Mohon tunggu...
Diana Wardani
Diana Wardani Mohon Tunggu... Administrasi - Sederhana

I Love You, Kangmas Matahariku. I love your sign and signature - I always be with you wherever you are, because we are one.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

The Frame

1 November 2014   20:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:56 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14148250992079530393

[caption id="attachment_332536" align="aligncenter" width="300" caption="Anggrek, salah satu bunga sebagai lambang pengendalian diri"][/caption]

Saat frame menyentuh sebuah foto, maka seketika itu juga foto di dalam frame itu menjadi terlindungi. Ia akan terlindungi dari debu, dari binatang bernama silver fish, dari kerusakan dini alias long life. Frame akan mempercantik foto. Ada ornamen, ada batas, ada ruang eksklusif bagi objek di dalam frame itu.

Seperti foto di dalam frame itu. Maukah kita tampak eksklusif di mataNya? Menjadi wayang special bagiNya, sama dengan kita mau berserah diri dibingkai dan dipercantik olehNya. Bingkai kehidupan ini bisa berwujud cobaan, pengorbanan, kegagalan, penderitaan hidup demi kebenaran, dan susah letih menghadapi ketidak adilan.

Seperti kisah Pandawa Lima di dalam kehidupannya; dibuang dan tetap tegar menerima segala bentuk ketidak adilan. Begitulah kebenaran. Seolah senantiasa bersahabat dengan ketidak adilan. Tampak bodoh, tampak salah, dan lemah tak berdaya di mata manusia, namun secara ilahiah, hal itu adalah jalan penempaan diri dan jiwa menuju pribadi istimewa di mataNya.

Bingkai dariNya menjadi terlepas, tergambar pada Hawa yang tidak kuat menahan nafsu manusiawinya ketika ular berbisik tentang keindahan semu dari buah terlarang itu; apabila Hawa memakannya.

Tergambar pula seperti Shinta ketika diberi garis batas oleh Rama, agar tidak melanggar garis itu.

Seperti Kadru, tidak sabar memecahkan telur.

Apa daya rasa. Dari sekian contoh, ternyata rasa manusiawi perempuan itu jauh lebih tinggi daripada lelaki, sehingga bingkai itu semakin samar terbentuk baginya.

Ketika terbujuk rayuan ular (setan) dan tidak sabar, maka suami mereka akhirnya akan ikut jatuh menemui kesusahan akibat lalai istri di dalam menjaga nafsunya.

Sama seperti terhadap pasangan, buatlah Ia tidak repot atas diri kita, namun biarkan Ia membentuk frame kesukaanNya bagi insan-insan ciptaan tercintaNya. Berserah diri seutuhnya ketika di-frameNya membuat Ia tersenyum bangga. Sehingga kebahagiaan dari tempat tinggi dapat terasakan, bagai air terjun membasahi sekujur tubuh.

Bermegahlah di dalam pengendalian diri, bukan bangga bermegah mengutamakan ego diri (diana)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun