Mohon tunggu...
Willem Hans Wakim
Willem Hans Wakim Mohon Tunggu... -

nguli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bijak Mencermati dan Mencerna Tulisan di Kompasiana

24 Februari 2011   02:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:19 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sembari menikmati sarapan saya, saya pun membuka-buka Kompasiana untuk menikmati postingan-postingan yang dilayangkan oleh para Kompasioner. Begitu banyak tulisan terpampang di laman ini. Dari satu tulisan ke tulisan lain mata saya berpindah. Ya, hitung-hitung saya bisa menambah pengetahuan, mendapat informasi, dan mempelajari nilai-nilai hidup dari pengalaman rekan-rekan Kompasioner yang lain. Jadi, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampau. Sembari menikmati sarapan (fisik), saya juga menikmati sarapan (psikis/intelek).

Ketika membaca sebuah postingan di Kompasiana, pikiran saya menjadi sedikit terganggu. Ada sebuah tulisan seorang Kompasioner yang, menurut saya, ahistoris, tidak sesuai kenyataan sejarah. Juga, sebagian dari konsep-konsep yang diulas dalam tulisan itu tidaklah demikian seperti itu. Kalau pembaca yang tidak mempunyai bekal pengetahuan mengenai materi yang ditulis dalam tulisan ini, bisa tersesat oleh informasi yang diberikan. Tersesat dalam pengertian pikiran kita digiring ke pengertian yang salah, informasi yang salah. Ketika membaca tulisan ini, otomatis dalam pikiran saya muncul pertanyaan, “Ah???? Begitu???” “Wah, asal nulis, nih, kawan ini”.

Sebenarnya, kalaulah tulisan ini jenis tulisan yang mengungkapkan pengalaman dan rasa hati, semisal puisi, cerpen, dan sejenisnya, tak menjadi soal kalau penulisnya asal menulis. Oleh karena genre ini adalah genre perasaan, menurut saya.Dengan begitu, ia (penulis ini) tak perlu terlalu dipusingkan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, apakah memang demikian sejarahnya (jadi, mestinya paling tidak ia harus riset kecil-kecilan, minimal membaca buku atau sumber lain yang dapat dipercaya mengenai materi yang ditulisnya; atau memang dia punya pengetahuan yang lumayan sehingga berkapasitas mengatakan atau menulis demikian); apakah memang demikian pengertian dari konsep ini atau itu? (juga perlu membaca buku atau sumber-sumber yang bisa dipercaya terkait dengan ini, atau ia punya bekal pengetahuan sebelumnya).

Saya langsung ingin menanggapi tulisan ini; ingin memberikan komentar. Baru menulis satu dua kalimat, saya berpikir ulang. Tak jadi saya lanjut menulis komentar. Saya berpikir, “Ah, sudahlah. Biarkan saja. Nanti menimbulkan debat yang panjang. Bagus kalau orangnya berpikiran terbuka, dan punya basic pengetahuan mengenai apa yang ditulis, kalau nggak, hanya debat kusir dan ujung-ujungnya tak baik. Jadi, mengutip Bondan, ‘ya sudahlah’”. Lagi pula, saya menghormati kebebasan berpendapat, menulis, sang rekan ini.

Terlepas dari sebagian isi tulisan tersebut yang mengganggu saya dan sebagian isinya bukan seperti yang dikemukakan oleh rekan Kompasioner ini, tulisan ini memberikan saya satu pelajaran: BIJAK MENCERMATI DAN MENCERNA TULISAN DI KOMPASIANA. Kita perlu seperti ini karena begitu banyak informasi dan pengetahuan yang bisa kita dapatkan di Kompasiana, dan kalau kita tidak bisa menyaringnya dengan baik, memilah-milah mana yang benar dan baik, dan mana yang tidak, kita bisa bingung dan tersesat sendiri. Kita bisa menimbulkan trouble bagi diri sendiri dan orang lain. Then, jadilah bijak ber-Kompasiana.

Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun