Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Udang Di Balik Batu Kebijakan JHT Usia 56 Tahun Ternyata SUN

19 Februari 2022   09:24 Diperbarui: 20 Februari 2022   19:44 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan, 15 persen dana ditempatkan  pada deposito yang 97 persennya berada pada Himpunan Bank Negara ( Himbara) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Sementara 12,5 persen ditempatkan pada saham yang didominasi saham blue chip, yang termasuk di dalamnya dalam indeks LQ45. 

Indeks LQ45 adalah indeks pasar saham di Bursa Efek Indonesia yang terdiri dari 45 perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu, yaitu termasuk dalam 60 perusahaan teratas dengan kapitalisasi pasar tertinggi dalam 12 bulan terakhir; 

Dan sisanya 7 persen pada reksa dana yang berisi saham-saham bluechip termasuk LQ45 juga. Dan sisanya 0,5 persen ditempatkan pada properti dengan skema penyertaan langsung.

Kebijakan inilah yang sejak awal ditentang publik. Pemerintah dianggap tidak sensitif terhadap kondisi krisis pandemi dengan kebijakan yang aneh. Pemerintah justru menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Dimana dalam beleid terbaru disebutkan, pencairan JHT 100 persen hanya dapat dilakukan pada usia pensiun 56 tahun. Sebaliknya pensiun sebelum usia tersebut bisa menerima pencairan,  melalui mekanisme dengan syarat dan kondisi tertentu yang telah diatur, sebagai kelanjutan dari kebijakan yang termuat dalam UU Cipta Kerja.

Dalam tulisan sebelumnya saya juga mempertanyakan tentang efektifitas penarikan JHT usia 56, padahal sekaranglah justru saat yang tepat untuk menggunakan dana JHT sebagai talangan krisis, atau jaring pengaman sosial.  Sebagai dana bumper, dapat digunakan sebagai safety net untuk merintis usaha.

Sementara memaksakan pencairan pada usia pensiun 56 tahun, sama saja seperti menghilangkan  nilai asset uang tersebut. Apalagi jika dikaitkan dengan inflasi yang tidak pernah surut, sedangkan kenaikan investasi uang sangat minim.

Tidak sebanding masuk dan keluarnya, dan pada akhirnya justru dana pensiun tidak berarti apa-apa "dilahap' kenaikan inflasi itu sendiri.

Kebijakan ini sekaligus menjadi salah satu pembuka kedok pemerintah atas ketidakberpihakannya pada buruh.

Artinya UU Cipta Kerja, masih menyisakan "bara" dalam sekam yang bisa membuat gejolak baru-konflik horizontal antara para buruh yang masih menunggu sinyal baik dari pemerintah untuk membatalkan, atau paling tidak merevisi, yang artinya juga mengakomodir suara para buruh yang makin terjepit nasibnya.  baca

Akhirnya JHT Bisa Dinikmati Pekerja 

Setidaknya dana yang menjadi polemik dalam BPJS-JHT, menurut data BPJS Ketenagakerjaan hingga Agustus 2021, terdapat  1,49 juta kasus klaim JHT yang didominasi oleh korban PHK dan pengunduran diri (resign), dengan mayoritas peserta rentang usia dibawah 30 tahun atau usia produktif.

Inilah momentum tepat untuk bangkit bagi para usia produktif yang tergusur dari ruang kerja. Skema pensiun ala Kemenaker justru menjadi blunder. Intinya pekerja produktif  yang resign dan ter-PHK, dapat menggunakan dana JHT sebagai jaring pengaman sosial untuk bangkit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun