Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perjanjian Pranikah Boleh Dilakukan dengan Tidak Melanggar Hukum, Agama, dan Kesusilaan

15 Agustus 2022   00:59 Diperbarui: 15 Agustus 2022   05:41 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perjanjian pranikah (Sumber: Gambar oleh Narcis Ciocan dari Pixabay)

Bagi sebagian besar kita masyarakat timur, perjanjian pranikah (prenuptial agreement) mungkin sesuatu yang masih asing. Perjanjian pranikah masih dipandang sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan adat ketimuran.

Perjanjian pranikah dianggap hal yang negatif, sensitif, tidak etis, tidak lazim, ganjil, dan tabu. Selain itu perjanjian pranikah juga dianggap sebagai bentuk sikap egois, materialistis, dan kasar.

Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, ada salah satu Bab yang mengatur tentang perjanjian perkawinan. Bab yang dimaksud adalah Bab V.

Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut memang tidak ada istilah "perjanjian pranikah". Namun dalam Pasal 29 ayat (1) ada kata-kata "sebelum perkawinan". "Sebelum perkawinan"  dalam bahasa lain adalah "pranikah".

Jadi perjanjian pranikah sesungguhnya ada diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Bunyi lengkap Pasal 29 ayat (1) itu adalah, "Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan...".

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 47 juga disebutkan bahwa perjanjian pranikah berupa perjanjian tertulis mengenai kedudukan harta dalam perkawinan disahkan oleh Pegawai Pencatat Nikah.

Dengan demikian perjanjian pranikah harus tertulis dan harus disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan atau Pegawai Pencatat Nikah. Perjanjian pranikah tidak berbentuk lisan atau omongan.

Kendati perjanjian pranikah ada dalam Undang-undang Perkawinan dan dalam Kompilasi Hukum Islam, tapi hal itu bukan merupakan sebuah keharusan. Hal itu hanya sebuah opsi, kebolehan saja.

Artinya bagi mereka yang mau melakukan perjanjian pranikah dipersilahkan. Namun bagi mereka yang tidak mau melakukan perjanjian pranikah juga dipersilahkan.

Bagi mereka yang berniat melakukan perjanjian pranikah dan menganggap bahwa perjanjian pranikah merupakan sesuatu yang penting, selanjutnya harus dipahami bahwa hal itu tidak boleh melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun