Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menyoal tentang Jual Beli Jabatan

7 April 2019   11:26 Diperbarui: 8 April 2019   10:16 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: merdeka.com/Dwi Narwoko

Tertangkapnya Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Pusat Romahurmuziy (Romy) olah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) berkaitan kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama RI, membuktikan bahwa praktek jual beli jabatan ini benar adanya dan tidak terbantahkan.

Praktek jual beli jabatan yang dilakukan oleh Ketua Umum PPP ini, merupakan salah satu bukti bahwa praktek jual beli jabatan ini tidak saja terjadi di Kementerian Agama, tapi boleh jadi praktek yang sama juga terjadi di kementerian kementerian yang lainnya, namun sulit untuk diungkap, hanya saja Romy bernasib apes sehingga praktek yang dilakoninya terendus oleh KPK.

Yang mirisnya praktek jual beli jabatan yang terungkap ini dilakukan oleh Ketua Umum PPP, Partai yang mengklaim sebagai Partai Islam berlambang Kakbah. Walaupun sesungguhnya praktek jual beli jabatan yang dilakukan oleh Ketua Umum PPP ini, secara kepartaian tidak ada sangkut pautnya, karena ini adalah persoalan pribadi Romy.

Namun kita juga tidak dapat menyalahkan publik jika membangun suatu asumsi, bahwa praktek jual beli jabatan yang dilakukan oleh Ketua Umum PPP itu, tidak terlepas dari pada peran partai sebagai jembatan untuk melakukan pekerjaan yang diharamkan oleh Agama dan dilarang oleh Undang-Undang Negara.

Tindakan yang dilakukan oleh Romy, selaku Ketua Umum Partai bernuansakan Islam, yang seharusnya menegakkan Amar Ma'rub Nahi Mungkar, sebuah prasa dalam bahasa Arab untuk menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal hal yang buruk bagi masyarakat (ummat) ternyata tidak berbanding lurus dengan kepribadian Romy selaku Ketua Umum Partai PPP yang memiliki citra dan wawasan Islami.

Tertangkapnya Romy dalam kasus jual beli jabatan oleh KPK, menambah daftar panjang terhadap pimpinan partai politik yang bernuansa Islam. PPP telah mencatat bahwa dua pimpinan partainya yang terjerat kasus korupsi dan ditangkap oleh KPK. Sebelum Romy, Ketua Umum PPP Surya Dharma Ali juga terjerat kasus korupsi pengadaan dana Haji untuk pemondokan Haji di Tanah Haram. 

Kasus yang membelit Surya Dharma itu ketika dia menjabat sebagai Menteri Agama RI, kemudian menyusul Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Lutfhi Hasan Ishaaq dalam kasus impor daging.

Secara hirarki Partai berlambang Kakbah ini telah dua kali dipermalukan oleh Ketua Umumnya, Arang telah tercoreng diwajah PPP, dan sulit bagi segenap pimpinan PPP untuk menghapus arang yang mencoreng wajah partainya itu agar tidak terlihat oleh masyarakat. Betapa tidak! Opini masyarakat terbangun, bahwa Partai Islampun tidak terlepas dari korupsi.

Pada hal korupsi tidak memandang apakah dia partai Allah, maupun Partai Setan. Meminjam istillah Amien Rais, Mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN). Korupsi juga tidak memandang pendidikan seseorang, Apakah dia berpendidikan Tinggi, maupun berpendidikan rendah, tapi melainkan korupsi adalah, masalah moral, iman dan keteladanan seseorang.

Umumnya pelaku korupsi di Indonesia adalah orang orang yang berpendidikan tinggi, yang memiliki sederet gelar akademi. Apakah dia pejabat, Politikus dan pengusaha. Belum terdengar adanya korupsi yang dilakukan oleh orang orang yang berpendidikan sekolah dasar (SD). Karena orang orang jebolah SD tidak memiliki kesempatan untuk melakukan korupsi.

Orang orang yang memiliki Iman, Moral dan keteladanan, walaupun berpendidikan tinggi dan punya kesempatan untuk melakukan korupsi, dia tidak akan melakukan korupsi, karena iman, moral dan keteladanannya dapat mengalahkan syahwat untuk memiliki atau untuk mengambil hak-hak yang bukan miliknya. 

Berbeda dengan orang-orang yang berpendidikan tinggi, yang punya kesempatan untuk melakukan korupsi, tapi tidak memiliki iman, moral dan keteladanan, dia akan tergiur dengan kesempatan yang ada, karena dia tidak mampu untuk mengekang syahwat setannya, untuk memiliki hak-hak yang bukan miliknya.

Bagaimana di daerah?

Jika bercermin terhadap kasus yang menimpa Romy dalam praktek jual beli jabatan, tentu menimbulkan pertanyaan, apakah praktek jual beli jabatan ini hanya terjadi di pusat? lalu bagaimana dengan di daerah, di provinsi, kabupaten, dan kota, apakah praktek-praktek haram ini juga berkelinda.

Sulit kita untuk membantah jika praktek-praktek jual beli jabatan itu hanya terjadi di pusat dan tidak menjalar ke daerah. Obrolan warung kopi memang tidak bisa untuk dijadikan fakta bahwa jual beli jabatan ini juga terjadi di daerah.

Warung kopi adalah tempat berhimpunnya masyarakat dalam melepas lelah, ketika seharian mereka melakukan aktifitasnya. Pengunjung warung kopi bermacam ragam, mulai dari buruh bangunan, kuli, penarik becak, kontraktor, Aparatur Sipil Negara (ASN) rampok dan pecopet pun ada disana. Pendek kata warung kopi merupakan sumber berita, kendati pun sulit untuk mempertanggungjawabkan fakta dari berita warung kopi.

 Akan tetapi jika menarik benang merah dari obrolan warung kopi, kita dapat menangkap kesan bahwa jual beli jabatan ini seperti bak kata pepatah "bali tak Lombok" podo mawon (sama saja) dipusat dengan didaerah.

Untuk menjaring Kepala Dinas (Kadis) ditingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota, Kepala Daerahnya melakukan lelang jabatan. Dari lelang jabatan inilah akan ditemukan calon Kadis yang memiliki potensi dan kopetensi didalam bidang yang akan digelutinya.

Namun pada kenyataannya, lelang jabatan yang dilakukan itu hanya sekadar untuk memenuhi peraturan yang ada. Para calon Kadis sebelum masuk dalam daftar peserta lelang jabatan, telah terlebih dahulu melakukan loby kepada orang orang dekat kepala daerah. 

Dan hasilnya tentu sudah dapat ditebak, para calon Kadis yang telah menyetor kepada orang dekat kepala daerahlah yang nantinya akan lulus ujian kopentensi dalam lelang jabatan itu. Maka jadilah lelang jabatan itu hanya sekedar ecek ecek. (bukan sungguhan).

Memang tidak sebuah jabatan Kadis mempunyai nilai uang tebusan yang sama, melainkan harga jabatan itu berbeda beda. Dinas yang banyak uang masuknya akan dibandrol dengan harga yang lebih tinggi, dengan dinas yang minus uang masuknya. Belum lagi setoran setiap bulannya yang diberikan kepada keluarga, kerabat dan orang dekat kepala daerah.  

Dari mata rantai inilah yang kemudian menumbuhkan tunas-tunas cikal bakal terjadi nya korupsi. Karena pejabat yang menginginkan jabatan harus terlebih dahulu menyetorkan uang sebagai tebusan untuk membeli jabatan yang diinginkan.

Fakta Integritas:

Pengakuan untuk tidak melakukan korupsi yang ditanda tangani oleh para pejabat, yang tertuang didalam lembaran fakta integritas, ternyata hanya merupakan lip service, ibarat gincu hanya untuk pemerah bibir agar terlihat manis.

Tapi pada kenyataannya, banyak para pejabat itu yang menjadi pembohong terhadap dirinya sendiri. Dihadapan masyarakat disaksikan oleh para penegak hukum yang ditugasi oleh Undang Undang (UU) untuk melakukan pemberantasan korupsi, dan diliput serta disiarkan oleh media, baik media arus utama, media online dan televisi sang pejabat mengucapkan sumpah dan janjinya bahwa dia tidak akan melakukan korupsi dengan jabatannya yang ada.

Namun mirisnya, setelah usai acara penandatanganan fakta integritas, para pejabat itu melupakan sumpah dan janjinya. Malah para pejabat itu terperangkap dalam kasus korupsi yang merugikan rakyat dan Negara.

"Mana sumpahmu, mana janjimu, bahwa kau tidak akan korupsi", tapi nyatanya hanya gara gara ingin hidup mewah, kau rela melanggar sumpah dan batalkan janji. Kata Dedy Mangkulangit dalam salah satu bait lagunya Janji di Malam Minggu.

Lantas langkah langkah apa yang harus ditempuh oleh Negara agar para penjabat Negara, yang menerima gaji dari Negara, yang dihimpun dari uang rakyat agar tidak melakukan korupsi? Memang sulit untuk menjabarkannya.

Pemberantasan korupsi di tanah air, memang sudah dilakukan secara maksimal. Bahkan Negara telah menyiapkan tiga lembaga, yang ditugasi oleh UU untuk memberangus peraktek peraktek korupsi. Mulai dari Kepolisian, Kejaksaan sampai kepada KPK, tapi hasilnya belum maksimal. Para koruptor ditangkapi, tapi muncul koruptor koruptor yang lainnya. Patah Tumbuh Hilang Berganti.

Selagi para pejabat itu tidak memiliki keimanan, moral dan keteladanan, praktek peraktek korupsi akan tetap ada di Indonesia, sekalipun Negara menerapkan hukuman mati terhadap para koruptor seperti dinegara Cina, tidak akan mampu untuk meredam tindakan korupsi.

Jalan satu satunya adalah mempersiapkan kelahiran calon calon pemimimpin yang memiliki iman, moral dan keteladanan sedini mungkin. Negara Prancis saja untuk menciptakan kepemimpinan yang bersih harus melakukan revolusi sebanyak tiga kali. Dan tidak mungkin pula hal itu dilakukan di Indonesia. Semoga!

Tanjungbalai ,  7 April  2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun