Mohon tunggu...
P. Vinsen Sarah
P. Vinsen Sarah Mohon Tunggu... Pemuka Agama - “Menulis adalah belajar menangkap momen kehidupan dalam penghayatan

Kalau tak bisa jadi pena, jadilah pensil untuk merangkai kisah dan jejak hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekadar Kesanku buat Indonesiaku Kini

11 Mei 2021   17:44 Diperbarui: 11 Mei 2021   18:05 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Kesan saya melihat situasi Indonesiaku saat ini 'campur aduk urusan sekitar masalah agama, hukum dan politik'. 

Bagaimana tidak? Agama yang seharusnya mengajarkan jalan Tuhan bagi manusia menuju kebaikan, kebenaran, kedamaian, kesatuan dan persatuan, justeru  menjadi ajang saling melecehkan, saling memfitnah, saling mengejek dan seterusnya. 

Nilai-nilai luhur keagamaan justeru tertelan egoisme dan kebenaran subyektif-sugestif seseorang atau sekelompok orang yang menganggap diri dan atau dianggap tokoh. Akibatnya kebenaran dan kebaikan bukan lagi dilihat sebagai obyektfitas universal tapi subyektifitas personal atau kelompok yang nanti berujung pada ekstremis-ekstrimis agama yang tak jelas dan tak mengerti apa nilai luhur universal yang diboyong agama. 

Implikasi lanjutnya, agama seolah tidak mampu 'menjustice' kebenaran paling tinggi karena menyuarakan suara Allah, tetapi masalah agama malah diadukan dan mencari kebenaran pada hukum sipil-hukum negara. 

Inilah bagi saya 'kedangkalan refleksi' hidup keberimanan bahwa bukan lagi kuasa Allah melalui Agama yang diandalkan, tapi kuasa manusia melalui hukum sipil-hukum negara sebagai penentu kebenaran mutlak-substasional. Jadi Manusia tidak tunduk lagi kepada Allah, tapi Allah tunduk kepada manusia. Gila' kan!? Kalau begini, apa yang harus kita buat? 

Sebaiknya pulangkan ketiga komponen ini pada jalurnya yang tepat.

1). Kalau seringkali hanya karena perbedaan agama lalu ada kelompok yang saling melecehkan dengan ajaran subyektif, bahkan sampai bom dan pembunuhan, mari kembalikan agama pada marwah luhurnya pembawa kabar sukacita keselamatan dan kebahagiaan dari Allah bagi manusia.

2). Sebaiknya para tokoh agama yang 'nota bene' mengerti makna obyektif inklusive dari ajaran setiap agama, jadilah corong kebaikan universal bagi para pemeluknya, bukan kebaikan eksklusif subyektif diri dan kelompok.

3). Mari membangun moderasi hidup beragama dengan kesadaran dan pemahaman toleratif yang berlandaskan; "kita saling mengakui kebenaran agama kita masing-masing bahwa dengan cara dan jalan kebenaran agama yang kita anut, membawa kita masing-masing sampai kepada Allah dalam kesempurnaanNya, tanpa tercaplok dari kebenaran iman ajaran agama kita." 

Kita hidup saling berdampingan, saling menghargai satu sama lain.  "Agamamu adalah agamamu, agamaku adalah agamaku, kita berbeda tapi bersaudara dengan cara dan jalan masing-masing menuju Allah yang satu dan sama kita imani." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun