Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Second)
Wira D. Purwalodra (Second) Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Banyak mimpi yang harus kujalani dengan perasaan syukur dan ikhlas. Mimpi-mimpi ini selalu bersemi dalam lubuk jiwa, dan menjadikan aku lebih hidup. Jika kelak aku terjaga dalam mimpi-mimpi ini, pertanda keberadaanku akan segera berakhir .... dariku Wira Dharmapanti Purwalodra, yang selalu menjaga agar mimpi-mimpi ini tetap indah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menjadi Manusia Didalam Organisasi

6 Januari 2015   16:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:43 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14205113261091520445

Oleh. Purwalodra

[caption id="attachment_388813" align="aligncenter" width="300" caption="Foto koleksi pribadi"][/caption]

Mencermati geliat dunia usaha saat ini, mungkin kita akan begitu kuatir dengan persaingan yang semakin hari semakin tidak terkendali. Banyak perusahaan berani mengambil resiko tinggi hanya untuk melakukan promosi dan ekspansi usahanya, tanpa memperhitungkan kemampuan sumberdaya manusia. Mereka berani membangun sarana-sarana fisik tanpa memperhitungkan manfaat dan kelangsungan hidup perusahaannya. Mereka hanya fokus pada usaha (komoditas) yang bisa dijual, tanpa berani membangun manusia dengan berbagai pendidikan dan latihan secara kontinyu. Perusahaan macam ini yang biasanya menganggap manusia sebagai faktor produksi, bukan sebagai asset orgnisasi. Perusahaan yang hanya fokus pada komoditas dan lupa mengembangkan manusia, biasanya perusahaan ini akan kehilangan tujuan utama organisasi itu, ketika pertama kali didirikan.

Pada hakekatnya, setiap organisasi di dunia ini memiliki dua mimpi, yakni tetap ada, dan berkembang, baik segi kualitas maupun kuantitas. Untuk membuat dua mimpi tersebut menjadi nyata, perlu banyak uang dikeluarkan, dan banyak usaha dilakukan. Namun, seringkali upaya tersebut, walaupun mulia, tidak fokus pada apa yang perlu dilakukan. Banyak organisasi lupa untuk menghayati satu hal yang amat penting, yang ada di dalam organisasi itu sendiri, yakni tujuan (purpose).

Tujuan adalah dasar bagi visi organisasi. Tujuan juga merupakan pedoman nilai untuk melaksanakan misi praktis organisasi di dalam rutinitasnya. Tujuan organisasi pula yang menjadi dasar dari kultur organisasi tersebut. Dan, kultur organisasi lahir dari organisasi yang memiliki tujuan jelas, karena tujuan adalah sesuatu yang membentuk kepercayaan individual dan norma-norma organisasi. (Baldoni, How to Instill Purpose, 2011)

Dengan tujuan yang jelas, dan dihayati, organisasi bisa melakukan hal-hal besar yang mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik. Dengan tujuan yang jelas dan dihayati, organisasi bisa tetap ada, walaupun jaman berubah, dan terus berkembang, baik dalam soal kualitas maupun kuantitas. Dengan adanya tujuan yang jelas dan dihayati bersama, organisasi bisa mencapai kesuksesan yang diharapkan.

Terkait dengan para pekerja, yang dianggap sebagai faktor produksi sekarang ini, sikap patuh buta atau taat perintah sebenarnya sudah tidak terlalu dibutuhkan. Setiap organisasi membutuhkan pekerja yang merasa terlibat dengan tujuan maupun visi organisasi tersebut. Mereka datang ke tempat kerja dengan semangat, dan memiliki tujuan yang jelas. Ini semua terjadi karena mereka merasa dihargai sebagai manusia yang memiliki peran penting dalam mewujudkan tujuan organisasi.

Di dalam dunia yang terus berubah, hanya ada satu norma yang pasti, yakni ketidakpastian itu sendiri. Baldoni menyebut ketidakpastian dunia ini sebagai ambiguitas hidup. Banyak juga orang yang memandang ketidakpastian hidup ini sebagai sesuatu yang negatif, yang harus dilenyapkan. Namun sayangnya sikap takut pada ketidakpastian justru bermuara pada keputusan-keputusan yang didasarkan pada pikiran sempit, dan tindakan-tindakan yang reaksioner, yang justru malah merusak organisasi itu sendiri.

Menurut Baldoni para pemimpin besar di dunia ini, baik pemimpin bisnis maupun politik, menjadikan ambiguitas hidup sebagai teman, bahkan sahabatnya. Dengan memeluk ambiguitas hidup, kita bisa melihat kemungkinan-kemungkinan baru yang tak terlihat sebelumnya, asal kita mau sabar dan cermat. Adanya tujuan organisasi yang jelas dan dihayati bersama juga membantu kita memeluk ketidakpastian, dan menangkap kemungkinan-kemungkinan yang muncul kemudian, yang pada akhirnya mengembangkan organisasi tersebut.

Sekarang ini banyak pula organisasi yang mengalami krisis kepemimpinan. Pimpinan hebat di masa lalu gagal melakukan regenerasi, sehingga ketika ia pergi, organisasi mengalami kesulitan dan krisis. Padahal untuk bisa bertahan melalui lintasan waktu dan perubahan jaman, organisasi membutuhkan kepemimpinan yang tangguh, yang berbasis pada nilai-nilai yang jelas dari tujuan organisasi yang jelas dan dihayati.

Maka dari itu investasi perlu dilakukan, yakni dalam konteks pengembangan sumber daya manusia untuk menemukan calon-calon pemimpin di masa depan. Bahkan orang-orang muda di dalam organisasi perlu diajak bekerja sama secara langsung dengan para pemimpin yang ada, supaya terjalin hubungan yang lebih dalam, sehingga proses transfer nilai, dan refleksi atasnya, bisa terjadi secara nyata. Lantas pertanyaannya, akankah muncul pemahaman akan investasi pada manusia dalam persaingan usaha yang hanya fokus pada keuntungan materiil semata, dimana manusia hanya sebatas faktor produksi ?!. Wallahu A'lamu Bishshawwab.

Bekasi, 06 Januari 2015.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun