Mohon tunggu...
Shri Werdhaning Ayu
Shri Werdhaning Ayu Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia Brang Wetan

Anak Lumajang yang lahir di Bumi Lumajang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Celengan dan Budaya Menabung

15 Juli 2019   21:26 Diperbarui: 15 Juli 2019   21:28 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Celengan koleksi Museum Nasional

Bagi masyarakat Jawa, kata Celengan bukan berarti bermain celeng -- celeng an atau babi -- babi an. Kata celeng dalam masyarakat Jawa lebih merujuk kepada babi hutan. Tapi jika kata celeng diberi tambahan imbuhan --an, menjadi Celengan, maka maknanya menjadi berubah jauh. 

Th. Pigeaud dalam kamusnya yang berjudul Javaans-Nederlands Woordenboek memuat beberapa kata dari bahasa Jawa yang berkaitan dengan aktivitas simpan menyimpan uang alias menabung. 

Celengan berarti Spaarpot (tempat menabung), dicelengi berarti opgespaard (disimpan), dan dicelengake berarti men spaart vooriemand (menabungkan untuk orang lain). 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata celengan berasal dari kata Jawa yang berarti tabung pekak untuk menyimpan uang; tabungan atau uang simpanan itu sendiri.

Ditilik jauh ke masa -- masa sebelumnya, yaitu sekitar abad 13 -- 14 Masehi, para arkeolog banyak menemukan pecahan tembikar yang digunakan untuk menyimpan uang atau menabung yang berasal dari masa Kerajaan Majapahit. Bentuk dari "tempat menabung" ini ada beberapa jenis, diantaranya berbentuk anak kecil, binatang, ataupun hanya sekedar guci. 

Kemungkinan karena dulu banyak diproduksi tempat menabung yang berbentuk babi hutan atau celeng, menjadikan masyarakat di kehidupan berikutnya menjadi terkenang atau dengan kata lain kata celeng -- celeng an yang berarti babi -- babi an, sesuatu yang berbentuk seperti babi, telah menjelma menjadi semacam memori kolektif di masyarakat Jawa untuk merujuk kepada sebuah benda yang difungsikan untuk menyimpan uang.

Budaya Menabung

Penemuan pecahan artefak yang difungsikan sebagai tempat menyimpan uang telah menunjukkan bahwa masyarakat era Majapahit sudah mengenal kebiasaan untuk menabung atau menyimpan uang nya. 

Menabung memang sebuah kebiasaan yang baik. Kebutuhan manusia yang tidak pernah bisa menjadi salah satu penyebab utama kenapa menyimpan sebagian uang yang dimiliki adalah sebuah perilaku yang wajib dibiasakan sejak dini.

Gemar menabung juga memiliki manfaat yang baik untuk melatih kepribadian diri. Dengan memaksa diri untuk menabung sejumlah uang dalam jangka waktu tertentu secara rutin,secara tidak langsung hal tersebut melatih diri kita untuk menjadi pribadi yang disiplin. 

Selain itu, kebiasaan menabung juga mengajarkan untuk berperilaku hidup hemat atau sewajarnya. Bukan menjadi hal baru bahwa masyarakat Indonesia saat ini tengah dilanda wabah gaya hidup hedon dan konsumtif. 

Membeli beberapa barang atau hal yang sebenarnya tidak perlu atau tidak penting dianggap sebagai hal wajar, apalagi jika hal tersebut sudah berurusan dengan gengsi sosial. akibatnya sudah bisa dilihat di kehidupan nyata. Banyak masyarakat yang terlilit hutang demi memenuhi gaya hidup yang tidak seimbang dengan penghasilannya.

Sejarah mengajarkan banyak hal. Sejarah menunjukkan berbagai jawaban atas sebab -- akibat yang akan terjadi. Dengan mengetahui bahwa masyarakat negeri ini sejak jaman dulu sudah memiliki kebiasaan untuk menabungkan uangnya, maka bukanlah hal  yang salah bagi kita untuk menirunya. 

Di zaman sekarang, menabung atau nyelengi sudah bisa dilakukan bukan hanya disebuah wadah berbentuk celeng. Menabung sudah bisa dilakukan di bank -- bank modern, baik untuk dewasa maupun anak -- anak. 

Menghidupkan kembali kebiasaan menabung guna menghindari perilaku hidup konsumtif memang bukan hal yang mudah. Tetapi masyarakat ratusan abad silam sudah mampu melakukan sikap hidup hemat dengan menabung. Lalu kenapa kita yang berasal dari tahun 2019 tidak bisa? Bang Bing Bung Ayo Nabung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun