"Gue udah motret lebih dari 5 tahun, tapi sampai sekarang penghasilan gue masih kayak langit mendung: abu-abu dan nggak jelas kapan cerahnya."
Ungkapan itu barangkali mewakili perasaan banyak fotografer dan pekerja seni lain di negeri ini. Seni memang indah, tapi perjalanan menekuninya sering kali tidak seindah yang dibayangkan.
Seni: Kompetensi yang Mahal
Menjadi fotografer, pelukis, musisi, atau seniman lain bukanlah jalan instan. Ada modal finansial besar yang dikeluarkan untuk membeli peralatan, ada modal waktu yang panjang untuk belajar, dan ada modal sosial untuk membangun jejaring. Singkatnya, seni adalah kompetensi "mahal" yang dibangun dengan dedikasi dan pengorbanan.
Namun, ironisnya, pasar di Indonesia seringkali belum menempatkan seni sebagai sesuatu yang pantas dihargai tinggi. Banyak karya kreatif masih dipandang sebagai hobi, bukan profesi.
Pasar yang Belum Ramah pada Seniman
Secara teori, industri kreatif memiliki potensi besar untuk menopang perekonomian nasional. Pemerintah bahkan kerap menyebut ekonomi kreatif sebagai "tulang punggung" masa depan. Namun di lapangan, realitasnya timpang. Fotografer event misalnya, masih sering ditawar murah, bahkan diminta kerja gratis dengan iming-iming "buat portfolio" atau "biar dikenal banyak orang."
Ketidakpastian pasar inilah yang membuat banyak seniman merasa seperti berjalan di atas awan mendung: penuh potensi hujan, tapi jarang cerah terang.
Seniman, Keluarga, dan Tekanan Domestik
Di ruang keluarga, ketidakpastian itu punya konsekuensi serius. Istri, suami, atau anak tentu berharap ada pemasukan stabil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sementara pekerja seni, meski penuh passion, sering kali dicap "cuma keluyuran" atau "nggak jelas kerjanya."
Kritik domestik ini bukan sekadar soal uang, tetapi juga soal waktu. Jam kerja seniman yang fleksibel---kadang malam, kadang berhari-hari di luar rumah---sering dianggap mengurangi waktu bersama keluarga. Konflik pun muncul: passion yang penuh idealisme berhadapan dengan kebutuhan ekonomi rumah tangga yang realistis.