Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

"Life Begins At Fiftysix", Apa Masih Ada Gunanya JHT Cair di Usia 56 Tahun?

12 Februari 2022   17:01 Diperbarui: 13 Februari 2022   08:15 976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menjalani hari tua. Sumber: pexels.com

Dalam debat yang masih sengit, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyampaikan kritik keras, dan meminta Permenaker No 2 tahun 2022 perlu dicabut. Apalagi, aturan itu merupakan aturan turunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

KSPI menyebut Permenaker tersebut mengatur pembayaran Jaminan Hari Tua bagi buruh yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) baru bisa diambil apabila buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada usia 56 tahun. Dengan begitu, bila buruh yang terkena PHK berusia 20 tahun, maka harus menunggu 36 tahun untuk mencairkan JHT.

ekonomi bisbis.com
ekonomi bisbis.com
Terlepas dari alasan yang menjadi dasar pertimbangan pemerintah, publik juga dapat terbelah dalam dua kelompok dalam mengkritisi kebijakan baru Menaker tersebut.

Sebenarnya kita harus mengkritisi ini dengan lebih serius, karena kebijakan baru Menaker, memilik beberapa persepsi;

Pertama; kebijakan berpangkal dari sikap pemerintah yang melawan putusan Mahkamah Konstitusi. Di mana UU Cipta Kerja sudah dinyatakan inkontitusional bersyarat oleh MK. Sebab dalam aturan sebelumnya, Presiden Jokowi memerintahkan Menaker untuk membuat aturan agar JHT buruh yang ter-PHK dapat diambil oleh buruh yang bersangkutan ke BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) setelah satu bulan di PHK.

Saya sendiri merasakan ketika bekerja di lembaga dengan plat setengah putih, karena aturan mengakomodir aturan ketenagakerjaan, namun karena wujudnya bukan sepenuhnya berstatus buruh, ada kebijakan lain yang spesifik sifatnya. Beberapa aturan mengacu pada buku putih ketenagakerjaan milik pemerintah.

Ketika masa kerja berakhir karena program donor tidak berlanjut, JHT dapat saya ambil tidak melalui proses berbelit dan waktu yang lama. Karena secara prinsip, ketika kontrak kerjasama berakhir, segala konsekuensi lembaga dimana kita bekerja juga tidak lagi punya hubungan secara formal, sehingga praktis hanya ikatan kita dengan Jamsostek yang tertinggal. 

Dan dana yang tersimpan di dalam "rekening" itu sepenuhnya adalah hak si pekerja.

Jika melihat reakitas kasusnya justru, ketika Pemerintah meletakkan kebijakan yang memberatkan para nasib buruh atau pekerja, kita patut curiga. Bagaimanapun kebijakan ini menimbulkan tidak hanya beda persepsi, namun juga kecurigaan yang sangat beralasan, utamanya soal "fraud".

Apakah Pemerintah merasa tidak "ihklas" jika dana yang tersimpan dalam rekening deposito Jamsostek, bisa diambil kapan saja oleh pemiliknya yang sah, selama ia memang berhak dan sudah waktunya bisa mengambil. Mengapa untuk mendapatkan haknya saja para pekerja atau buruh yang ter-PHK harus menunggu puluhan tahun untuk mencairkan JHT-nya. Padahal buruh tersebut sudah tidak lagi memiliki pendapatan.

republika
republika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun