Namun, hari ini saya menulis setelah 29 hari tidak menggunakan media sosial saya. Saya ‘memaksa’ diri untuk tidak terikat dan menjadi produk dari penyedia media sosial. Apa yang saya harapkan dari hal ini? Banyak!
In this economy, hidup tanpa media sosial rasanya sulit untuk dilakukan di era digitalisasi, namun hal ini yang saya lakukan selama separuh jalan dari 2025. Ya, ini bulan pertama dari puasa media sosial, seperti Instagram dan TikTok.
Sekalipun saya memutuskan untuk tidak mengakses Instagram dan TikTok, saya masih menulis di platform Kompasiana dan membangun personal branding di LinkedIn secara professional.
Kenapa saya memutuskan untuk men-deactivated platform media sosial? Tentu, keputusan ini tak dibuat tanpa sebab, namun dari banyak referensi yang saya baca, lihat, dan dengar, membangun persepsi bahwa saya harus fokus pada hal yang bernilai di masa depan. Dan, ‘mengorbankan’ waktu scrolling di media sosial, menjadi masuk akal.
Saya hanya perlu mendefinisikan apa yang saya inginkan hari ini dan apa yang paling saya prioritaskan untuk masa depan”, itu hal yang terpikir dalam benak.
Tentu saja ini mudah dilakukan karena saya bukan orang yang hidup dari media sosial, seperti influencer. Mengalihkan waktu pada sesuatu yang lebih prioritas, nyatanya membutuhkan self awareness. Dan, saya merasakan ternyata menyenangkan untuk tidak hidup dalam screen smartphone.
Baca juga: Malas Mikir? Ternyata Sistem Otak Bekerja adalah Jawabannya
To be honest, saya tidak tahu gosip akhir-akhir ini, saya hanya membaca media atau channel youtube yang penting menurut saya, seperti JakartaPost, media keuangan, dan digital marketing platform yang menunjang tujuan saya tahun ini, termasuk mengasah kemampuan berbahasa asing.
Saya banyak menulis tentang dampak negatif dari menggunakan sosial media secara berlebihan, tidak hanya brainrot, namun juga kehilangan diri sendiri karena banyak bias dan standar hidup yang media sosial tawarkan.
Apa Dampak Merusak dari Media Sosial yang Berlebihan?
Mengambil jeda selama 6 bulan kedepan karena saya ingin melakukan rebalancing dari banyak informasi yang masuk dalam otak, yang mungkin menyebabkan hal-hal merugikan, seperti:
Peningkatan Risiko Kesehatan Mental
Banyak penelitian menunjukkan adanya korelasi antara penggunaan media sosial yang tinggi dengan peningkatan risiko depresi, kecemasan, perasaan kesepian, dan rendah diri. Pernah merasakan unworthy saat status/feed-mu tidak mendapat like?
Gangguan Tidur