Mohon tunggu...
Wildan Hakim
Wildan Hakim Mohon Tunggu... Dosen - Dosen I Pengamat Komunikasi Politik I Konsultan Komunikasi l Penyuka Kopi

Arek Kediri Jatim. Alumni FISIP Komunikasi UNS Surakarta. Pernah menjadi wartawan di detikcom dan KBR 68H Jakarta. Menyelesaikan S2 Manajemen Komunikasi di Universitas Indonesia. Saat ini mengajar di Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta dan Peneliti Senior di lembaga riset Motion Cipta Matrix.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengurai Wajah Surabaya bersama Risma

28 Mei 2015   18:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:30 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14328107831132044000

[caption id="attachment_386058" align="aligncenter" width="560" caption="Walikota Surabaya Risma Trimaharini (kedua dari kiri) saat berbicara dalam National Urban Forum di Jakarta Kamis 28 Mei 2013. Sumber foto: Nina Firstavina"][/caption]

Seperti apa wajah Surabaya? Tanyalah langsung kepada Risma. Perempuan pertama yang menjadi Walikota Surabaya ini dengan fasih akan memaparkannya. Risma memimpin pembangunan kota sekaligus menata penghuninya.

Wilayah Surabaya didominasi kampung. Tercatat, 60 persen wilayahnya berupa kampung. Berkaca dari kenyataan itulah, pembangunan Kota Surabaya dikembangkan dari kampung-kampung. Di sanalah penduduk tinggal, berkeluarga, dan menjadi bagian langsung dari denyut dinamika kota.

Pengembangan kampung, urai Risma, direspon positif oleh warga kota yang tersebar di 154 kelurahan. Warga kampung terdorong menata sendiri wilayah huniannya.

"Mereka memperindah kampung dengan menanam sayur atau buah-buahan. Bagi orang Surabaya, jalan itu bagian dari rumah karena itu harus ikut ditata," papar jebolan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya ini saat menjadi narasumber dalam National Urban Forum di JHCC Jakarta pada Kamis 28 Mei 2015.

Warga kota, lanjut Risma, ingin agar kampungnya bisa menjadi heritage atau cagar budaya. Tak hanya memperindah, warga juga berkeinginan menata kampungnya. Penataan ini diwujudkan dengan membangun sarana pengolahan sampah dan limbah di kampung. Hasilnya, kata Risma, tiap tahun jumlah sampah yang masuk ke Tempat Pembuagan Akhir (TPA) menurun. Ini berkat kemauan untuk memilah dan mengolah sampah rumah tangganya.

Air limbah rumah tangga juga diolah. Di beberapa kampung, pengolahan air limbah rumah tangga ini dilakukan dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah atau IPAL komunal. Seperti yang terlihat di Kelurahan Tembok Dukuh, Babat Jerawat, dan Jeruk. Di tiga kelurahan tersebut, air limbah rumah tangga disulap menjadi air daur ulang yang layak digunakan. “Air limbah yang sudah diolah selanjutnya bisa digunakan warga untuk menyirami tanaman di pinggir jalan dan mencuci kendaraan,” paparnya.

Manfaat lain dari pemanfaatan sarana IPAL ialah menurunnya jumlah penderita penyakit yang lazim mendera warga kota. Jumlah penderita sakit seperti diare, demam berdarah, pneumonia, hingga ISPA dilaporkan menurun selama beberapa waktu terakhir.

Mengubah wajah kota

Menjadi walikota dengan 3,2 juta penduduk tentu menjadi tantangan tersendiri bagi seorang Tri Rismaharini. Dengan luas wilayah 33 ribu hektar, Kota Surabaya yang sudah berumur 722 tahun ini butuh sentuhan khusus saat ditata wajah dan juga penghuninya.

Upaya mempercantik wajah Kota Surabaya tetap dimulai dari kelurahan. Sejumlah taman telah dibangun guna menyegarkan pemandangan sekaligus menambah ruang terbuka hijau. Di Taman Bulak dan Taman Ronggolawe, Pemkot Surabaya memasang fasilitas wifi. Tujuannya, mengajak warga agar betah beraktivitas di taman sembari berselancar di dunia maya.

Ada juga taman yang dilengkapi perpustakaan. Tak hanya bersantai, warga juga didorong untuk mau membaca dan menambah pengetahuan. Risma menargetkan, nantinya setiap kelurahan di Kota Surabaya punya taman.

Target satu kelurahan, satu taman ini sejalan dengan rencana Pemkot Surabaya untuk menambah luas ruang terbuka hijaunya secara bertahap. Saat ini, kata Risma, RTH di Kota Surabaya baru mencapai 20,70 persen. Ditargetkan, RTH di kota ini kelak mencapai 35 persen.

“Saat ini, kita juga sedang membangun taman kota seluas 60 hektar. Baru lima hektar yang selesai dibangun. Konsepnya adalah taman berbunga dan berbuah. Untuk perawatannya, nanti kita menggandeng BNI dari sisi pembiayaan,” urai walikota yang dikenal tegas saat bertugas.

Tak hanya taman, ruang terbuka hijau di Surabaya juga diperluas dengan mengembangkan hutan kota. Hutan kota Balasklumprik dan Pakal menjadi contoh nyata upaya Pemkot Surabaya mengembangkan paru-paru udara bagi kota terbesar kedua di Indonesia ini. “Seluruh buah di Indonesia ada di hutan Pakal ini,” ucap Risma berpromosi.

Di luar urusan penghijauan kota, Kota Surabaya juga dihadapkan dengan bertambahnya laju penduduk dan kendaraan. Jalan baru terus dibangun agar masyarakat kian nyaman saat berkendara. Disadari Risma, pembangunan jalan takkan sanggup mengikuti bertambahnya jumlah kendaraan yang wara-wiri di jalanan Kota Surabaya.

“Masalah di Surabaya adalah transportasi. Untuk itulah, kami membangun sarana transportasi massal yang menghubungan sisi utara dan selatan Surabaya,” paparnya.

Transportasi massal yang digagas Pemkot Surabaya ini berupa kereta trem dengan rel yang mengapung di jembatan layang. Dipakainya jalur atas merupakan upaya Pemkot Surabaya melindungi fungsi kawasan cagar budaya yang dilintasi jalur trem.

“Pemkot memberikan potongan Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 50 persen bagi warga yang memiliki bangunan cagar budaya dan mempertahankan fungsinya,” urai Risma.

Dengan diskon PBB itulah, diharapkan warga pemilik bangunan cagar budaya bersedia merawat dan mempertahankan bangunan miliknya sebagai saksi perubahan Kota Surabaya.

Penataan kawasan kota tentunya harus berdampak langsung terhadap penghuninya. Surabaya yang dikenal dengan supporter Boneknya tak luput dari perhatian Risma. Untuk itulah, tahun ini Pemkot membangun 101 lapangan olahraga. Empat di antaranya ialah lapangan bola. “Tapi, kalau cuma jadi Bonek tak bongkar lapangannya,” gurau Risma dengan gaya khas Suroboyoan-nya.

Lantas, apa jurus Pemkot Surabaya menata Sungai Kalimas yang membelah kota ini? Pilihannya mempercantik sisi sungai agar bisa menjadi ruang publik.

Sepanjang Sungai Kalimas dibangun taman untuk pentas. Diharapkan keluar Cak Lontong baru dari sini. Kalau di Surabaya gak ada pengamen, sebab pengamennya disuruh pentas di bantaran Sungai Kalimas dan gak boleh minta-minta,” papar Risma yang duduk bersebelahan dengan Cak Lontong selaku moderator acara.

Tak berhenti di tampilan luarnya, Pemkot Surabaya juga berupaya menjadikan warganya kian pintar. Bertolak dari dari keinginan itulah Pemkot membangun BLC. Ini adalah kependekan dari Broadband Learning Center. BLC merupakan fasilitas pembelajaran information technology (IT) yang dapat dinikmati warga Surabaya secara gratis.

Dengan BLC, kota ini berupaya mempercepat diri menuju Surabaya Cyber City. Harapannya, semakin banyak masyarakat Surabaya yang mengetahui keberadaan dan manfaat BLC, maka kian cepat pula warga kota melek IT.  BLC di Kota Surabaya hadir dengan dukungan penuh PT. Telkom Indonesia Divisi Regional V Jawa Timur melalui program Corporate Social Responsibility-nya.

Dengan adanya BLC dan juga 978 perpustakaan di banyak sudut kota, besar harapan agar warga Surabaya kian nyaman dan cinta dengan kotanya. Warga yang tinggal di bantaran sungai juga mulai dipindahkan secara bertahap ke rumah susun atau rusun. Dengan harga sewa Rp50 ribu per bulan per unitnya, Pemkot Surabaya menawarkan cara hidup baru yang lebih layak bagi warga miskin di kota satelit ini.

“Saat ini ada tiga ribu KK yang masuk daftar tunggu agar bisa tinggal di Rusun. Tahun ini baru seribu KK yang bisa masuk ke Rusun,” pungkas Risma di penghujung paparannya.

Menelaah Risma

Risma demikian walikota ini biasa disapa bukanlah pemimpin kagetan. Keberhasilannya memimpin dan menggerakkan sumber daya di Pemkot Surabaya, tak lepas dari jejak panjangnya sebagai birokrat yang paham betul masalah di sebuah kota. Sebelum menjabat walikota, Risma pernah menjadi Kepala Dinas Pertamanan Kota Surabaya. Inilah yang menjadikan Risma begitu cinta dengan taman kota. Sampai-sampai Guru Besar Ekonomi UI Rhenald Kasali menjulukinya sebagai walikota yang gila taman.

Saat Taman Bungkul di Surabaya rusak parah gegara event yang digelar produsen es krim, Risma begitu murka. Itu menjadi sekeping bukti rasa cinta Risma terhadap taman kota yang sudah seharusnya dijaga.

Bagi sebagian pengamat, Risma tergolong eksentrik. Jabatan politiknya sebagai Walikota Surabaya tak mengubah anggapan itu. Di layar kaca, Risma tetap bisa terlihat berang kala kebijakannya menata Surabaya ditentang sekelompok warga yang tak jelas argumennya. Risma dengan mudah mencucurkan air mata saat berdialog dengan warga yang menguraikan kesulitan hidupnya.

Dalam salah satu tulisannya, pengamat politik Yudi Latif menggambarkan sosok Risma dalam satu paragraf yang menarik. Yudi menulis: Superwali Risma adalah contoh persenyawaan yang baik antara eksentrisitas tokoh dan kesediaan partai untuk mengusungnya tanpa pertimbangan uang.Eksentrisitas Ibu Wali terlihat dari paradoks antara keluguan perangai dan keberanian bertindak; kesantunan berbusana muslimah dan keliaran visi; kesederhanaan penampilan dan ekselensi pelayanan serta kerapian tata kota; kemungilan tubuh dan kebesaran jiwa; antara keurakan ala ”bonek” dan kelembutan welas asih.

Perubahan wajah Kota Surabaya terjadi saat Risma menjadi walikota. Gaya kepemimpinan Risma menjadi daya penggerak bagi perangkat kerja yang ada di bawahnya. Risma punya visi karena dia “berisi” dan paham betul isi kota ini. Perubahan yang terlihat di Surabaya hari-hari ini sepertinya senapas dengan doa Raden Wijaya sang pendiri Majapahit ratusan tahun silam. Sura yang berarti selamat, dan Baya yang berarti bahaya, mengandung makna selamat dari bahaya. Di tangan Risma, kota ini terbilang selamat dari bahaya berkat dukungan warga dan juga perangkat kerjanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun