Mohon tunggu...
Wilfried Raynard
Wilfried Raynard Mohon Tunggu... Jurnalis - hanya seorang Siswa SMA yang tak berdosa

membagikan pendapat dan pemikiran kaum milenial

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Krisis Kemanusiaan dan Mirisnya Peradilan

16 Mei 2019   21:55 Diperbarui: 16 Mei 2019   22:00 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

BAB II

PEMBAHASAN

Krisis manusia yang terjadi di Indonesia sangat beragam, dari warga yang anarkis, hingga warga yang dengan mudahnya kemakan dan mudah percaya kepada suatu tulisan yang dishare di sosial media tanpa jelas sumbernya dari mana, mereka cenderung lebih percaya kepada tulisan tersebut kepada omongan orang atau biasa kita sebut Hoax. Di Indonesia banyak masyarakat yang sikapnya masih terlalu anarkis dan tidak segan -- segan. Mereka mudah terpancing emosinya, dan kebanyakan di Indonesia otaknya bersumbu pendek, jadi bila ada masalah yang kecil saja mereka akan memanas dan langsung emosi sehingga terjadi pertikaian yang menjadi -- jadi, yang justru awalnya bisa desilesaikan dengan damai malah menjadi dibesar -- besarkan, bahkan dapat memicu kematian. Seperti halnya yang terjadi sekitar beberapa bulan yang lalu. Dimana ada pendukung tim unggulannya pada pertandingan sepak bola, yang saat pendukung di pihak B berada ditengah pendukung A yang sangat banyak yang ramai ditengah mengantri untuk memasuki lapangan. Pria pendukung tim B ini secara tiba -- tiba dikeroyok massa di sekitarnya. Ia dipukuli dan dihajar habis -- habisan hingga meninggal dunia hanya karena menyorakkan tim yang ia dukung ditengah -- tengah pendukung tim yang lainnya. Hanya segini kah rasa kemanusiaan yang ada pada masyarakat di Indonesia? Mereka bisa dengan tanpa segan menghajar habis -- habisan saudara mereka sendiri, sesama mereka sendiri, hanya untuk rasa solidaritas yang tanpa arti dan tak ada gunanya.

Kesenjangan di negara berkembang memang sangat terpaut jauh kesenjangannya. Di sekolahku saat SMP maupun di SMA juga memperhatikan kesenjangan sosial yang terjadi pada keluarga murid yang akan menanggung biaya anaknya untuk bersekolah, mereka akan mewawancarai dan menyurvei seberapa banyak harta kekayaan mereka dan mereka mampu membayar berapa untuk biaya sekolah anaknya. Yang memiliki harta berlebih maka biaya sekolahnya pun akan dinaikkan juga dari harga normal, dan yang berkekurangan akan diberi kemudahan dengan membayar kurang dari biaya normal. Sehingga uang yang dimiliki oleh keluarga yang memiliki harta berlebih secara tidak langsung digunakan untuk membiayai mereka yang kekurangan dan kesusahan dalam hal biaya. Dan murid yang biayanya lebih mahal atau lebih murah tidak dibedakan, dan kita memandang satu dengan yang lain itu sederajat dan sama, karena memang kita itu sama -- sama manusia. Walaupun perbedaan ada pada kita, baik dari segi ras, suku, agama.

Inilah yang dinamakan keadilan yang sesungguhnya. Dimana orang yang memiliki hal yang berlebih mampu membantu mereka yang berkekurangan, tidak semata -- mata semua orang harus dibebani hal yang sama, tidak peduli latar belakang mereka atau mampu tidaknya mereka dalam suatu hal. Karena ada yang bagi beberapa orang itu adalah hal yang sangat mudah, dan ada juga orang yang menganggap hal itu sangat amat sulit dan berat baginya, dalam hal ilmu misalnya, orang atau siswa yang unggul dalam hal akademik ada baiknya membantu mereka yang tidak begitu bagus akademiknya. Karena  semua orang itu unik dan mereka memiliki potensi dan kelebihan yang berbeda -- beda. Karena dalam hal materi pembelajaran kita harus bisa paham semua materi yang diberikan, tidak ada salahnya kita sesama manusia saling membantu dan saling melengkapi.

Ketidakadilan merupakan suatu hal yang tak asing dan bukan hal baru bagi kita warga atau masyarakat Indonesia. Saat era pemimpin kita Presiden Soeharto memang kita sebagai warga negara merasakan ketidakadilan yang secara masif terjadi. Tetapi itu semua telah berlalu, tetapi masih ada saja orang yang dengan mudahnya melakukan ketidakadilan. Korupsi sampai sekarang masih kerap terjadi. Dan penanganannya pun sudah dilakukan. Tetapi saat melihat berita yang ada rasanya seperti korupsi yang dilakukan oleh wakil pemerintahan ataupun pejabat dan yang lainnya tidak ada habisnya. Saya tidak paham bagaimana caranya agar tikus -- tikus rakyat ini dapat merasakan jera yang membuatnya berhenti untuk melakukan ketidakadilan yang bagi mereka tidak ada dampaknya. Tetapi bagi kita warga negara dan masyarakat Indonesia merasakan dampaknya. Dimana pajak yang kita bayar akan terbuang sia -- sia untuk masuk ke dompet para tikus menjijikan itu. Apakah mereka tidak ada rasa peduli dan belas kasihnya kepada rakyatnya yang sudah menjadikannya sebagai seorang pemimpin. Apakah perlu sanksi dipertegaskan dan diperbarui menjadi eksekusi atau tembak mati? Apakah harus seperti itu agar mereka bisa jera, mereka koruptor maupun calon -- calonnya. Ada juga koruptor yang bahkan walaupun sudah tertangkap masih melakukan tindak korupsi lagi. Sungguh mengherankan orang -- orang yang tidak ada kapoknya itu. Hanya demi keserakahan, mereka rela dipermalukan dan justru tetap melakukannya.

Koruptor di Indonesia selalu mengandalkan pengacaranya dan tenang akan lolos dan tidak di lanjuti lagi tindak pidananya. Bila mereka diliput mereka justru tersenyum, tetapi lihatlah di negara lain seperti di negara maju misalnya. Mereka malu karena hal yang ia lakukan dan mereka dengan sendirinya mengundurkan diri, di Indonesia tidak, mereka justru tetap tenang dan yakin semuanya tidak akan terjadi hal buruk yang parah akan menimpa mereka. Mungkinkah ini karena sanksi yang kurang berat bagi mereka? Menurut saya iya, mereka terlalu menggampangkan dan menganggap remeh sanksi yang diberikan oleh pengadilan dan hukum, sehingga mereka tak ada jeranya. Seharusnya bila mereka tak sadar -- sadar mungkin sanksinya seharusnya menjatuhkan karirnya dan langsung diberi julukan bahwa ia memang dulu seorang koruptor sehingga tidak ada lagi orang ataupun perusahaan lainnya untuk tempat ia bekerja dapat mempercayainya. Sehingga mereka pun tersadar dan akan memperbaiki diri, memang ini terlalu kejam, tapi bila tidak maka akan semakin banyak koruptor koruptor yang ada.

Banyak terjadi suap menyuap di negri kita ini. Dalam hal industri atau pertambangan misalnya, mereka tidak melakukan aturan yang telah diberikan, PLTU misalnya. Setelah saya mengamati video di YouTube yang berjudul "Sexy Killers" sungguh tidak adil bagi mereka yang hanya seorang petani yang sangat dirugikan dengan adanya pertambangan batu bara yang meninggalkan tidak lain hanya pergeseran tanah dan kerusakan alam. Dan seharusnya itu tidak diperbolehkan, mereka seharusnya menutup kembali kubangan yang telah mereka gali, tapi nyatanya tidak. Warga sekitar yang protes pun justru ditangkap oleh polisi yang menjaganya yang sudah di bayar oleh pihak perusahaan tersebut, dan sebagian besar pemilik perusahaan tersebut merupakan anggota pemerintahan. Pemerintahan saja bisa tidak peduli dan membiarkan alam di negri kita Indonesia dirusak hanya karena mereka dibayar. Mereka dibayar maka mereka akan patuh pada yang membayar (secara kasarnya). Orang -- orang yang juga tidak mau rumahnya pindah untuk pertambangan pun malah justru di tindak di pengadilan yang menghasilkan kalau mereka justru akan dipenjara. Sungguh konyol sistem pemerintahan kita. Saat masyarakat tidak tahan lagi dan memilih untuk demo, tidak ada tindak lanjut dari pemerintahan. Ada juga yang karena bekas tambangan yang sudah digali mengakibatkan jatuhnya korban. Saat presiden dan calon presiden ditanyai saat debat capres --cawapres keduanya saling setuju. Dan salah satu mengatakan bahwa pemerintah daerah yang akan mengurusnya. Saat pemerintah daerah ditanyai tentang jatuhnya korban tersebut, jawabannya sungguh mengecewakan, ia hanya merasa kasihan dan turut perihatin dan menganggap kalau korban yang berjatuhan karena sudah nasib hidup dan mati yang diatur oleh Tuhan, tanpa ada upaya untuk pencegahan. Mana ada keadilan di mana orang -- orang pemerintah dapat menyuarakan pendapat mereka dengan bebas dan pasti di dengar, sedangkan suara rakyat mereka sendiri mereka abaikan dan acuhkan. Demokrasi macam apa ini?

BAB III

PENUTUP

  • Refleksi
  • Setelah saya membuat makalah ini, pemikiran saya menjadi lebih terbuka. Dan karena saya sangat amat jarang membahas ini, pemikiran yang selama ini terpendam tiba -- tiba semuanya menjadi keluar hingga tertumpah -- tumpah. Saya mengetik makalah ini semua berdasarkan ide, pemikiran, dan pendapat saya secara pribadi. Seperti yang sudah saya katakan di awal, dimana di sekolah saya diajarkan 4C, Compassion, Commitment, Conscience, dan Competent. Keempat semua itu saling melengkapi seperti halnya Pancasila. Dalam membentuk ideologi, sekolah saya pun juga memiliki ideologi sebagai pedoman untuk menjalani hidup. Di negri tanah abang ini rasa kepedulian / compassionnya masih sangat kurang, bayangkan saja, bahkan ada orang yang dengan tanpa segan -- segan membunuh orang lain yang merupakan sesamanya di depan umum. Dan di sekitaran mereka juga orang -- orang hanya menonton seperti halnya pertunjukan. Bahkan ada juga yang hanya merekam. Di mana rasa kepedulian orang Indonesia ini sendiri, ketika orang lain yang jelas -- jelas di depan mata telanjang banyak sekali orang mengalami kesusahan justru dibiarkan hingga nyawanya pun melayang.

  • Pemerintah kita sendiri pun juga sulit untuk berkomitmen, dalam hal yang sangat sederhana, janji -- janji yang mereka ucapkan bila mereka terpilih menjadi pemimpin hanya mereka ucapkan hanya untuk menarik perhatian masyarakat agar memilihnya. Mereka hanya memberikan janji -- janji manis yang tak kunjung kita dapatkan. Memang ada yang sudah berkomitmen untuk melaksanakan janji -- janjinya. Tetpi, banyak sekali janji -- janji yang sekedar mereka ucapkan tanpa berkomitmen untuk mewujudkan.

  • Hati nurani / Consciense warga negara Indonesia masih perlu diasah dan dikembangkan lagi. Agar mereka dapat dengan benar memilih mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus dilakukan mana yang tidak. Tidak hanya warganya saja pemerintah yang seharusnya mengatur negara pun ada yang belum bisa menggunakan dengan baik hati nuraninya dalam hal mengambil keputusan.
  • Negara kita merupakan negara berkembang, belum negara maju, banyak negara -- negara tetangga yang tak ingin negara kita menjadi negara maju, karena Indonesia itu kaya dan mereka akan takut apa yang terjadi pada mereka negara -- negara tetangga yang berdekatan terutama bila kita negara yang kaya ini akan menjadi negara maju dan semakin kaya. Kompetisi yang terjadi di sini memang bisa dibilang tidak adil. Dari faktor eksternal maupun internal banyak yang justru menjatuhkan negara kita ini.

1.2 Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun