Mohon tunggu...
Windi Uswatun Khasanah
Windi Uswatun Khasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pribadi

MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

[Opini] Ketakutan Para Penyintas Kekerasan Seksual pada Mahasiswa UMY. Semua Karena Stigma Masyarakat

19 Januari 2022   12:02 Diperbarui: 20 Januari 2022   15:28 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penyintas kekerasan seksual pada saat ini belum dilindungi dengan baik, terutama yang terjadi di lingkungan sekolah maupun kampus. Seringkali para penyintas kekerasan seksual mengalami kekhawatiran terhadap pandangan masyarakat apabila mereka berusaha untuk speak up. Kekerasan seksual bisa terjadi kepada semua gender hingga tidak memandang umur, namun saat ini kekerasan seksual terhadap perempuan tengah marak terjadi.

Hal tersebut tengah terjadi di lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Kasus ini diungkap melalui platform media sosial instagram oleh akun @dear_umycatcallers pada 31 Desember 2021, akun tersebut mempublikasikan kasus kekerasan seksual berupa pemerkosaan oleh salah satu aktivis demisioner BEM fakultas dan universitas. 

Dimana pada postingan pertama akun tersebut membeberkan bahwa pelaku yang berinisial MKA atau OCD meminta korban untuk melayani nafsu bejatnya, padahal pada saat itu korban tengah haid. Korban tentu saja menolak tindakan tersebut, namun akhirnya korban tidak berdaya, sehingga pemerkosaan pun tidak bisa dihindari. Kemudian menyusul korban kedua yang mengaku telah menjadi korban pemerkosaan oleh MKA, dimana korban mendapatkan perlakuan tidak senonoh dalam keadaan pingsan dikarenakan mengalami mabuk berat, sehingga ketika terjadi pemerkosaan korban tidak berdaya untuk melawan. Korban ketiga yang membeberkan kasusnya pun mengalami hal serupa, dimana korban merasa dibohongi oleh MKA hingga terjadi pemerkosaan di kontrakan MKA. 

Korban merupakan mahasiswa baru yang menjadi staff magang BEM fakultas, kemudian pelaku mengajak korban ke kontrakan yang mana korban beranggapan akan ada anggota BEM lainnya disana. Modal kepercayaan tersebut membawa korban dikondisi tidak bisa melawan. Dari ketiga keterangan yang dilaporkan oleh korban menunjukkan terjadi suatu keadaan yang disebut dengan Tonic Immobility (Ngefreeze) yang terjadi karena adanya respon tubuh terhadap situasi bahaya yang tidak terhindarkan. Hal tersebut biasanya terjadi pada para penyintas kekerasan seksual sehingga shock seketika yang membuat korban mengalami kelumpuhan sementara sehingga tidak berdaya merespon kondisi bahaya yang tengah terjadi.

Yang perlu digaris bawahi dalam kasus ini yakni pemerkosaan yang terjadi sudah cukup lama dari waktu pelaporan yang dilakukan oleh para korban. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya pelapor korban kedua dan ketiga yang mana perlu adanya dorongan. Anggapan lainnya yakni korban pertama berani untuk membeberkan kasus tersebut setelah banyaknya kasus serupa yang tengah terjadi di Indonesia terutama pada lingkungan kampus. Apalagi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah mengeluarkan Peraturan Mendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi sebagai bagian program Merdeka Belajar. Peraturan tersebut menjadi salah satu tameng yang dimiliki korban sehingga memberanikan diri untuk speak up. Kurun waktu yang cukup lama dalam proses pelaporan pun terjadi karena para korban mengkhawatirkan adanya stigma masyarakat yang nantinya akan menyoroti kasus kekerasan seksual pada mereka. Para korban takut terhadap komentar publik yang nantinya akan mencecar mereka mulai dari menghakimi hingga mengecam korban dengan banyak pertanyaan seperti, "Suka keluar malam pasti itu", "kenapa tidak mencoba melawan dan berteriak?", "pasti suka memakai pakaian terbuka", serta  masih banyak kalimat yang berniat untuk menyalahkan korban. Bahkan pertanyaan mengenai kenapa mereka tidak mencoba melawan telah terjawab bahwasanya mereka mengalami keadaan Tonic Immobility (Ngefreeze). Banyaknya pertanyaan tersebut pada akhirnya akan dimanfaatkan oleh pelaku agar terlepas dari proses hukum. Padahal kekerasan seksual terjadi karena hilangnya rasa hormat pelaku terhadap korban bahkan kepada sesama manusia. Dimana pelaku menormalisasikan perbuatan yang dilakukannya kepada orang lain.

Kekerasan seksual yang terjadi pada ketiga mahasiswi tersebut merupakan kekerasan seksual publik dimana kekerasan yang terjadi masih berada di lingkup kampus, fasilitas publik, dan sebagainya. Namun diranah publik termasuk masyarakat di dalamnya masih terjadi bias gender yang masih mengakar di dalam masyarakat. Peraturan-peraturan tidak mendasar masih menjadi hal yang dilakukan kepada semua orang terutama perempuan. Padahal korban  sudah mengalami banyak trauma hingga mengalami gangguan psikis, namun harus mengalami tindakan yang disebabkan oleh stigma masyarakat yang mana hal tersebut akan menambah beban korban. Pada dasarnya sebagai masyarakat seharusnya menjadi support system terhadap semua korban kekerasan seksual sehingga berbagai kasus yang terjadi dapat terungkap, sehingga  ke depannya lingkungan kampus hingga lingkungan masyarakat akan terbebas dari berbagai bentuk kekerasan seksual.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun