Sebagian besar masyarakat di Indonesia memiliki tingkat kemiskinan yang sangat tinggi, hal ini terbukti dengan bertambahnya jumlah kemiskinan yang selalu meningkat di setiap tahunnya.Â
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami titik terendah dalam hal persentase kemiskinan sejak tahun 1999, yakni sebesar 9,82 persen pada Maret 2018.Â
Dengan persentase kemiskinan 9,82 persen, jumlah penduduk miskin atau yang pengeluaran per kapita tiap bulan di bawah garis kemiskinan mencapai 25,95 juta orang.
Dengan kondisi seperti ini menjadi momok yang menakutkan untuk masyarakat Indonesia. Tidak hanya jumlah kemiskinan yang selalu meningkat namun jumlah pengangguran pun semakin bertambah.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) merilis tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2018 mencapai 5,13%, atau turun dari periode sama tahun sebelumnya, 5,33%. Dari persentase tersebut, maka jumlah pengangguran di Indonesia saat ini mencapai 6,87 juta orang atau turun dari sebelumnya yang mencapai 7,01 juta orang.
Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan TPT terbesar berada pada level Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mencapai 8,92%. Kemudian, setelah itu pada level Diploma I/II/III sebesar 7,92%.
Meningkatnya jumlah kemiskinan dan pengangguran di Indonesia menjadi penggaruh sendiri terhadap perekonomian di Indonesia, apalagi baru-baru ini berhembus kabar bahwa dollar naik sangat drastis. Lalu kemana kah peran pemerintah untuk menetralisir problematika seperti ini ? harus sampai berapa puluh tahun kah Indonesia mengatasi masalah seperti ini? Lalu bagaimana dengan janji-janji manis dari para pemimpin di Indonesia?
Dimohon buka mata dan telinga, lihat dan dengar khususnya masyarakat Indonesia yang belum memiliki pekerjaan saat ini, dan berharap indonesia bisa menghadirkan sebuah solusi yang berlian dengan meningkatkan sektor infrastruktur lapangan pekerjaan yang banyak sebanyak mungkin dan juga dimohon untuk memudahkan masyarakat bisa mendapatkan pekerjaan dengan kualifikasi atau rekruitmen yang mudah tidak dibuat sangat menyulitkan.
Jika kita dituntut untuk menjadi seorang entrepreneur maka banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami langkah awal untuk menjadi seorang entrepreneur. Haruslah banyak pembelajaran yang pasti. (Aldino - ALUMNI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA)