Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Anak Perempuan di Era Milenial, Menepis Dapur, Sumur, dan Kasur

28 April 2021   16:06 Diperbarui: 28 April 2021   23:44 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Pendidikan Anak Perempuan di Era Milenial, Menepis anggapan dapur, sumur dan kasur. Sumber: Nasional Kompas

Dahulu, jaman ibu-ibu kita, ada ungkapan kalau seorang anak perempuan, apalagi perempuan-perempuan yang tinggal di desa, pada akhirnya menjalani kodratnya, bahwa kodrat wanita hanya identik dengan dapur, sumur dan kasur?. 

Ungkapan itu adalah untuk mengidentikkan kaum perempuan Indonesia pada masa itu, bahwa perempuan hanya mengurus tumah tangga, antara lain memasak, mencuci dan melayani suami. Kurang lebihnya begitu. Adakah zaman sekarang, ungkapan seperti itu masih hidup? 

Secara umum mungkin sudah tidak ada. Namun secara kasuistik kemungkinan masih ada saja, kaum perempuan yang masih sangat tertinggal, terutama yang tinggal di pedesaan dan jauh dari sarana pendidikan yang modern.

Juga kemungkinan karena faktor budaya patriarki yang sangat kuat dan ekonomi yang rendah. Kondisi ekonomi yang masih rendah, menjadi salah satu alasan mengapa muncul  ungkapan marjinalisasi bagi kaum perempuan yaitu dapur, sumur, kasur. Justru inilah pertanyaan yang harus dijawab tuntas.  

Di era digital yang serba canggih, yang melahirkan generasi milenial. tingkat pendidikan antara laki-laki dan kaum perempuan hampir tidak berbatas lagi. Laki-laki dan perempuan punya kesempatan yang sama, karena informasi yang mudah diakses oleh siapapun juga, tanpa membedakan laki-laki dan perempuan.

Juga tradisi dan kultur masyarakat yang semakin cair terhadap diskriminasi gender. Kaum perempuan dapat berdiri sejajar, berdiri sama tinggi dengan kaum lelaki, karena akses informasi dapat diakses secara bebas. 

Baca juga : "Penghasilan Istri, Pembagian Kerja, dan Kesetaraan Gender"

Contoh mudah saja, kaum perempuan dan laki-laki dapat mengenyam pendidikan yang sama tingginya, karena memiliki akses yang sama, memiliki peluang dan kesempatan yang sama, bahkan saling bersaing untuk memperoleh beasisiwa pendidikan. 

Informasi tentang ragam dan banyaknya beasiswa pendidikan, informasinya tersedia di dunia maya di era digital ini. Tidak ada lagi alasan, perempuan pendidikannya lebih rendah, karena kesempatan untuk itu sama besarnya. 

Semua dapat mengakses informasi seputar beasiswa pendidikan, sehingga kesempatan untuk mengenyam pendidikan di level yang sama, baik laki-laki maupun perempuan sama peluangnya. 

Di era digital pada era milenial ini, sepertinya tidak mungkin lagi membatasi akses kaum perempuan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi, sesuai yang diinginkan. 

Bahkan, sepertinya hampir tidak mungkin lagi terjadi, budaya patriarki yang di masa lalu mensubordinat kaum perempuan, sehingga seakan perannya lebih rendah dari kaum perempuan. 

Di era milenial yang serba digital ini, sepertinya justru tampak mengikis dominasi budaya patriarki yang di masa lalu, terkesan membelenggu peran perempuan. 

Pendidikan anak perempuan di masa milenial ini, semakin lama seiring waktu dianggap sukses menghapus ungkapan dapur, sumur, kasur yang demikian melekat pada kaum perempuan, terutama perempuan Indonesia, di masa-masa lalu. 

Di zaman milenial, kodrat perempuan sebagai ibu rumah tangga, juga kultur patriarki yang dominan, tak bisa lagi menghalangi perempuan Indonesia untuk meraih pendidikan yang tertinggi sebagaimana hak dan peluang pendidikan bagi kaum laki-laki. 

Meski demikian, di beberapa kasus sepertinya istilah dapur, sumur, kasur tidak bisa dihilangkan begitu saja, apalagi dengan tradisi dan budaya yang menganggap bahwa peran perempuan dalam kodratnya sebagai ibu rumah tangga tak harus berpendidikan tinggi. 

Oleh karena itu, di beberapa kesempatan, kaum perempuan tampak berusaha menampilkan dirinya lebih baik sebagai perempuan berpendidikan, perempuan cerdas akan menghasilkan anak-anaknya yang juga terdidik dan cerdas. 

Ada kepercayaan yang semakin tinggi dari masyarakat, bahwa kecerdasan anak diturunkan dari kecerdasan seorang ibu. Oleh karena itu, meskipun sebagai ibu rumah tangga, banyak kaum perempuan menganggap pentingnya pendidikan bagi kaum ibu, meskipun hanya sebagai ibu rumah tangga. 

Meskipun kecerdasan bisa jadi sebagai bawaan lahir artinya secara genetika memang lahir sebagai individu yang cerdas, namun pendidikan tutut mempengaruhi perkembangan kecerdasan seseorang. 

Oleh karena itu tidak heran, jika anggapan seorang ibu rumah tangga harus cerdas agar anak-anaknya juga cerdas. Dengan fenomena ini, di zaman milenial, pendidikan anak perempuan Indonesia menjadi tuntutan bagi sebagian besar kaum masyarakat dewasa ini.  

Melihat perkembangan di zaman milenial ini, maka pendidikan anak perempuan menjadi perhatian yang serius. Para orang tua, tidak mau anak perempuannya hanya berpendidikan rendah. 

Para orang tua, tidak lagi memberikan pendidikan anak perempuan sekedarnya, asal sekolah dan selesai sekolah lalu berumah tangga. Semakin hari, pemikiran ini tidak saja berkembang pada masayarkat-masyarakat urban atau masyarakat perkotaan, namun juga masyarakat di pedesaan. 

Banyak pengalaman yang bisa kita jumpai, meskipun lahir dan besar di desa, saat ini berkembang fenomena anak-anak perempuan melanjutkan pendidikan tinggi di kota-kota besar.

Anak-anak perempuan rela jauh dari orang tua demi mengejar pendidikan. Sebaliknya banyak orang tua, yang tidak lagi khawatir anak perempuannya tinggal jauh dari orang tua, karena harus sekolah atau kuliah di kota, jauh dari desanya. 

Fenomena ini sudah biasa terjadi, dan mungkin perkembangannya tumbuh pesat di era digital di zaman milenial ini. Kemudahan akses informasi, tidak saja di kota namun juga sampai di desa-desa, membuat generasi mileneal saat ini, khususnya anak perempuan berpikir bahwa menempuh pendidikan setinggi mungkin adalah suatu keharusan. 

Baca juga "Relasi Suami Istri dan Bertukar Peran dalam Kacamata Sosial Budaya"

Perkembangan zaman sekarang, pendidikan anak perempuan lambat laun menepis ungkapan atau anggapan bahwa perempuan identik dengan sumur, dapur dan kasur. Istilah usang yang melegenda sebelum era perkembangan digital, sebelum zaman milenial sekarang ini. 

Budaya patriarki yang dominan di Indonesia, tidak lagi mensubordinat kaum perempuan dalam soal pendidikan. Oleh karenanya pendidikan anak perempuan dalam lingkungan tradisi dan budaya manapun di Indonesia, memiliki ruang yang sama dengan pendidikan anak laki-laki. 

Budaya patriarki atau patrilineal menempatkan wanita atau kaum perempuan sebagai penyeimbang, tidak dimaksudkan sebagai kaum yang level atau derajatnya dibawah pria, meskipun secara kultur, kodrat wanita melahirkan dan mengurus rumah tangga. 

Kita lihat banyak contohnya di era sekarang ini, kaum cerdik pandai, pejabat publik, akademisi berkualitas dan terkenal, politisi populer dan peran-peran lainnya dalam masyarakat kita sekarang ini, diisi oleh kaum perempuan. 

Kondisi itu semakin tampak di era sekarang ini, jadi pendidikan anak perempuan yang menghasilkan kualitas para perempuan Indonesia saat ini, sama derajatnya dengan pendidikan kaum laki-laki. 

Dalam soal pendidikan, kaum perempuan punya hak dan peluang yang sama. Oleh karena itu di era digital pada zaman milenial ini, pendidikan anak perempuan, menepis anggapan lama atau ungkapan klasik dapur, sumur, kasur yang mengidentikkan kaum perempuan Indonesia pada umumnya. 

Demikian, semoga bermanfaat. 

Salam Hormat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun