Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Topik Politik Paling Banyak Dibaca, Kenapa?

5 Juli 2020   11:23 Diperbarui: 5 Juli 2020   18:10 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, sumber: news.detik.com

Kembali soal topik politik yang paling banya dibaca. Atau paling popular. Sering banget khan di Kompasiana ini, yang jadi artikel utama atau headline itu, topik politik. Sering banget, bukan berarti selalu, atau tidak ada artikel dari topik lain yang menjadi headline. 

Lagi-lagi saya contohnya, tulisan saya yang sangat ringan tentang "Mie Cakalang Yang Nendang" juga jadi headline. Itu topik kuliner. Tapi kalau hitung-hitungan statistik, sepertinya topik politik lebih banyak yang jadi headline, terpopuler, nilai tertitnggi dan sebagainya. 

Mudah-mudahan saya salah lagi. Namanya juga hanya sekilas pandangan mata, dan isi kepala saya yang baru di Kompasiana. 

Ngomong-ngomong apakah sudah pernah ditayangkan data statistik soal ini? Kalau belum, mudah-mudahan editor Kompasiana bisa segera menayangkan data statistik itu. 

Nah, sebenarnya kenapa, topik politik paling banyak diminati, atau tepatnya paling banyak dibaca? Menurut isi kepala saya, itu mungkin karena kultur pembaca juga. Lebih tepatnya psikokultural pembaca. Istilah ini, saya gunakan sendiri sesuai yang dimaksud isi kepala saya. Butuh referensi sebenarnya. Tapi tidak apa-apa, di tulisan ini saya hanya ingin mengungkapkan apa yang saya pikirkan dulu. 

Kalau pembaca budiman, butuh verifikasi, silakan cari sendiri referensinya, kalau memang ada...hehehehe. Jadi secara kultural, pembaca itu selalu cenderung mengikuti arus orang yang banyak. Jadi ketika melihat viewnya, banyak, cenderung penasaran untuk membuka dan membaca, padahal belum tentu minat. 

Jadi aktual, lahir bukan karena pikiran kita menganggap aktual, tapi karena kebanyakan orang lain menganggap aktual. Begitu maksud saya. 

Lagi-lagi, saya mohon maaf kalau saya salah lagi. Lagi-lagi saya salah. Ya sama persislah, karena pengertian aktual adalah suatu kejadian yang benar-benar terjadi dan sedang hangat-hangatnya menjadi pembicaraan orang banyak. Aktual bersifat kekinian atau baru. Jadi memang, aktual itu sebenarnya, lahir karena arus orang banyak, dan yang sedang terjadi saat ini. 

Nah, secara psikologis mungkin, mungkin loh ya, saya bukan psikolog, hanya saya sampaikan saja apa yang ada di kepala saya. Jadi secara psikologis, kebanyakan kita, akan mengikuti apa yang banyak orang lain perbincangkan. Jadi bukan karena peristiwanya, tapi karena orang banyak memperbincangkan peristiwa itu. 

Contoh, misalnya saat Pak Presiden Jokowi marah di depan para menterinya. Itu menjadi aktual, bukan karena marah-marahnya Pak Jokowi. Tapi karena ada opini setelahnya. Kemudian orang banyak memperbincangkannya. Sehingga opini semakin meluas. Banyak Analisa dan perspektif timbul karenanya. Jadi yang menjadi aktual itu, bukan kejadiannya yang kita bisa tonton di televisi. Tetapi berbagai materi perbincangan yang berkembang. 

Yang menjadi aktual itu, justrtu karena silang pendapatnya, perbedaan opininya, pro kontranya dan sebagainya. Nah justru itu yang aktual. Artinya, sekali lagi, bukan kejadiannya yang aktual, tetapi opini yang berkembang paska kejadian. Entah siapa yang memulai suatu peristiwa menjadi aktual, tentu saja salah satunya adalah para pengamat yang mengangkat materi itu sehingga opini semakin berkembang luas. Sekali lagi itu analisa kepala saya ya...mungkin saya salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun