar 5% dari sebelum PSBB, karena perubahan perilaku belanja dari dine in menjadi ke take away. 

60ba2ab6e1f42-6215da998700646e4d000c32.png
60ba2ab6e1f42-6215da998700646e4d000c32.png
kompas.com

Kreativitas konsumen dan manufacturing sebagai primer, sekunder, atau tersier packaging juga mengikuti tren tersebut. Apalagi sejak pemerintah menurunkan level PPKM maka existing product dan new packaging akan meningkat dalam segi bisnis.

Saatnya ekonomi sirkular beraksi

4-1024x769-621395b3586d29661b1e7002.jpg
4-1024x769-621395b3586d29661b1e7002.jpg

environmentalindonesia


Ekonomi sirkular yang berbasis pada penggunaan barang secara berulang, mudah didaur ulang dan tahan lama adalah gagasan yang akan terus didorong dimasa depan. 

Alasannya sangat sederhana, semakin awet sebuah barang, jika rusak dapat didaur ulang, memungkinkan kita tidak lagi boros menggunakan material baru. Sampah dapat berkurang secara signifikan, termasuk plastik yang menkutkan tapi justru dominan dalam lingkungan kita!.

Penggunaan plastikpun sebenarnya juga tidak jadi penghalang utama kita, termasuk dalam konsep ekonomi sirkular. Jika diikuti dengan berkembangnya industri daur ulang sampah plastik.

Baaimanapun usaha kita mengurangi penggunaan plastik, kian lama kian memusingkan, karena material plastik adalah benda paling populer dalam kehidupan manusia. Dari jenis produk cair, hingga material berbahan logampun menggunakan kemasan plastik. 

Salah satu keunggulan yang tidak bisa dipenuhi oleh material lain, plastik berwujud transparan dan kuat. Sehingga memudahkan kontrol dan menjadikan plastik memungkinkan untuk promosi langsung.

Di luar masalah itu, pandemi ternyata juga membangun kesadaran baru soal kemasan. Dulu kemasan sekedar pembungkus barang, kini konsumen juga sudah mulai rewel dan berhati-hati,

Tren kemasan produk pun berubah. Saat ini ada tiga hal yang paling banyak dicari para pelaku usaha saat memilih kemasan produk mereka.Pertama; Mudah dan Bersih, kemasan yang bisa disegel untuk alasan keamanan dan kebersihan, terutama untuk kemasan makanan, serta punya fitur kemudahan untuk pengguna. Indikatornya meliputi mudah dibersihkan, mudah dibuka, dan mudah dihangatkan. Kedua; Bisa Digunakan Kembali, berarti kemasannya jenis kemasan yang reusable. Ketiga; Mudah Didaur Ulang.

Jadi, selama ini, plastik yang dikenal merusak lingkungan ternyata memungkinkan untuk memiliki siklus pemakaian panjang, jika dibarengi dengan berkembangnya industri daur ulang sampah plastik. Artinya packing belanja online masih berpeluang menjadi "uang" melalui daur ulang.

Pusat Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI merilis hasil riset terkait 'Dampak PSBB dan WFH Terhadap Sampah Plastik di kawasan JABODETABEK' yang dilakukan melalui survei online pada 20 April-5 Mei 2020. 

Hasilnya mayoritas warga Jabodetabek melakukan belanja online yang cenderung meningkat. Dari yang sebelumnya hanya 1 hingga 5 kali dalam satu bulan, menjadi 1 hingga 10 kali selama PSBB/WFH.

Penggunaan layanan delivery makanan lewat jasa transportasi online,  96% paket dibungkus dengan plastik yang tebal dan ditambah dengan bubble wrap. Selotip, bungkus plastik, dan bubble wrap merupakan pembungkus berbahan plastik yang paling sering ditemukan. 

Respondennya bahkan berpendapat  60% menilai bahwa penggunaan bungkus plastik tidak mengurangi risiko terpapar COVID-19. Hal ini sesuai dengan penelitian bahwa virus COVID-19 dapat bertahan di permukaan plastik selama tiga hari, lebih lama dibanding permukaan lain seperti kardus atau stainless steel.

Realitas itu tanda kita sudah ketergantungan dengan kemasan berbahan baku plastik. Sesuatu yang rumit di carikan jalan keluarnya, bahkan melalui kebijakan plastik berbayar pun, belum signifikan merubah pola belanja menggunakan material selain plastik.

Alternatif lainnya menggunakan green packing, plastik berbahan nabati yang mudah didaur ulang, cuma selama ini masih menjadi konsumsi retail dan pabrikan besar yang kuat modal, karena bahan bakunya masih mahal.

Green Packing dan Nimby

istock-000015799659-small-62168048870064726843fc62.jpg
istock-000015799659-small-62168048870064726843fc62.jpg

pplv.co

Ada istilah dalam akademik yang dikenal sebagai "Not In My Backyard Syndrome" yakni sebuah anggapan bahwa "sampah bukanlah urusan saya apabila sampah tersebut tidak terlihat di halaman saya.".

Orang cenderung tidak memperhatikan kemana mereka membuang sampah, asalkan sampah tersebut tidak berada di lingkungan orang yang bersangkutan. Butuh waktu cukup panjang untuk mengedukasi pola pikir begitu.

Sebenarnya, untuk peduli dengan isu ini hanyalah dengan semudah membuang sampah pada tempatnya, dan memilah sampah sesuai dengan jenis, tapi orang cenderung lebih memilih cara yang mudah.

Perilaku nimby, sebagai perilaku yang "alamiah", adalah perilaku tak peduli: pada sesama, pada alam, pada generasi mendatang. Hanya, perlu dicatat, bahwa perilaku nimby tidak hanya perilaku individu, tetapi juga "perilaku" yang bersifat institusional.

Bercermin dari Jakarta, menurut data Dinas Kebersihan DKI Jakarta , produksi sampah di DKI adalah 26.945 m per hari atau kira-kira 6.000 ton per hari. Itu terdiri dari sekitar 55 persen sampah organik dan 45 persen sampah anorganik.

Data lain menunjukkan, 53 persen sampah adalah sampah rumah tangga. Selain itu, sekitar 15,3 persen sampah di Jakarta dibuang sembarangan.

Nimby personal, mudah dilihat dari fenomena ruang publik , sungai-sungai kotor dan kebiasaan membaung sampah dari kendaraan pribadi dan umum.

Realitas yang kurang eksplisit mucul sebagai persoalan penting adalah, hingga saat ini pengelolaan sampah di banyak tempat masih tradisional: dikumpulkan, lalu "dibuang". Ini adalah bentuk nyaata dari nimby institusional yang dilakukan pemerintah. 

Nimby ini adalah nimby aktif, dan berlawanan dengan harapan kita untuk ber-ekonomi sirkular yang mendorong daur ulang sebagai salah satu solusi penting mengatasi masalah limbah yang terus bertambah seiring trend belanja online yang makin masif.

Bahkan tren itu akan menjadi kecenderungan utama dalam cara kita berbelanja di masa depan. mau tidak mau, green packing harus didukung oleh ekonomi sirkular yang makin intens, sebagai buah kebijakan yang penting.

Ketakutan akan ketidaktahuan terhadap perkembangan utamanya di bidang teknologi, telah menyumbangkan pengaruh yang besar terhadap berkembangnya fenomena NIMBY di masyarakat. 

Namun, hal ini bukan berarti tidak memiliki solusi. Memberikan edukasi yang objektif kepada masyarakat merupakan cara yang paling efektif dilakukan. 

Meskipun cara ini juga memiliki konsekuensi yaitu adanya tambahan biaya itu melakukan edukasi tersebut. Namun, demi terpenuhinya sebuah kebutuhan, konsekuensi tersebut akan sebanding dengan hasil yang akan didapatkan.

Tren baru packing yang menggurita, tak bisa lepas dari kehidupan kita, jadi solusi ber-ekonomi sirkular, mendorong daur ulang dan pemilahan sampah agar dapat dimanfaatkan ulang, alternatif  menggunakan green packing dan mendorong kesadaran NIMBY adalah jalan paling logis mengatasi sampah baru.

NIMBY adalah cara sederhana menggunakan rumus recycle, dengan membiasakan memilih dan memilah sampah. Termasuk ketika kita berbelanja online dalam jumlah yang banyak dan menghasilakan sampah yang besar. Jadi tak perlu ada kekuatiran lagi, jika semuanya berjalan beriringan. Green packing-ekonomi sirkular dan Nimby positif.

Referensi: 1,2,3,4,

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun