Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika 97 Persen Perempuan Mengelola Koperasi, Bisa Sesukses Grameen Bank?

27 Januari 2022   20:50 Diperbarui: 30 Januari 2022   23:01 1184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BBA Lecturer

Rasa penasaran yang selalu mengganggu sejak Muhammad Yunus berhasil menghidupkan Grameen Bank sebagai bank-nya kaum miskin, adalah, apakah institusinya atau SDMnya yang membuatnya berhasil?. 

Kenapa koperasi yang lebih tua umurnya justru kembang kempis, padahal nilainya digali dari kemurnian kearifan kita-gotong royong!.

Apakah ekonomi transisi paska pandemi menjadi saat yang tepat membuktikan kemanjuran konsep Grameen bank atau justru koperasi. Utamanya karena pandemi menciptakan kesenjangan baru, angka kemiskinan yang bertambah. Kondisi ini menjadi sampel yang bisa jadi tepat sebagai pembuktian. Mungkinkah?.

Catatan yang patut digarisbawahi; Mengapa Grameen Bank menggunakan kekuatan 97 persen nasabahnya para perempuan dari kelas bawah, yang selalu didera kemiskinan?. Apakah itu salah satu kunci keberhasilannya?. Ataukah karena teknologi open source pendukungnya?.

Nasabah sebesar 97 persen itu, jumlahnya kurang lebih 25 juta orang dan semuanya perempuan. Apa alasannya?.

Ternyata, jawaban paling menohok dari Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank, karena laki-laki cenderung kurang abai kepada keluarga. Bahkan, kerap mengkhianati anak dan istri manakala memperoleh kesuksesan.

Jadi mengapa komposisi 97 persen, atau 25 juta nasabah Grameen Bank didominasi  para perempuan yang juga para kelas pekerja, karena perempuan justru lebih kuat mengemban dua tugas sekaligus wilayah rumah-domestik dan bekerja-di wilayah sosial, dan mereka peduli. Perempuan biasa bertindak lebih bertanggung jawab dan jujur karena lebih memperhatikan keluarga.

Dalam banyak potret kemiskinan rumah tangga di dunia dan di banyak negara, perempuan hampir secara merata punya peran lebih berat.

Pertama, karena tanggung jawab domestik yang sangat kompleks, mengurus kesejahteraan penghuni rumah- mengasuh anak, merawat rumah, menjaga keluarga-termasuk suaminya.

Kedua, mereka juga mewakili kelas pekerja, pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan rumah. Kemiskinan menyebabkan nafkah dari kepala keluarga tidak mencukupi untuk bisa bertahan hidup sehari-hari.

Para Pekerja Perempuan Tangguh

Bangladesh sebagai basis awal dimulainya Gramen Bank pada tahun 2015, adalah negara dengan tingkat kemiskinan sebesar  43 persen, dengan pendapatan per kapita US$1,046 atau Rp13,9 juta, per tahun. Artinya setiap penduduk hanya memiliki pendapatan nyaris tidak lebih dari satu juta per bulan.  Kemiskinan menjadi semacam pandemi yang menjangkiti masyarakat.

Berangkat dari hipotesa perempuan sebagai kelas pekerja tangguh, maka Muhammad Yunus memulai "eksperimen" sosial-ekonominya melalui tangan para perempuan tersebut, dengan Grameen Bank.

yunusandwomennobelprize-02-61f2a16106310e54971ad872.jpg
yunusandwomennobelprize-02-61f2a16106310e54971ad872.jpg
https://grameenfoundation.wordpress.com/

Yunus rela meninggalkan dunia akademis yang menempatkannya sebagai salah seorang dosen ekonomi dan mendapatkan gelar doktor dalam ekonomi dari Universitas Vanderbilt. 

Dalam riwayat ingatannya, tak ada satupun teori ekonomi yang dijejalkan setiap saat ke kepala para mahasiswanya menghasilkan produk kongkrit yang bisa memutus rantai kemiskinan dan para perempuan yang sering menjadi korbannya, terutama di wilayah pedesaan-rural.

Dana Grameen Bank tersebut dimiliki oleh peminjam miskin 94% dari bank tersebut, kebanyakan adalah wanita, dan sisa 6% dimiliki oleh Pemerintah Bangladesh.

Selanjutnya digulirkan melalui skema kelompok, yang masing-masing bertanggungjawab pada kelompoknya agar mereka semua berdaya.

Perputaran dana yang kecil namun masif itu bergerak seperti bola salju. Ketika satu kelompok keluar dari masalah, maka akan ada kelompok baru yang dibentuk dan menjadi berdaya seperti kelompok sebelumnya. 

Perputaran itu disertai inisiatif membangun usaha yang menghasilkan pendapatan untuk menutup pinjaman dana, dan membantu memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk makanan dan perbaikan nutrisi bagi anak-anak.

Berdasarkan pengalaman, nasabah wanita sangat taat mematuhi cicilan kredit. Oleh karenanya, dari total pinjaman tingkat pengembaliannya mencapai 97,11 persen. Rasio kredit macet kurang dari 3 persen.

Bahkan dengan kondisi kemiskinan yang akut, mereka berhasil menggerakkan ekonomi kelas bawah. Salah satu rahasia keunggulan kesuksesan Grameen Bank adalah penerapan teknologi informasi berbasis open source. Infrastruktur TI, seadanya dan semurah-murahnya.

Salah satu aplikasi berbasis open source yang menjadi andalan Grameen Bank adalah MIFOS (Microfinance Opensource). Aplikasi tersebut menerapkan konsep web based management information system. Cukup dengan komputer bekas, murah tapi masih bisa dipergunakan.

Koperasi yang Di "Kuperasi"

Tak terbayangkan bahwa skema itu tidak lebih kurang dari apa yang kita kenal sebagai, koperasi-soko guru ekonomi Pancasila kita. Namun dalam perjalanannya, kita kehilangan nilai-nilai ke-Pancasila-an kita, sehingga institusi yang diniatkan sebagai "Koperasi" berubah menjadi "Kuperasi".

Padahal kita juga menjadikan anggota sebagai kekuatan penggerak ekonomi berbasis koperasi. Sayangnya, sejak rintisan pertama, niat pemberdayaan ekonomi secara gotong royong, justru berbelok menjadi kesejahteraan pengelola saja. Pada akhirnya koperasi mati, tidak saja karena kehilangan nilai-nilai sosial-gotong royong yang substansial, koperasi justru menjadi "kendaraan" baru yang tidak berpihak kepada masyarakat sebagai anggotanya. Jika tidak menjadikan rakyat lebih sejahtera, apa bedanya ada atau tidak ada koperasi?. Maka idealisme koperasi mati karena keserakahan kita sendiri.

Kita tidak tahu, apakah Muhammad Yunus, sebagai dosen pernah membaca gagasan Moehammad Hatta, guru besar koperasi Indonesia, namun idenya melahirkan Grameen Bank tidak saja menjadikannya peraih penghargaan Nobel Bidang Ekonomi 2006, namun membuka akses bagi 25 juta orang dibawah garis kemiskinan menjadi kelompok yang berdaya.

Kerja kerasnya melampui dedikasinya ketika menjadi seorang pengajar di kampusnya, ia membuktikan hasil nyata tentang, teori yang pernah digagas CK. Prahalad tentang Bottom of Pyramid (BOP), atau Bagian bawah piramida.

Bagian bawah piramida kekayaan atau bagian bawah piramida pendapatan adalah kelompok sosial-ekonomi terbesar, tetapi termiskin. Dalam istilah global, kelompok ini adalah 2,7 miliar orang yang hidup dengan kurang dari $ 2,50 sehari. Ini yang kemudian di balik oleh Muhammad Yunus dan CK Prahalad, menjadi kelompok potensial yang harus digali dan diberdayakan.

Dengan pemberian "kesempatan" mengelola dana seperti arahan Muhammad Yunus, kelompok miskin yang didominasi perempuan itu menjadi kekuatan ekonomi kelas bawah yang baru.

Belajar dari kekuatan BOP itu, apakah kita akan menyalahkan kemiskinan, kelas bawah yang "tidak berdaya", atau kelakuan kita yang justru memperdaya dan meng-kuperasi institusi ekonomi yang konon sangat Pancasilais itu?.

Daripada bingung mencari alternatif solusi ekonomi paska pandemi, bagaimana jika kita jalankan konsep seperti Grameen Bank atau koperasi atau kombinasi keduanya. Menggunakan Perempuan sebagai basis kekuatan dan dengan dukungan penerapan teknologi informasi berbasis open source yang murah meriah. Apakah pemerintah berani mencobanya?. 

referensi; 1,2,3, 4, 5

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun