Mohon tunggu...
Cawi Setiawan
Cawi Setiawan Mohon Tunggu... -

Sekedar rakyat biasa yang mencoba meluangkan waktu di sela-sela kerja free lance bidang bangunan dan kegiatan rutin keluarga dengan belajar nulis & ngeblog. Seorang pemerhati lingkungan, jebolan teknik arsitektur yang senang berkebun, lihat alam indah, dengar musik, nonton dan baca. Selain di Kompasiana nulis artikel tentang lingkungan di blog SAYANGI BUMI http://infosayangibumi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hutan Hilang Banjir dan Longsor Datang: Jangan Lupa Dukung 'Earth Hour'

26 Maret 2010   14:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:10 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Laju hilangnya hutan Indonesia dalam 50 tahun terakhir sungguh sangat mengkhawatirkan. Kerusakan sampai dengan hilangnya hutan terjadi karena penebangan liar (illegal logging), HPH yang kurang memperhatikan laju pertumbuhan pohon, kebakaran hutan serta alih fungsi hutan menjadi areal pemukiman dan perkebunan. Sebagai gambaran, sejak tahun 1996 laju hilangnya hutan kita mencapai 2 juta hektar per tahun atau seluas lebih dari 3 kali kota Jakarta atau jika dirata-rata mencapai 6 kali luas lapangan sepak bola per menitnya...!!! Sungguh sebuah angka fantastis dan mengerikan.

Oleh karenanya, tidaklah mengherankan jika pada puncak musim hujan kali ini, bencana banjir dan longsor terjadi di berbagai tempat di Indonesia, baik di Pulau Jawa, Sumatera mau pun Kalimantan.

Pada kasus banjir Karawang dan Bandung Selatan yang terus berulang, kerusakan dan hilang atau gundulnya hutan terlihat simultan mulai dari hulu sampai hilir pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, demikian juga dengan jaringan irigasi yang mengikutinya. Dengan kondisi alam seperti itu, dipastikan hutan tak mampu lagi menahan curah hujan tinggi dan memicu Bendungan Cirata, Saguling, dan Jatiluhur meluap serta membanjiri daerah hilir, seperti Karawang dan Bekasi.

Jika keadaan ini dibiarkan, kondisi ini akan mengancam ketahanan pangan Jawa Barat, salah satu lumbung padi nasional. Coba lihat, akibat banjir Citarum kali ini, sekitar 250 km atau 70 persen dari total 350 km jaringan irigasi di Jabar saat ini sudah tidak berfungsi. Akibatnya, saluran irigasi tidak optimal menyalurkan air dari sungai.

Kerusakan saluran pembuangan terparah terjadi di Kabupaten Bandung dan kawasan pertanian di pesisir utara Jabar, yaitu Karawang, Cirebon, hingga Indramayu, mencapai luasan 817 hektar dan tersebar di tujuh kecamatan, yakni Teluk Jambe Timur (180 ha), Karawang Barat (9 ha), Klari (5 ha), Ciampel (67 ha), Teluk Jambe Barat (130 ha), Batujaya (32 ha), dan Pakisjaya (342 ha). Usia padi 1-10 hari (persemaian) dan sekitar 50 ha usia 11-100 hari, hampir bisa dipastikan akan mengalami gagal panen.

Selain pertanian, banjir juga telah menghambat pergerakan roda ekonomi karena turut terendamnya sebagian sentra industri Baleendah Bandung dan pemukiman penduduk di sekitar 22.000 rumah pada 35 desa di 10 kecamatan yang terendam banjir di Karawang, Jawa Barat. Bencana Banjir Lumpur (galodo) dan tanah longsor juga dialami di Kabupaten Solok (16/3), Kabupaten Limapuluh Kota, Kota Payakumbuh, serta Kabupaten Tanah Datar pulau Sumatera. (Sumber berita: Kompas cetak tanggal 24-26/3 halaman 1)

Kerusakan lingkungan dan hutan hulu DAS menjadi faktor utama penyebab terjadinya banjir, selain itu faktor curah hujan di atas rata-rata selama beberapa hari karena cuaca ekstrim mengakibatkan air hujan kurang bisa diserap oleh tanah sekitar hulu DAS menjadikan tumpahan air hujan seperti digelontor langsung ke sungai dan waduk yang ada.

Tingginya curah hujan di kawasan Bandung dikuatkan oleh laporan yang disampaikan prakiraan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Sejak Februari hingga Maret, curah hujan lebat kerap terjadi, terutama pada sore hari, dan beberapa kali disertai dengan hujan es. Potensi hujan semacam ini masih bisa berlangsung sampai dengan akhir April 2010 ini, oleh karenanya tetap waspadalah...!.

Masalah cuaca ekstrim berupa hujan badai, angin puting beliung, tidak terlepas dari peristiwa Pemanasan Global (global warming) dan Perubahan Iklim (climate change) yang terjadi di Bumi kita, sekarang ini. Sehubungan dengan itu, tidak ada kata terlambat untuk menyelamatkan sisa hutan yang ada.

Ayo kita lakukan langkah-langkah kecil untuk mencegah pemanasan Global, seperti: melakukan penghijauan lingkungan mulai dari halaman rumah masing-masing, bijak menggunakan barang yang diolah dari kayu hutan seperti kertas, tissue dan sebagainya, gunakan kembali barang-barang (reuse), penghematan barang (reduce), daur ulang (recycle) dan yang tidak kalah pentingnya melakukan hemat BBM, hemat air dan hemat listrik.

Matikan listrik selama satu jam saat Earth Hour.

Berkaitan dengan hemat listrik, kita dukung kampanye global ‘Earth Hour' dengan cara mematikan listrik selama 1jam pada hari Sabtu 27 Maret 2010, mulai pukul 20.30 sampai dengan pukul 21.30.

Earth Hour ini merupakan kampanye World Wildlife Fund (WWF) yang dimulai pada tahun 2007 dan telah berhasil mengajak jutaan orang untuk berpartisipasi. Bahkan, pada tahun 2009 miliaran orang turut ambil bagian di 4.000 kota pada 88 negara di Bumi.

Kota Jakarta untuk kedua kalinya akan berpartisipasi dalam kampanye Earth Hour 2010. Gedung-gedung dan monumen khas Jakarta seperti Monumen Nasional dan Baiai Kota serta Bundaran Hotel Indonesia dan banyak gedung di kawasan segitiga emas tahun lalu sukarela memadamkan listrik dan akan padam lagi pada saat jam tersebut serta diharapkan bisa diikuti ke semua wilayah Jakarta.

Dan setelah Jakarta menjadi pelopor, acara Earth Hour diharapkan dapat diikuti secara massal oleh kota-kota besar lainnya di Indonesia. Pemerintah Kota Yogyakarta, Surabaya, dan Bali juga telah menyatakan dukungannya terhadap program penyelamatan lingkungan ini.

Jika Earth Hour 2009 menghasilkan penghematan listrik 50 megawatt, acara serupa yang disponsori WWF tahun ini ditargetkan dapat menghemat listrik 100 megawatt. Penghentian penggunaan listrik selama satu jam itu diperkirakan juga dapat mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) penyebab Pemanasan Global sebanyak 260 ton.

Ayo kita simak video kampanye Earth Hour 2010, yang dibuat WWF berikut ini, dan jangan lupa dukung dengan mematikan lampu selama 1 jam, yaa hanya 1 jam. Jika saudara kita di Bali bisa melaksanakan Hari Nyepi selama 1hari penuh tanpa listrik, kita pasti bisa melakukannya hanya 1 jam, demi kebaikan Bumi kita yang cuma satu ini.

 

Artikel ini juga dimuat di Blog SAYANGI BUMI, di sini.

Sumber berita: Kompas cetak

Sumber video: WWF You Tube, Informasi lengkap Earth Hour WWF ada di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun