Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Akibat Pandemi, Bali Masih Sepi

21 November 2020   21:48 Diperbarui: 22 November 2020   10:19 995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustras, Akibat Pandemi, Bali Masih Sepi. Sumber: dokpri

Saat keluar dari Bandara Ngurai Rai, bandara domestik, kami melintasi Bandara Internasional Ngurah Rai. Menurut Bli Gde, sudah beberapa bulan bandara itu terbengkalai alias tidak dimanfaatkan. 

Menurutnya kemungkinan bulan maret baru difungsikan kembali. Dampak belum difungsikannya kembali bandara internasional itu, terlihat dari tidak adanya turis yang datang ke Bali. Kondisi ini sangat memprihatinkan untuk Bali, yang mengandalkan pariwisata sebagai sektor utama pendapatan daerah dan ekonomi masyarakat.

Saya tiba di hotel di kawasan Uluwatu Raya, jam 9 (sembilan) malam. Salah satu hotel besar di kawasan itu. Kawasan yang biasanya sangat padat dan ramai. 

Di wilayah tempat wisata Garuda Wisnu Kencana (GWK), yang konon diakui sebagai patung terbesar ketiga di dunia. Kawasan wisata itu ditutup untuk umum sejak pandemi. Hal ini berdampak pula, banyak hotel kecil dan restoran sepanjang kawasan itu yang mati suri. 

Memotret GWK dari salah satu hotel di Uluwatu. Hingga kini GWK masih ditutup untuk umum. Sumber: Dokpri
Memotret GWK dari salah satu hotel di Uluwatu. Hingga kini GWK masih ditutup untuk umum. Sumber: Dokpri
Hotel tempat saya dan beberapa tamu dinas yang berjumlah hampir seratusan orang itu, cukup ramai malam itu. Situasi dan pemandangan yang tentu membuat senang karyawan hotel. Hospitaliti mereka ditampilkan secara maksimal menyambut kami. 

Meskipun rombongan tamu dari berbagai daerah, termasuk saya mencapai hampir seratusan, namun belum seberapa jika dibandingkan besarnya hotel dan kamar hotel yang tersedia di hotel besar itu. Saat registrasi saya adalah tamu ke 68 dari 114 dari berbagai daerah yang diundang panitia. 

Harus diakui, selama ini hidup dan matinya hotel justru memang, banyak ditentukan oleh event-event yang dilakukan oleh pemerintah, yang biasanya memanfaatkan jasa hotel untuk menginapkan tamu. Bagaimanapun, kegiatan kedinasan yang menggunakan hotel memang turut memacu perputaran uang. 

Namun akibat pandemi, pemerintah pun membatasi kegiatan perjalanan dinas yang di dalamnya termasuk komponen biaya penginapan. Kondisi ini secara makro mempengaruhi gerak perputaran uang di masyarakat. 

Saya sempat mengobrol dengan salah satu housekeeping yang menyiapkan kamar untuk saya. Katanya, sejak pandemi sudah banyak karyawan hotel yang dirumahkan. Dirinya pun baru dipanggil kembali baru sehari kerja, karena tamu dari rombongan dinas dari kementerian. 

Saya juga sempat bertanya, kenapa banyak pintu yang terbuka namun kamarnya gelap. Katanya, akibat pandemi dan pihak perusahaan mengalami kesulitan karena tingginya biaya perawatan, sementara beberapa bulan akibat pandemi tidak ada tamu. Banyak pintu yang rusak belum diperbaiki, juga kondisi kamar hotel yang belum dirapikan dan dilengkapi fasilitasnya. 

"Ini masih mending pak, dua bulan lalu, lampu-lampu taman dan koridor sepanjang hotel dibiarkan mati, tidak dinyalakan, karena biaya listrik tinggi, sementara tidak ada tamu yang menginap" katanya menjelaskan soal banyaknya pintu kamar hotel yang dibiarkan rusak dan tidak diperbaiki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun