Mohon tunggu...
Winaring Suryo
Winaring Suryo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berpetualang di Dunia "Queer" di Feminist Fest 2017

15 Desember 2017   10:06 Diperbarui: 15 Desember 2017   10:13 1274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.image-store.slidesharecdn.com

Banyak yang saya pelajari saat saya berperan sebagai panitia Feminist Fest 2017 lalu. Dengan saya mengikuti acara ini setidaknya membuka dunia saya yang sempit ini menjadi lebih luas dan berwarna.

Saya adalah LO panel diskusi hari pertama. Pada panel diskusi Kekerasan Berbasis Gender, mbak Mariana Amiruddin dari Komnas Perempuan menyadarkan saya bahwa bahkan perempuan yang bergamis dan berjilbab panjang tak lepas dari pelecehan seksual.

Pengalaman mbak Mariana Amiruddin diceritakan kembali, bahwa saat ia masih menggunakan gamis hitam panjang dan jilbab lebar ia tetap menjadi korban pelecehan seksual oleh tukang-tukang yang baru pulang nguli.

Bahkan mbak Mariana sempat berkelakar, "Bayangkan, saya dengan pakaian lebar gamis longgar seperti itu, mereka tahu letak pantat saya dan meremasnya!" ujarnya santai disambut derai tawa penonton. Tapi saya yakin saat itu dirinya tak bisa menanggapi dengan kelakar seperti sekarang.

Ketertarikan saya makin meningkat saat panel diskusi beralih ke Sanita Rini. Seorang gadis muda dengan pengalaman memesona. Sanita Rini membuka panel dengan memperkenalkan dirinya sebagai perawan tua. Mengapa perawan tua padahal dirinya masih berusia 22 tahun? Sanita dari desa Sanetan.

Desa Sanetan terletak di pelosok daerah Rembang, Jawa Tengah. Desa yang masih minim akses pendidikan bagi anak-anaknya. Akibat akses pendidikan begitupun dengan kesadaran mereka akan sekolah membuat tujuan hidup mereka menyempit dan menggampangkannya dengan menikah.

Maka tak heran disana anak-anak berusia 14 atau 15 banyak yang sudah menikah. Sanita sendiri pun sudah dijodohkan pada usia 13 tahun, tetapi Sanita menolak karena Sanita ingin sekolah. Kemudian saat Sanita berusia 15 tahun Sanita kembali dijodohkan tetapi Sanita kembali menolak, bahkan menantang dengan berkata, "Kalau Sanita menikah sekarang, Sanita tidak bisa membahagiakan Bapak dan Ibu. Izinkan Sanita sekolah sampai perguruan tinggi dan giliran Sanita nanti yang akan membahagiakan Bapak dan Ibu."

Dorongan Sanita untuk membebaskan anak2 perempuan di desanya dari pernikahan dini membuat Sanita aktif sebagai pengurus divisi advokasi di Lembaga Perlindungan Anak Rembang (LPAR).

Sanita juga aktif sebagai Vice President Youth Coalition For Girls, sebuah jejaring kaum perempuan yang mempromosikan hak anak perempuan. Dan di tahun 2014, Sanita terpilih sebagai Duta Muda Program YEE untuk diberangkatkan ke Belanda. Sanita adalah contoh anak perempuan yang lolos dari pernikahan dini dan sukses sebagai perempuan muda.

Pada hari kedua, ada banyak panel-panel diskusi yang menarik. Mari kita bahas satu persatu. Pada panel diskusi Feminisme Queer, dihadirkan 3 orang narasumber; lesbian dan salah satunya dari lembaga Arus Pelangi.

Saya sempat menanyakan sebuah pertanyaan, "Apakah homo dan lesbian itu menular?" Sebab yang saya tahu dua tahun lalu saat Amerika melegalkan pernikahan sesama jenis---yang itu loh tiba-tiba profile picture orang-orang pada berubah warna pelangi---di facebook ramai sekali cerita-cerita entah khayalan atau beneran mengenai kisah-kisah anak-anak yang tadinya normal tapi karena mengalami pelecehan seksual, orientasi seksualnya jadi menyimpang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun