Pembaca yang budiman. Barangkali Anda pernah mendengar nama besar Gadamer. Lebih lengkapnya Hans-Georg Gadamer. Dalam tradisi hermeneutika (aliran filsafat yang mempelajari hakikat memahami sesuatu atau menafsirkan teks), Gadamer hadir dengan pandangannya yang menekankan pada proses penafsiran yang tidak bebas dari pengaruh sejarah dan "pra-pemahaman" (prejudice) penafsir. Menurutnya setiap penafsiran melibatkan "peleburan horison", yaitu pertemuan antara horison penafsir (pendapat dan pengalaman pribadi) dengan horison teks yang ditafsirkan.
Untuk lebih memahami pandangan Gadamer tentang hermeneutika, berikut ini disajikan sebuah monolog imajinatif Hans-Georg Gadamer, ditulis dengan gaya reflektif dan filosofis, sebagaimana pemikirannya dalam Truth and Method. Dalam monolog ini, Gadamer membahas hakikat hermeneutika, pentingnya tradisi, bahasa, dan dialog, serta konsep kuncinya: fusi cakrawala (Horizontverschmelzung).
Monolog Hans-Georg Gadamer: “Kebenaran Terjadi dalam Dialog”
(Panggung sederhana. Kursi kayu, sebuah meja dengan buku Truth and Method terbuka, dan cahaya hangat menyinari seorang pria tua _ Hans-Georg Gadamer. Ia duduk, tenang, lalu mulai berbicara pelan, seolah berbincang dengan sahabat lama.)
Apa itu pemahaman?
Sejak dulu manusia bertanya, bagaimana caranya mengerti teks, sejarah, atau bahkan sesama. Tapi menurutku… kita telah terlalu lama memperlakukan pemahaman seperti ilmu pasti—seolah ada metode tunggal, rumus ajaib, untuk mencapai kebenaran.
Namun, kebenaran tidak selalu tunduk pada metode. Ia tidak selalu muncul dari eksperimen atau analisis statistik. Ada kebenaran yang muncul secara halus—dalam percakapan, dalam perjumpaan antar manusia, dalam hubungan kita dengan masa lalu.
Hermeneutika, bagiku, bukan sekadar metode penafsiran. Ia adalah pengalaman. Sebuah peristiwa yang terjadi dalam ruang dialog—antara aku dan teks, antara kini dan masa lalu, antara yang mengatakan dan yang mendengarkan.
(ia bangkit perlahan, berjalan pelan di atas panggung)
Aku menyebutnya fusi cakrawala. Horizontverschmelzung. Setiap orang memiliki "cakrawala" yakni batas pandangnya, yang dibentuk oleh bahasa, sejarah, budaya, dan pengalaman. Maka ketika kita menafsirkan sesuatu -sebuah teks, misalnya-kita sedang mempertemukan dua cakrawala: cakrawala masa kini dan cakrawala masa lalu.