Mohon tunggu...
wiro naibaho
wiro naibaho Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Belajar menulis,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sistem Zonasi PPDB dan Pemerataan Kualitas Pendidikan

19 Juni 2019   21:12 Diperbarui: 20 Juni 2019   08:34 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendikbud, Muhadjir Effendi menyampaikan bahwa sistem zonasi dibuat untuk menghilangkan sekolah favorit dan tidak favorit (Tribunnews.com)

Seperti dilaporkan oleh Detik.com pada 14 Juni 2019 bahwa  di Jawa Tengah Pelaksanaan PPDB mendapatkan kritik dan protes dari masyarakat. Dengan alasan sistem zonasi ini, minim mengakomodasi siswa berprestasi.

Sehingga gubernur Ganjar Pranowo sampai memutuskan untuk mengambil sikap, dan menyarankan kepada Menteri Pendidikan untuk menaikkan persentasi jalur prestasi menjadi 20 persen. Mudah-mudahan saja saran pak Gubernur ini, telah melalui pertimbangan yang matang.

Namun tulisan ini, tidak bermaksud untuk menanggapi langkah pak Ganjar dalam memberikan masukan baru tentang pelaksanaan sistem PPDB. Tetapi sebagai contoh bahwa pro-kontra tentang pelaksanaan sistem zonasi yang dituangkan dalam Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 ini akan terjadi oleh beberapa faktor. 

Dan seperti yang Abang tuliskan sebelumnya, bahwa pendirian sekolah yang dulu-dulu bukan semata-mata untuk mendukung ide sistem zonasi yang dilaksanakan saat ini. Dan mungkin ide ini pun baru akhir-akhir ini pernah terpikirkan oleh pengambil kebijakan  di dunia pendidikan Indonesia.

Sistem zonasi, pemerataan kualitas pendidikan, dan hak  pendidikan 

Tentang adanya sekolah favorit terutama untuk sekolah negeri, bukan sekedar mitos. Tapi fakta yang hingga sekarang sebetulnya masih berlangsung. Baik di perkotaan maupun di daerah.

Ada sekolah tertentu yang siswanya adalah siswa-siswa yang terbaik di suatu daerah. Bahkan ada yang datang dari daerah lain. Jika prestasi dan nilainya memungkinkan maka bisa bersekolah di sekolah tersebut.  Dan alhasil, sekolah ini pun biasanya akan menghasilkan lulusan-lulusan terbaik. Mungkin saja indikatornya rata-rata nilai UN atau juga jumlah murid yang bisa lolos ke Perguruan Tinggi Negeri setiap tahunnya.  Sehingga sekolah ini akan menjadi "sekolah unggulan/ favorit".

Apakah ini menjadi masalah?. Mungkin bagi sebagian pihak, tidak. Tapi bagi sebagian pihak lagi, iya. Dalam kasus ini pemerintah adalah salah satu pihak yang memandang ini sebagai sebuah masalah. Harus dicari solusinya. 

Dan yang tidak kalah penting bahwa permasalahan ini pastinya sudah digodok sedemikian matang. Iya, tujuannya adalah untuk mengubah paradigma masyarakat dan calon siswa tentang sekolah unggulan tersebut. Supaya kedepannya, upaya pemerintah dalam menjamin keadilan pendidikan bagi setiap warga semakin terwujud. Dan juga dalam upaya pemerataan kualitas pendidikan di setiap daerah tentunya.

" Sekolah favorit" umumnya didominasi oleh siswa dari kalangan yang berekonomi menegah ke atas. Apakah fakta?. Bisa saja "iya" atau "tidak". Namun dalam pernyataan Menteri Pendidikan, Muhadjir Effendi, adanya indikasi, "iya". "Sekolah unggulan itu hanya identik dengan siswa yang pintar dan berekonomi menengah ke atas", Detik.com, 19 Juni 2019.

Sederhananya, keluarga dari ekonomi menengah ke atas mampu memberikan tambahan jam belajar kepada seorang anak. Dengan misi, meluluskan anak ke sekolah favorit yang diinginkan. Bahkan ada yang berani membayar "mahal" suatu pihak tertentu seperti guru private dan atau bimbingan belajar untuk mewujudkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun