Mohon tunggu...
Muhammad Azwi Al-Hakam
Muhammad Azwi Al-Hakam Mohon Tunggu... -

jajaka lombok

Selanjutnya

Tutup

Catatan

kebebasan adalah cobaan

11 Maret 2013   03:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:00 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEBEBASAN ADALAH COBAAN

Oleh: Muhammad Azwi

Banyak sekali orang yang disiksa Tuhan dengan berbagai anugrah, harta benda, emas, martabat, bahkan meskipun jiwanya telah bebas daari hal itu (Maulana Jalaluddin Rumi). Sekarang mari kita tengok apa yang ada di kanan dan kiri kita, depan dan di belakang kita!. Tidakkah kita menyaksikan betapa banyaknya orang yang sedang mendapat cobaan dan betapa banyaknya orang yang sedang tertimpa bencana? Lihatlah dan telusurilah, di setiap rumah pasti ada yang merintih, dan setiap pipi pasti pernah basah oleh air mata. Sungguh betapa banyaknya penderitaan yang terjadi, dan betapa banyak pula orang-orang yang sabar menghadapinya. Maka Kita bukan hanya satu –satunya orang yang mendapat cobaan.

Bahkan, mungkin saja penderitaan atau cobaan Kita tidak seberapa bila dibandingkan dengan cobaan orang lain. Berapa banyak di dunia ini orang yang terbaring sakit di atas ranjang selama bertahun-tahun dan hanya mampu membolak-balikkan badannya saja, lalu merintih kesakitan dan menjerit menahan nyeri, menahan rasa sakit yang sudah lama dideritanya. Berapa banyak orang yang dipenjara selama bertahun-tahun tanpa pernah dapat melihat cahaya matahari sekalipun, dan ia hanya mengenal jeruji-jeruji selnya. Berapa banyak orang tua yang harus kehilangan buah hatinya, baik yang masih belia dan cucunya, atau yang sudah remaja dan penuh harapan tiba-tiba diambil oleh Tuhan, betapa banyaknya yang sudah memiliki segalanya tiba-tiba harus berhadapan dengan yang namaya kanker, struk, dan stres. Banyak dan bervariasi cobaan di dunia ini!. Lalu kemana kita harus melangkah, menemukan yang selama ini menjadi impian kita “kebahagiaan”? perlu kita dengarkan apa yang dikatakan oleh filosofis modern abad ke 19
A. Schopenhauer yang menyatakan “kebanyakan orang disiksa oleh kekurangan, dan sejumlah kecil yang tidak disiksa oleh kekurangan terus-menerus disiksa oleh rasa bosan”. Memang Tuhan selalu adil, menciptakan segalanya dengan keseimbangan.

Kini, sudah tiba saatnya Kita untuk menyadari bahwasanya kehidupan di dunia ini merupakan penjara bagi orang-orang (mukmin) dan tempat kesusahan dan cobaan. Di pagi hari, istana-istana kehidupan penuh sesak dengan penguninya, namun menjelang senja istana-istana itu ambruk menjadi reruntuhan. Mugkin saat ini kekuatan kita masih prima, badan masih sehat, harta melimpah, dan keturunan banyak jumlahnya. Namun dalam hitungan hari, bahkan dalam hitungan detik pun, mungkin saja semuanya bisa berubah, jatuh miskin karena tertipu oleh sahabat atau kelauarga sendiri, kematian datang secara tiba tiba, perpisahan yang tak dapat di hindarkan, dan sakit yang tiba-tiba menyerang. Inilah mesterius kehidupan, satu langkah kedepan kaki ini melangkah kita tak tau apa yang akan terjadi.

Hidup sendiri, kematiaan, kehilangan orang yang kita cintai, masa tua dimana kulit-kulit sudah mengkriput, fisik yang prima dan gagah, kekayaan yang melimpah, dan jabatan yang tinggi, semuanya adalah cobaan! Lalu apa yang harus kita lakukan? Sebaiknya Kita mempersiapkan diri sebagaimana kesiapan seekor unta berpengalaman yang akan mengiringi tuannya menyeberangi padang sahara yang luas dan tandus. Tidak akan ada orang lain yang bisa mengantarkan kita kepada kebahagiaaan selain diri kita sendiri, kebahagiaan itu tidak berada pada istana yang megah, rupa yang tak ada cela, istri yang cantik, emas yang berlimpah, atau pada kendaraan yang mewah. Kebahagiaan itu ada didalam diri kita, “didalam hati”. Dialah singgasana yang telah terlupakan, tengoklah kebijaksanaan tertinggi dari Jalaluddin Rumi yang mengatakan “pahlawan-pahlawan kecil mengejar musuh mereka,sementara pahlawan-pahlawan besar menaklukkan diri mereka sendiri”. Mendapatkan harta sebanyak-sebanyaknya, mengejar kedudukan yang tinggi adalah aktifitas dari pahlawan-pahlawan kecil, mensyukuri apa yang telah kita dapatkan tanpa menjadikan diri kita egois adalah sikap dari pahlawan besar.

Sekarang, coba kita bandingkan penderitaan Kita dengan penderitaann orang-orang di sekitar Kita, dan orang-oarang sebelum Kita, niscaya Kita akan sadar bahwa Kita sebenarnya lebih beruntung di banding mereka jika kita benar-benar memahami semuanya. Semua dimensi kehidupan kita ada penderitaannya, karena manusia terlempar kedunia ini untuk diuji, menghadapi cobaan, siapa yang bersabar dan sadar akan semua ini adalah ujian semata adalah orang-orang yang beruntung, semntara mereka yang hanya bisa merintih dan mengeluh tanpa mau memahami semuanya adalah orang-orang yang tertindas atas dirinya sendiri. Bahkan Kita akan merasakan bahwa penderitaan Kita itu hanyalah duri-duri kecil yang tak ada artinya.

Maka panjatkan segalam puji kepada Allah atas semua kebaikan-Nya itu, Bersyukurlah kepada-Nya atas semua yang diberikan kepada Kita, bersabarlah atas semua yang di ambil-Nya, dan yakinilah kemuliaan Kita bersama orang-orang menderita di sekitar Kita, dan semuanya akan ada hikmahnya. Banyak suri tauladan Rasulullah SAW yang perlu Kita contohi; Syahdan, beliau pernah di lempar kotoran unta oleh orang-orang kafir Mekah, kedua kakinya dicederai dan wajahnya mereka lukai, di kepung dalam suatu kaum beberapa lama hingga beliau hanya dapat makan dedaunan apa adanya saja, di usir dari Mekah, di pukul gerahamnya hingga retak, dicemarkan kehormatan istrinya, tujuh puluh sahabat terbunuh, dan seorang putera serta sebagian besar puterinya meninggal dunia pada saat beliau sedang senang-senangnya membelai mereka. Bahkan, karena terlalu laparnya, beliau pernah mengikatkan batu di perutnya untuk menahan lapar. Beliau pernah pula di tuduh sebagai seorang penyair (bukan penyampai Wahyu Allah), dukun, orang gila dan pembohang. namun, Allah melindunginya dari semua itu. Dan semua hal tadi merupakan cobaan yang harus beliau hadapi dan penyucian jiwa yang tiada tara dan tandingaanya. Sebelum itu, Nabi Zakariya di bunuh kaumnya, Nabi Yahya dijagal, Nabi Musa diusir dan dikejar-kejar, dan Nabi Ibrahim di bakarhidup-hidup.

Cobaan-cobaan itu juga menimpa para khalifah dan pemimpin kita Umar RA dilumuri dengan darahnya sendiri, Utsman dibunuh diam-diam, dan Ali ditikam dari belakang. Dan masih banyak lagi para pemimpin kita yang harus juga menerima punggungnya menerima bekas cambukan, dijebloskan ke dalam penjara, dan juga dibuang ke negeri lain. Mari kita dengarkan dan pahami apa yang dikatakan dalam sebuah riwayat yang kurang lebih artinya:”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka di timpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan”.

Segala sesuatu yang hidup pasti akan merasakan yang namanya penderitaan, setiap manusia dimanapun pasti pernah menjatuhkan air mata, semua kita tak akan pernah terlepas dari penderitaan selama kita masih meyimpan kesombongan dalam diri kita. Dalam kearifan Zen telah mengatakan “penderitaan terjadi dalam hidup seseorang karena dia hidup dengan cara mencoba melawan hukkum alam”, kita semua menyadari bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini tidak kekal, semua akan binasa dalam waktu yang tak bisa diketahui oleh manusia, itulah kebenaran yang telah diajarkan oleh Tuhan yang disampaikan melalui kehendak alam, tapi sanyangnya kita sulit untuk menerima kehilangan hal-hal yang kita cintai, merasa tidak rela ketika benda-benda yang kita jaga dengan baik tiba-tiba rusak atau hancur dengan sendirinya. Kehidupan yang benar adalah hidup apa adanya, mensyukuri apa yang telah ada pada kita tanpa merasa memiliki, semuanya adalah milik Tuhan, kita hanyalah sebagai saksi atas apa yang telah diberikan kepada kita. Ketika kita memberi sesuatu kepada orang lain sebenarnya bukan kita yang memberi, kita hanyalah sebagai tangan perantara, sebagai saksi akan kebaikan Tuhan terhadap para mahluknya.

Lalu pantaskah kita akan menyombongkan diri sebagai manusia, untuk menyelamatkan diri dari sengatan seekor semutpun terkadang kita tak mampu. Tak ada yang terpenting dalam hidup ini kecuali mensyukuri apa yang telah diberikan kepada kita. Dizaman sekarang ini banyak sekali kebaikan yang menyerupai keburukan, seperti hemat padahal kikir, sabarpadahal malas, dan cinta padahal benci, semuanya ini sangat sulit sekali untuk kita bedakan. Tidak salah orang-orang bijksana lebih memilih mengasingkan diri daripada berada dikerumunan manusia-manusia yang serakah, saling menyerang, bahkan saling membunuh demi membela kepentingan diri semata. orang muslim yang bijaksana lebih memilih memasuki jalan sufi yang hidup sederhana, tanpa adanya beban yang semata-mata hanya ingin memasuki dunia khazanah Tuhan, saudara hindu dan budha lebih memimilih jalan meditasi dalam kehiningan kegelapan tanpa siapapun,tanpa bisingnya suara-suara, dan mengilangkan kata-kata “Aku” dan “kemelekatan terhadap dunia”.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun