Mohon tunggu...
Wisnu Darjono
Wisnu Darjono Mohon Tunggu... Presiden CSAS Indonesia ; Pembina Yayasan Dirgantara ; Dosen PPI Curug ; Pengamat Penerbangan, Masalah Sosial dan Kebijakan Publik

Hobi membaca dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan Penerbangan, masalah sosial maupun Kebijakan Publik, diskusi dan bertukar pikiran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Unggulan Tak Cukup, Karena Mendidik Anak Butuh Kolaborasi

24 Juli 2025   09:59 Diperbarui: 24 Juli 2025   10:15 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di tengah obsesi masyarakat terhadap sekolah favorit dan pondok ternama, muncul sebuah mitos yang makin mengakar: bahwa begitu anak masuk sekolah unggulan, maka tugas mendidik sudah tuntas. Orang tua tinggal "menyerahkan" dan menunggu hasilnya. 

Padahal, pendidikan bukan proses outsourcing. Ini adalah proyek kolaboratif antara rumah, sekolah, dan lingkungan.

Sekolah Bukan Satu-satunya Lokomotif

Sekolah dan pondok hanyalah salah satu bagian dari ekosistem pendidikan anak. Data dari Kementerian Pendidikan (2023) menyebutkan, anak hanya menghabiskan sekitar 6 jam sehari di sekolah---alias tak sampai 30% dari waktu aktifnya. Sisanya? Mereka berada di rumah, di lingkungan, dan---yang paling krusial---di dunia digital. 

Artinya, jika keluarga dan lingkungan tidak selaras dengan nilai-nilai yang diajarkan di sekolah, maka pendidikan akan timpang.

Misalnya, seorang anak diajarkan adab, etika, dan tanggung jawab di sekolah. Tapi jika di rumah ia melihat kekerasan verbal atau kebiasaan menyontek saat ujian, nilai-nilai tersebut akan luntur. Sekolah bisa menyemai benih, tapi tanahnya tetap milik rumah dan masyarakat.

Orang Tua: Pendidik Pertama dan Utama

Tidak ada guru sehebat ayah dan ibu yang penuh keteladanan. Nilai-nilai seperti kejujuran, kemandirian, tanggung jawab, dan empati tidak bisa hanya diajarkan lewat kurikulum. Ia ditularkan---melalui perilaku nyata yang konsisten dari orang tua.

Sayangnya, banyak orang tua yang terlalu sibuk atau merasa peran mendidik sudah cukup dengan membayar uang sekolah mahal. Bahkan, ada yang dengan bangga mengatakan, "Anak saya saya titipkan ke pondok terbaik." Padahal, tidak ada yang bisa menggantikan kasih sayang dan bimbingan langsung dari orang tua.

Lingkungan Sosial: Guru yang Tak Pernah Libur

Anak belajar bukan hanya di kelas, tetapi juga dari teman sebaya, konten media sosial, dan lingkungan sekitar. Bila sekolah mengajarkan toleransi, tapi lingkungan mengajarkan permusuhan; bila pondok mengajarkan kesederhanaan, tapi rumah memamerkan kemewahan---maka anak akan mengalami disonansi nilai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun