Mohon tunggu...
Wiwin
Wiwin Mohon Tunggu... Lainnya - simple

saya seorang ibu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Abaikan Pesan Singkatnya

13 Mei 2020   14:40 Diperbarui: 13 Mei 2020   15:03 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jarum jam menujukkan pukul 03.00 wib.

Satu tetes air wudhu yang membasahi  wajah jatuh ke layar ponsel saat aku mengangkat dering telpon, namun kugenggam dering itu berhenti, aku  terlambat menerimanya,

Tertulis di layar panggila nama fir, siapa dia fir, aku buka tidak ada satu pesan yang tersimpan. Apakah aku harus bangunkan Mas Abi saja ya..! mugkin ini penting, bisik batin. Namun niatku ragu, satu langkahkan  kaki aku letakkan ponsel di meja kecil dekat ranjang, nada pesan masuk aku balik muka kembali beranikan membuka siapa lagi yang segini dia mengirim pesan, mungkin grup.

Aku buka satu pesan dari Fir

"Ada apa mas, tadi telphon, maaf saya tadi lagi tidur"

pesan kedua, " lagi sholat malam ya, doakan aku ya " dilanjutkan kiriman pesan emoticon senyum simpul  merah dipipi. Desir dan detak denyut didada berpacu kencang, rasa marah, namun aku berusaha untuk kontrol dengan memenarik napas panjang. Ku pilih fon merangkai kata untuk membalas pesannya.

" maaf ini saya ini istrinya"

"Ada yang bisa saya sampaikan ke mas Abi," pesan kukirim.

Sepertinya dia membuka pesan singkatku aku, aku berharap mendapat balasan dalam hatiku akan meminta maaf karena mengirim pesan di larut malam pada Mas Abi, ternyata saat pesan itu hanya dbaca dan sepertinya dia offline untuk tidak membalas.

Degup jantung terasa kencang, siapa dan mengapa dia mengatakan seperti itu. Aku lacak tentang dia lihat di grup reuni mas Abi SMA dan kulianya aku lihat nomor telepon itu ada pesan yang terkirim di grup alumni kuliah mas abi dia seorang perempuan dengan panggilan Ainun, komentar singkat saat teman grup membalas pesan-pesan singkatnya.

Aku larut dan kalut dalam hening malam, kemelut batinku ribuan pertanyaan dan gumpalan api cemburu, yang belum tahu kepastiannya. Api curiga ini menggelayut di pikiran, api kemarahan muncul, rasa benci mulai muncul. Mengguncang hati ini mulai pisau menghujam dalam. Air wudhu yang membasahi mukaku, kering seketika dengan suhu panas dalam kepala ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun