Mohon tunggu...
Windi Meilita
Windi Meilita Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Content Writer

Introvert muda yang senang menghabiskan waktu di kamar sambil scroll layar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu Penjual Gado-gado

7 Februari 2024   12:38 Diperbarui: 7 Februari 2024   13:11 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibu penjual gado-gado (instagram/dhwarih)

Seseorang yang namanya harus dirahasiakan pernah berkata, "Di dunia ini selalu ada dualitas untuk segala sesuatu. Kamu harus berani hidup tanpa mengkhawatirkan pandangan orang lain."

Kalimat itu selalu terngiang-ngiang tapi sangat sulit menerapkannnya untuk segala urusan. Bagaimana caranya hidup tanpa mengkhawatirkan pandangan orang lain? Aku ingin hidup seperti itu. Akhirnya, cara terbaik yang bisa kupertimbangkan adalah berusaha melatih diri menahan komentar apapun yang diberikan orang.

Setelah 3 bulan berlalu, pilihan tadi justru menjadikanku makhluk anti sosial yang lebih sering menghindari semua acara dan kegiatan sosial karena malas memaklumi komentar orang. Dan ujung-ujungnya gelar 'anak rumahan' melekat padaku. 

Sekarang aku bukan hanya kehilangan minat bersosial, aku juga kehilangan teman. Orang-orang yang dulu sering mengajak pergi setiap akhir pekan, sudah tidak ada lagi. Beberapa kali memang ada undangan nikah, tapi aku memilih titip kado atau titip doa saja. 

Kadang aku mengira keputusan menarik diri dari lingkungan sosial ini merupakan wujud dari pemahaman dualitas yang kucapai. Aku jadi nggak peduli gimana pandangan mereka ke aku, yang penting aku sudah ambil keputusan dan nyaman. 

Tapi, rasanya ada yang salah dengan situasi ini. Aku merasa kurang nyaman saat terlalu lama sendirian dan merasa kurang mampu kalau harus berinteraksi dengan orang lain setiap hari. Seperti ada yang kosong dan hampa, tapi sulit mendeskripsikannya.  Seperti terseret ke arus baru yang nggak berkaitan sama sekali dengan dualitas. 

Seseorang yang namanya harus disembunyikan itu ada jauh di seberang negeri. Pun, aku tidak mengenalnya, kata-kata itu hanya bagian dari cuitan yang pernah kubaca  di media sosial yang nggak sengaja lewat saat aku menghabiskan waktu untuk scroll layar. Aku ingin berdiskusi dengannya untuk menemukan makna dualitas yang sebenarnya dan hidup tanpa memikirkan pandangan orang lain. 

Tapi, dia ada di seberang negeri!

"Sendirian aja neng?" tanya Ibu penjual gado-gado yang warungnya masih sepi. Warung ini baru buka dua atau tiga hari yang lalu. Masih jarang orang yang mampir ke sini. 

"Iya bu, udah biasa juga" ujarku sambil menikmati suapan ke sekian. Gado-gado di warung ini lumayan enak. Ditambah lagi ada pilihan gorengan yang disiapkan di meja kasir, jadi bisa langsung pilih aneka gorengan yang ada untuk teman makan gado-gado. 
 
"Kalo bisa mah jangan sendirian neng, kamu perempuan. Bahaya perempuan pergi-pergi sendirian. Apalagi kamu nggak naik motor." Ibu itu diam sebentar melihat lalu lintas di depannya. "Ya, mau naik motor atau nggak, usahain jangan sendirian neng. Bahaya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun