Itu hanya sekedar contoh kecil bahwa kemampuan berbahasa itu penting. Bagi siapa saja. Sebab sebagaimana dalam ilmu komunikasi, sebuah komunikasi yang efektif akan terjadi jika dua pihak yang berkomunikasi memiliki banyak kesamaan.
Semakin memiliki banyak kesamaan, maka semakin efektiflah komunikasi yang dilakukan. Sebaliknya semakin tidak memiliki banyak kesamaan, maka semakin tidak efektif komunikasi yang dilakukan.
Kesamaan yang dimaksud bisa berupa wawasan, pengetahuan, latar belakang, dan lain-lain termasuk kemampuan berbahasa.
Kita ambil contoh lain. Ketika ada seorang narasumber diwawancara oleh seorang jurnalis yang sangat paham tentang ekonomi misalnya. Padahal si narasumber bukan ahli ekonomi. Bisa dipastikan komunikasi antara keduanya tidak akan berjalan dengan efektif.
Mungkin si narasumber akan banyak "melongo" atau menjawab dengan asbun. Dalam bahasa lain komunikasi antara keduanya tidak akan terlalu nyambung.
Jika kemampuan berbahasa dan komunikasi sangat penting bagi siapa saja, apalagi bagi seorang pemimpin. Terlebih lagi pemimpin sebuah negara.
Bagi seorang pemimpin, kemampuan berbahasa dan komunikasi seharusnya sudah tidak jadi masalah. Artinya sang pemimpin memiliki kemampuan berbahasa dan komunikasi yang baik. Dia paham dan mengerti bahasa pergaulan internasional yang digunakan dan dipahami oleh banyak pemimpin negara lain.
Bukankah ada penerjemah atau juru bahasa? Ya, betul. Tapi "nilai rasanya" berbeda dengan jika sang pemimpin bisa berkomunikasi langsung. Â Â