Mohon tunggu...
Dewi Haroen
Dewi Haroen Mohon Tunggu... Psikolog -

Psikolog Politik & Pakar Personal Branding, Penulis Buku "PERSONAL BRANDING Kunci Kesuksesan Berkiprah di Dunia Politik", Narasumber media cetak/online, Radio & TV, Pembicara Seminar & Trainer, https://www.youtube.com/watch?v=oW1vuHKJ4iI http://www.dewiharoen.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Andai Jakarta Punya Sarana Transportasi Seperti London

14 Desember 2011   05:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:19 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menyusuri kota Jakarta dengan mengendarai mobil pribadi menjelang tutup tahun, merupakan aktivitas yang melelahkan lahir maupun batin. Betapa tidak, tak ada jalan yang terbebas dari kemacetan, apalagi pagi hari saat berangkat dan sore pulang dari kantor. Jalan tol yang seyogyanya adalah jalan bebas hambatan, justru terlihat lebih macet dari jalan biasa. Segala keluh kesah, kepenatan dan omelan akan keadaan yang tak menyenangkan ini hanya tertelan dalam kepasrahan. Mereka terpaksa melakoninya saja karena tidak ada pilihan lain. Tidak tersedianya sarana tranportasi umum yang aman,nyaman dan cepat seperti halnya kota metropolitan di belahan dunia lain menjadi satu penyebabnya. Dan kemacetan dari tahun ke tahun terlihat semakin menggila karena pembelian mobil baru sama sekali tidak pernah dibatasi.

Dalam capek dan rasa kesal yang memuncak, teringat saya akan pengalaman selama seminggu penuh di kota London (Juni 2011). Tidak seperti kota Jakarta yang wajahnya terus berubah setiap waktu, London sangatlah konservatif dimana keadaan sekarang masih sama seperti 20 tahun lalu saya kunjungi (1991). Kondisi jalan yang tidak terlalu lebar tetap dibiarkan demikian. Tapi jangan heran jika jalan itu bisa dilewati bus bertingkat (yang semuany berwarna merah) dan bus wisatawan secara bersilangan. Bangunan tua bergaya klasik tetap berdiri dengan kokohnya. Tidak banyak yang berubah. Meski demikian, tidak ditemui kemacetan di jalan-jalan pusat kota London.

Selama seminggu itu kami berdua kemana-mana naik underground yang lebih sering disebut dengan tube dan bus. Saking asyiknyasepertinya kami sudah ’lupa’ dengan yang namanya mobil. Kedua alat transportasi itulah yang menjadi andalan mayoritas warga kota dan juga turis beraktifitas.Nah,jika di Jakarta pada jam-jam sibuk terjadi kepadatan mobil di jalan-jalan, maka sebaliknya di London kepadatan karena manusia terjadi di stasiun-stasiun underground dan halte bus. Jikakaryawan/pekerja di Jakarta memilih mobil/motor pribadi, maka disana mereka lebih memilih sarana transportasi umum untuk berangkat dan pulang kerja. Hampir tidak ada yang memakai mobil pribadi. Selain tidak praktis karena tempat parkir tidak tersedia di mayoritas gedung perkantoran. Ya untuk apa juga pakai mobil, jika tiket langganan bus dan tube tersedia dengan harga murah meriah.

Oh ya, kartu langganan tube/bus itu bisa dibeli via online. Juga mudah dibeli di seluruh stasiun underground. Selain diperuntukkan warga kota, kartu langganan itu juga bisa dibeli oleh turis yang berkunjung ke London. Kita bisa memilih dari yang berlaku 1, 3 dan 7 hari. Bagaimana dengan taxi? Tarifnya yang sangat mahal pasti membuat kita mengurungkan niat untuk memanggilnya. Lha untuk apa pakai taxi hitam model kuno dengan pengendara yang kurang ramah, jika ada sarana transportasi yang lebih cepat, murah meriah, nyaman dan aman. Bayangkan, dengan harga 27 pounsterling (+5 untuk jaminan kartu bila selesai digunakan/dikembalikan), maka kita bisa sepuasnya menggunakan sarana transportasi tube dan bus yang berlaku selama 24jam/7 hari penuh di zone 1,2 dan 3 (seluruhnya ada 6 zone). Sebagai info, pusat wisata dan belanja yang terkenal terletak di areal/zone tersebut. Mending duit taxi dipakai untuk shopping saja...:)

Saya hanya bisa bermimpi andai Jakarta punya sarana transportasi seperti London. Pastinya setiap pagi/sore hari sewaktu berangkat dan pulang kerja saya tidak perlu lagi ngomel, setress, tegang dan lelah karena harus berjuang mengarungi kemacetan kota. Tapi, sebelum sempat berangan kapan kiranya mimpi itu terwujud, klakson mobil di belakang membuyarkan lamunan, sehingga terpaksa saya harus ’kembali’ berhadapan dengan ’realitas’ kemacetan kota Jakarta yang menyesakkan!

Pulomas, 14 Desember 2011

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun