Mohon tunggu...
Willi Andy
Willi Andy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup dengan cinta dan kasih sayang

Berjuang dengan sungguh-sungguh tanpa lelah dan penuh perhatian

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengalaman sebagai Siswa dengan PR yang Nyaris Tiada Habisnya dan 10 Manfaat PR

28 Oktober 2022   03:59 Diperbarui: 28 Oktober 2022   21:28 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak-anak yang sedang mengerjakan PR. | Sumber: Unsplash.com 

Seperti yang kita ketahui dari pernyataan Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi yang meminta sekolah untuk tidak membebani PR terhadap siswa.

Menurutnya, PR jangan sampai membebani anak-anak. Kendati demikian, ia mengganti PR untuk kegiatan pembentukan dan pertumbuhan karakter para siswa.

Namun jika sampai ada PR untuk para siswa, ia menghimbau sekolah agar PR yang diberikan jangan terlalu berat dan terlalu banyak. Jadi dari sini PR sekolah masih bisa diberikan, namun porsi dan bobotnya dikurangi.

Pernyataan tegas dari Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi tentang hal itu juga ditegaskan kembali oleh Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya Yusuf Masruh. Ia mengatakan keseriusan pihaknya untuk mengurangi beban siswa.

Menurutnya, ada tambahan dua jam ekstra di sekolah dari pukul 12.00 WIB sampai pukul 14.00 WIB. Dua jam ekstra tersebut dinilai sangat efektif bagi siswa untuk mengembangkan bakat setiap siswa.


Itulah pernyataan ringkas dari apa yang dipertegas oleh Pak Eri Cahyadi dan Pak Yusuf Masruh perihal meniadakan PR bagi siswa. Mereka mengganti PR dengan program pembentukan karakter siswa agar mereka lebih aktif, mandiri, dan berani memberikan pendapat untuk menciptakan rencana pengetahuan siswa.

Bisa jadi nantinya program tersebut akan memunculkan sumber daya manusia yang berkarakter aktif, independen, terbuka, memiliki visi dan misi hidup yang lebih terarah.

Kendati demikian, pada penulis dan para orangtua yang sempat bersekolah, pastinya pernah dan sering dibebankan PR oleh guru dan sekolah.

Jika kita lihat ke belakang pada zaman generasi-generasi sebelum ini, lamanya jam sekolah sangatlah minim. Katakanlah masuk sekolah pukul 07.00 pagi sampai 12.00 siang. Hanya kisaran lima jam di sekolah.

Dari lima jam tersebut, sudah layak para siswa mendapatkan PR. Penulis ingat sekali khususnya sewaktu masih duduk di  SD dan SMP, PR rasanya tidak pernah selesai. Selalu saja ada setiap harinya sesudah selesai pulang sekolah.

Namun sejak masuk SMU, jam sekolah diperpanjang sampai pukul 14.30 siang. Dan dua jam setengah itu tidak ada yang namanya ekstrakurikuler untuk pembentukan karakter atau bakat. Dua jam setengah hanyalah diisi oleh mata pelajaran lainnya yang umum. Tapi memang PR hampir tidak pernah ada sejak saat itu.

Dan terus terang, penulis pada saat itu sangat rindu untuk diberikan PR sebagai tugas yang harus dikerjakan dan diselesaikan di rumah. Ekstra dua jam setengah di sekolah sebenarnya merupakan beban bagi penulis dan penulis yakin bahwa semua siswa juga merasakan hal tersebut saat itu.

Penulis saat itu kangen untuk  mengerjakan PR di rumah yang suasananya jauh dari keramaian kelas.

Dari PR itulah, penulis belajar berbagai hal seperti:

1. Manajemen waktu.

Penulis belajar mengatur waktu kapan harus mulai mengerjakan PR dan kapan harus selesai. Mungkin kita saat itu tidak sadar bahwa kita sedang belajar untuk mengatur waktu. Yah ini satu poin yang penulis dapati dari PR.

2. Mana yang lebih penting.

Penulis belajar untuk memprioritaskan hal-hal yang paling utama untuk dikerjakan. Dari banyaknya PR, penulis menyortir mana yang deadline nya lebih awal, bisa ditunda satu hari, dan seterusnya.

Dari sana penulis memprioritaskan yang harus selesai dahulu. Meskipun awalnya agak rumit, tapi inilah yang akhirnya dipelajari dan didapati dari PR.

3. Menentukan seberapa paham pelajaran di kelas.

Penulis bukanlah murid yang terpandai di kelas. Meskipun menyimak guru ketika memberi penjelasan, kadang-kadang tidak langsung dipahami. Nah PR yang diberikan oleh guru akan menjadi titik tolak ukur bagi penulis dalam hal seberapa pahamnya pelajaran yang baru saja diberikan di kelas.

4. Belajar menyelesaikan masalah.

Khususnya pelajaran matematika atau pelajaran apa saja yang membutuhkan keterampilan untuk mencari solusi dari suatu permasalahan. Penulis banyak belajar melalui pengamatan sewaktu mengerjakan PR, ternyata ada banyak cara dan jalan untuk menyelesaikan suatu masalah.

5. Kesempatan untuk meninjau ulang pelajaran.

Melalui PR yang diberikan, penulis mendapatkan banyak kesempatan untuk meninjau ulang pelajaran yang baru saja diberikan di kelas. Penulis membaca dan belajar ulang melalui PR. Di sinilah letak kesempatan peninjauan ulang agar lebih memahami materi pelajaran.

6. Orangtua memiliki kesempatan untuk melihat pelajaran apa yang anaknya dapati di kelas.

Ibu penulis sangat rajin untuk memeriksa apa sih yang sebenarnya sekolah berikan untuk anaknya di kelas. Terkadang ibu penulis tidak setuju kalau pelajaran yang diberikan sangatlah banyak dan berat. Tapi kalau cocok dan bermanfaat, ibu penulis akan mendukung penulis untuk belajar lebih giat dan lebih sabar.

7. Tanggung jawab.

Penulis awalnya tidak begitu peduli dengan tanggung jawab. Tapi melalui PR yang diberikan, lambat laun penulis belajar apa yang namanya tanggung jawab sebagai bagian penting dari pengembangan dan proses pendidikan penulis sendiri.

8. Belajar melakukan hal bermanfaat.

Meskipun PR nampaknya tidak menyenangkan bagi penulis dan siswa lainnya, tetapi PR merupakan hal yang tidak bisa ditinggalkan. Penulis belajar untuk lebih memilih mengerjakan PR yang dinilai lebih bermanfaat daripada kegiatan lainnya yang kurang bermanfaat meskipun menyenangkan untuk dilakukan. Hal ini sangat terasa ketika penulis mendapatkan manfaat besar dari PR setelah lulus sekolah.

9. Belajar mandiri.

Loh kok bisa?, yah dari PR kita banyak belajar untuk lebih mandiri. Kita tidak bisa selalu meminta orangtua untuk membantu setiap saat, karena orangtua kita memiliki kesibukan, kewajiban, dan tanggung jawab sendiri. Mau gak mau PR harus dikerjakan sendiri. Dari sinilah penulis merasakan bahwa PR mengajarkan kita untuk lebih mandiri.

10. Melatih siswa untuk lebih sabar dan bersemangat.

Banyaknya PR yang diberikan oleh guru atau pihak sekolah hampir membuat penulis menangis karena PR yang dikerjakan sepertinya tidak mungkin terselesaikan. Belum lagi waktu sudah larut malam. Bagaimana dengan esok harinya di kelas jika PR tidak selesai. Inilah yang didapati oleh penulis untuk selalu bersemangat, pantang menyerah ketika mengerjakan PR.

Selain itu juga belajar lebih sabar, sabar menahan segala perasaan dan tekanan dari rumitnya PR. Penulis merasa bersyukur sekali ketika sudah lulus dari sekolah yang artinya sudah bebas dari PR. Tapi ternyata hidup ini selalu saja ada PR.


Nah sebenarnya peranan PR sangatlah bermanfaat dan sudah menjadi suatu tradisi dari zaman ke zaman. PR menciptakan pribadi siswa yang tangguh dan mandiri.

Asalkan PR tidak dibebani terlalu banyak dan berat seperti yang dijanjikan oleh Pak Yusuf Masruh, seharusnya tidak menjadi kendala apalagi diganti extrakulikuler yang bertujuan untuk pengembangan karakter dan bakat siswa yang terpendam untuk muncul dan terarah.

****

Penulis: Willi Andy untuk Kompasiana.
Oktober 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun