Mohon tunggu...
Winbaktianur
Winbaktianur Mohon Tunggu... Dosen - UIN Imam Bonjol

Penikmat Wisata dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kenari, Saksi Sejarah Kota Mataram

2 Mei 2024   00:37 Diperbarui: 2 Mei 2024   00:40 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon Kenari berbuah lebat. Foto Koleksi pribadi

Kenari, Saksi Sejarah Kota Mataram

Oleh Winbaktianur

Email: winbaktianur1978@gmail.com

Sejak masa kuliah saya telah punya keinginan untuk menginjakkan kaki di pulau nan eksotis ini. Pulau yang sangat populer dengan keindahan pantai-pantainya, eloknya sembalun di kaki gunung Rinjani, kain tenun yang cantik, budaya suku sasak yang terjaga dengan baik, serta melambungnya nama pulau ini dengan hadirnya sirkuit Mandalika.

Hasrat itu terwujud beberapa waktu lalu. Sebenarnya bukan untuk pelesiran, tapi tepatnya untuk urusan pekerjaan. Di sela-sela mengikuti kegiatan ICCN (Indonesia Career Center Network) Summit, saya sempatkan sebisanya untuk menikmati kota nan elok ini. Selama 4 hari di kota Mataram Nusa Tenggara Barat, setiap hari saya melewati deretan pohon Kenari yang sedang berbuah lebat. Sejak awal kedatangan saya, dalam perjalanan dari Bandar Udara Zainuddin Abdul Madjid (sebagian masyarakat mengenalnya dengan nama Bandara Internasional Lombok) saya telah terpesona dengan deretan pohon Kenari yang berjejer rapi di beberapa ruas jalan.

Hari ketiga saya di kota ini, setelah shalat Subuh, bergegas menuju jalan Pejanggik. Saya sangat beruntung, karena hotel dimana saya menginap berada di jalan tersebut. Mataram masih diselimuti kabut pagi, ketika saya menyusuri ruas jalan ini. Jalanan masih sepi, hanya beberapa kendaraan yang melintas. 

Beberapa puluh meter berjalan, saya bertemu dengan Bu Muniah, pengumpul buah Kenari yang jatuh dari tangkainya. Tangan kirinya menenteng lampu baterai dan karung tempat buah Kenari. Menurut Muniah, setiap pagi jika cuaca bersahabat dia akan menelusuri beberapa ruas jalan untuk mengumpulkan buah Kenari, seperti jalan Pejanggik, jalan Langko, jalan Sriwijaya, dan jalan Amir Hamzah. 

Buah yang terkumpul kemudian dikupas dan dijemur, lalu dijual kepada pengepul langganannya dengan kisaran harga Rp 60.000-Rp65.000 perkilogramnya. Kenari muda berwarna hijau, dan berwarna coklat kehitaman saat matangnya. Kenari sejak dahulu dikenal sebagai ramuan obat-obatan dan masyarakat Mataram juga memanfaatkannya sebagai penambah rasa pada aneka kue kering.

Menilik sejarahnya, pohon kenari di kota ini menyimpan kisah yang panjang dan menarik. Tak heran, pohon-pohon kenari tua yang berdiri kokoh ini telah berusia ratusan tahun dan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda di Lombok.

Sejarah mencatat bahwa pada perang selama sekitar lima bulan pada tahun 1894, tentara kolonial Hindia Belanda berhasil menguasai Mataram dan mengakhiri kekuasaan Raja Anak Agung Gde Ngurah Karangasem. Belanda menyerbu Kota Mataram dan Cakranegara, termasuk puri raja, dengan puluhan butir peluru meriam yang ditembakkan dari Ampenan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun