Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Partai Politik (Masih) Memerlukan Tokoh dengan Nama Besar?

3 Maret 2021   22:29 Diperbarui: 5 Maret 2021   09:10 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi para pemilih (sumber: pixabay.com/mohamed_hassan)

Pernahkah kita membayangkan bagaimana seandainya PDI Perjuangan jika di dalamnya tidak ada nama Megawati Soekarnoputri, apakah partai politik tersebut akan menjadi sebuah partai politik yang besar? 

Bagaimana pula jadinya jika di dalam Partai Gerindra tidak ada nama Prabowo Subianto, apakah partai itu akan bisa sebesar sekarang?

Demikian pula kita bisa membayangkan hal yang sama untuk partai politik lainnya. Seperti Partai Demokrat misalnya, apakah partai berlambang bintang mercy itu akan pernah menjadi partai politik terbesar di Indonesia jika tidak ada nama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di dalamnya?

Diakui atau tidak baik PDI Perjuangan, Partai Gerindra, atau pun Partai Demokrat ketiganya pernah atau masih menjadi partai politik besar di tanah air karena pengaruh nama besar pendiri dari partai politik tersebut. 

Tanpa nama Megawati Soekarnoputri di PDI perjuangan, tanpa nama Prabowo Subianto di Partai Gerindra, atau tanpa nama SBY di Partai Demokrat, mungkin ketiga partai politik itu hanya menjadi partai medioker saja dalam perpolitikan Indonesia.

Bahkan tidak menutup kemungkinan ketiga partai politik itu hanya akan menjadi cameo dalam perpolitikan Indonesia seperti halnya banyak partai politik lain yang tidak memiliki tokoh dengan nama besar. Partai-partai politik itu hanya lahir, ikut Pemilu, dan kemudian hilang kembali.

Kalau arsip Pemilu dibuka kembali, partai-partai politik seperti itu (tidak memiliki tokoh dengan nama besar, kemudian jadi cameo) sangatlah banyak. 

Sebagai contoh di Pemilu 1999 ada Partai Abul Yatama, Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia, dan Partai Pilihan Rakyat, dan lain-lain. Partai-partai politik itu hanya "numpang lewat" karena mereka tidak memiliki tokoh dengan nama besar.

Kemudian di Pemilu 2004 misalnya ada Partai Merdeka, Partai Persatuan Daerah, atau Partai Perhimpunan Indonesia Baru, dan lain-lain. 

Partai-partai politik itu juga hanya "numpang lewat" karena mereka tidak memiliki tokoh dengan nama besar.

Begitu pula di Pemilu 2009, Pemilu 2014, dan Pemilu 2019. Partai-partai politik yang tidak memiliki tokoh dengan nama besar itu hanya hadir untuk sekedar ikut Pemilu dan setelah itu hilang "tanpa kesan".

Bagaimanapun banyak masyarakat pemilih kita saat ini masih melihat figur dengan nama besar yang ada di dalam sebuah partai politik itu. Tanpa adanya figur seperti itu, sebuah partai politik jarang dilirik atau dijadikan pilihan ketika Pemilu.

Oleh karena itu sebuah partai politik mau tidak mau harus memiliki satu atau beberapa tokoh yang memiliki nama besar. Tanpa itu, sebuah partai politik sulit untuk menjadi besar atau bahkan sulit untuk sekedar tetap eksis menjadi sebuah partai politik.

Memang ada beberapa partai politik yang "beruntung" bisa tetap eksis menjadi sebuah partai politik walau pun tidak memiliki figur atau tokoh yang memiliki nama besar. Partai politik seperti itu biasanya sudah memiliki jaringan luas dan infra struktur yang cukup kuat.

Dalam hal ini Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mungkin bisa diketengahkan sebagai contoh. 

Kedua partai politik tersebut, PKS dan PSI tidak memiliki nama figur atau tokoh yang memiliki nama besar seperti partai politik lainnya, namun cukup berhasil menarik simpati para pemilih.

Kedua partai politik tersebut, PKS dan PSI bisa disebut sebagai representasi partai politik modern di antara banyak partai politik yang ada. 

Selain tidak mengandalkan figur atau tokoh yang memiliki nama besar, memiliki jaringan dan infra struktur yang cukup luas dan kuat, kedua partai politik itu juga nampaknya sudah memiliki manajemen partai yang cukup baik.   

Partai politik seperti itulah sesungguhnya yang diharapkan tumbuh dan berkembang di era modern seperti saat ini. Bukan lagi partai politik yang bergantung kepada satu atau beberapa tokoh yang memiliki nama besar.

Memang hal itu bukan sesuatu yang mudah. Apalagi partai politik biasanya sering berpikir pragmatis, bagaimana caranya agar mereka dipilih oleh banyak pemilih. 

Oleh karena itu tidak jarang sebuah partai politik kemudian menarik atau merekrut figur dari eksternal partai yang diyakini cukup populer atau dikenal oleh para pemilih.

Apakah dengan demikian para pemilih atau partai politik kita masih bersifat tradisional karena mengandalkan figur tertentu yang memiliki "magnet" besar? Bisa jadi, walau hal itu mungkin tidak sepenuhnya benar.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun