"Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat"..
Dan diatur dalam Pasal 28F yaitu:Â
"Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia"..
Pasal 28, 28 E dan 28F menjadi payung konstitusi bagi setiap warga negara di republik ini, termasuk hak konstitusi Warga Negara di Tanah Papua (Papua dan Papua Barat) untuk tidak memperoleh "perlakuan diskriminatif" terhadap hak mengakses informasi dan jaringan melalui internet..
Tindakan kekuasaan "di Jakarta", yang memutus akses jaringan internet publik ini, justru "berpotensi" dapat disalahgunakan di kemudian hari untuk membatasi, memutus ruang informasi publik, ketika kritik dan koreksi publik kepada kekuasaan dipandang membahayakan/tidak menguntungkan kekuasaan..
Presiden dan pejabat Kementerian disumpah atas dasar konstitusi negara, yang juga wajib melindungi "kebebasan masyarakat sipil/publik" untuk dapat mengakses jaringan internet publik, yang dijamin oleh konstitusi negara..
Akses terhadap jaringan internet publik, merupakan elemen dasar kehidupan demokrasi, yang tidak boleh di interupsi oleh "kepentingan kekuasaan manapun" di republik Pancasila..
Sesuai diktum PTUN Jakarta, yang menghukum bersalah Presiden dan Pejabat Menkominfo, terkait perbuatan melawan hukum, memutus akses jaringan internet publik di Tanah Papua, agar dilaksanakan secara patuh, sesuai prinsip negara hukum (reechtaat) Pasal 1 ayat 3 UUD 1945..
PTUN memerintahkan kepada Presiden dan Pejabat Menkominfo untuk tidak lagi mengulangi perbuatan yang melecehkan "kebebasan rakyat mengakses informasi melalui jaringan internet"..
Kami sebagai representasi politik rakyat di Tanah Papua, juga menagih janji permintaan maaf sesuai diktum PTUN Jakarta, yang memerintahkan kepada Presiden dan Pejabat Menkominfo untuk meminta maaf kepada rakyat Papua, ras melanesia, yang telah secara sewenang-wenang membatasi akses informasi masyarakat selama dua bulan (Agustus - September 2019).
Sehingga perjuangan dan tuntutan atas rasisme yang menimpa Mahasiswa Papua di berbagai tempat studi, yang terus berulang diberbagai event kegiatan, justru tidak memperoleh kepastian hukum dan keadilan, hingga saat ini.. Yang justru terjadi para pejuang HAM (antirasisme) di Jakarta yang dikenal sebagai The Six Jakarta, justru sempat mendekam dan di jebloskan kedalam jeruji penjara (sebagai pelaku kejahatan makar)..Â