Mohon tunggu...
Wildan habibi
Wildan habibi Mohon Tunggu... Penjahit - Mahasambat

Wong sederhana iku bebas

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Stabilitas Iman dan Imun

1 April 2020   15:13 Diperbarui: 1 April 2020   15:31 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh; Wildan Habibi. 

Surabaya 01 April 2020.

Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa hari ini umat manusia di seluruh dunia tengah disibuk-kejutkan dengan suatu wabah penyakit atau virus, yaitu virus Corona yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit yang disebabkan karena infeksi virus ini disebut COVID-19 yang tergolong dalam  jenis baru dari coronavirus yang menular pada manusia.

Virus ini bisa menyerang siapa saja, bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil maupun ibu menyusui. ada kasus di Indonesia bayi yang baru berumur 8 bulan dinyatakan positif terpapar covid 19. Virus yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019 ini menular dengan cepat dan telah menyebar ke beberapa wilayah di penjuru dunia termasuk Indonesia.

Tentunya virus Corona ini adalah suatu fenomena yang besar, dan sudah menjadi ancaman global bagi umat manusia di seluruh dunia, beberapa langkah pun telah dilakukan oleh pemerintah dari setiap negara yang terjangkit virus ini mulai dari pembatasan bersosialisasi (Social Distancing), pelarangan beraktivitas diluar rumah, termasuk ke tempat-tempat ramai, bahkan yang terbaru dari keadaan Indonesia saat ini orang nongkrong (ngopi) pun di suruh bubar demi memutuskan ratai penyebaran virus covid 19.dan hingga essay ini dituliskan sudah beberapa daerah melakukan (Lockdown) pada daerah masing-masing, tentu menerapkan sistem lockdown adalah hal yang sulit bagi pemerintah, akantetapi mungkin salah satu cara yang efektif memutus rantai virus dengan melakukan lockdown masing-masing daerah. dan jika kondisi semakin tidak dapat dikendalikan dan angka kematian melesat tinggi, maka jalan satu-satunya negara kita harus lockdown.

Pembahasan Covid 19 setiap hari selalu diberitakan di TV dan menjadi trending di media sosial, makan tak heran jika belakangan ini semua orang bicara virus Corona (Covid-19) entah itu tentang menjustifikasi, merasa takut, memberi himbauan kepada masyarakat sebagai bentuk kepedulian dan lain sebagainya.

Banyak sudut pandang yang digunakan. Ada yang menggunakan sudut pandang politik menyatakan bahwasanya virus ini di ciptakan untuk senjata biologis dalam peperangan antara negara, yang mana ekonomi suatu negara yang terpapar akan mengalami inflasi yang sangat tinggi. Akan tetapi ada yang menarik dalam pandangan orang fanatik agama tanpa didasari dengan filsafatnya.

Satu hal menarik yang menjadi perdebatan adalah terkait relasi agama dan penyakit (Covid 19). Dua hal yang sering dipertentangkan oleh sebagian pihak terutama di Indonesia yang selalu mengkaitkan agama dengan hal yang tranding. Agama dianggap sebagai wilayah irrasional. Sedangkan penyakit dipandang sebagai bagian dari problem kehidupan faktual yang bersifat nyata rasional. Maka akhir-akhir ini muncul pertanyaan, tepatkah antara keduanya dipertentangkan? Bisakah agama dijadikan panduan buat umatnya agar terhindar dari Covid 19?

Mari kita lacak hubungan keduanya dalam relasi kefilosofisan. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk beragama. Ada yang menyebutnya sebagai makhluk rohani. Sangat berbeda dengan binatang dan juga tumbuhan yang murni sebagai makhluk jasmani (fisik). Karenanya, sejak lahir sejatinya manusia sudah "ber-Tuhan", mengingat dalam diri manusia terdapat unsur-unsur ketuhanan, yaitu (ruh).  Akan tetapi pada saat yang sama, manusia juga terdiri dari unsur jasmani. Setiap jiwa manusia disematkan dalam bentuk fisik. Akan sangat wajar kiranya manusia membutuhkan pangan, sandang, dan papan untuk menjaga keberlangsungan kehidupanya. Maka dapat diringkas, jika salah satu dari ketiga unsurnya tidak terpenuhi, terkadang manusia akan ada gangguan.

Dalam artian manusia bisa terkena penyakit. Hanya saja, menurut para medis, unsur tertinggi dari timbulnya penyakit lebih banyak dipengaruhi oleh pola hidup yang kurang sehat terlebih kepada aspek pangan yang tidak sehat. Tak terkecuali virus Covid-19 saat ini yang menurut ketenagaan medis Cina menyebutkan virus ini berawal dari kelelawar, yang mana kelelawar tersebut sedang dalam keadaan terpapar penyakit dan dikonsumsi manusia.

Berdasarkan bukti diatas, berarti penyakit yang menimpa manusia satu rangkaian dengan penciptaan manusia itu sendiri. Artinya, ada hubungan sebab-akibat antara apa yang dikonsumsi dan dampak yang diterima setelah mengkonsumsi. Tentu semuanya disandarkan kepada kuasa Tuhan, akantetapi, tidak dapat dipungkiri sehat dan sakit menjadi satu kesatuan penciptaan yang secara hakikat saling berpasangan, yang diakibatkan oleh kejadian sebab-akibat, Tidak ada satupun manusia di muka bumi ini yang bebas dari penyakit. Bahkan orang yang tidak mempercayai adanya tuhan pun bisa sehat dan sakit, Jangankan manusia biasa seperti kita, Nabi-Rasul sebagai manusia pilihan dan manusia yang paling dekat dengan Tuhan sekalipun juga bisa terserang penyakit.

Tak dapat dipungkiri, banyak manusia mati disebabkan oleh suatu penyakit yang diderita. Jika saja relasi agama dan suatu penyakit ini dapat dipahami dengan benar, maka seharusnya tidak perlu mempertentangkan keduanya terlebih menjustifikasi orang yang tidak beragama sebagai subjek pembawa azab. Manusia yang hakikatnya tersusun dari unsur rohani dan jasmani, sudah pasti tidak akan kebal dari penyakit (mengalami naik turun dalam kesehatannya) selama hidupnya. Salah satu unsur atau keduanya sekaligus bisa menjadi sebab seseorang terkena penyakit.

Sebagai manusia yang beragama dalam artian bukan manusia yang hanya fanatik keagamaan, seharusnya menghadapi suatu keadaan terlebih keadaan seperti saat ini yaitu keadaan pandemi (suatu penyakit yang menyerang secara global), itu harus dikaji secara menyeluruh. Penyakit, apapun jenisnya, khususnya penyakit menular seperti virus Covid 19 itu tidak bisa didekati secara parsial atau secara sepotong-sepotong pemikiran. Tidak cukup kejadian saat ini hanya di deteksi menggunakan pendekatan medis semata. Sebaliknya pula, tidak hanya dengan menggunakan pendekatan rohani (spiritual).

Mungkin menjadi suatu keterbatasan seorang medis, akantetapi tidak seharusnya kalangan medis menyebut bahwa virus Corona yang menyebar kemana-mana semata karena murni pola hidup manusia. Demikian juga sebaliknya, klaim sepihak dari masyarakat agamawan (fanatik agama)  bahwa ini merupakan azab Tuhan bagi para pendosa kususnya masyarakat Cina yang telah melakukan diskriminasi terhadap suku Uyghur, akan tetapi nyatanya semua negara baik itu negara yang mayoritas masyarakatnya beragama dan taat menjalankan perintah agama ataupun negara yang ateis, semuanya terpapar virus tersebut. Maka harusnya dua perspektif tersebut harus ditempatkan secara tepat.

Suatu keadaan yang sebesar apapun dampaknya, terlebih keadaan virus saat ini yang dampaknya kepada seluruh aspek kehidupan manusia, harus dilihat dari dua konteks kehidupan. Manusia yang hidup di alam nyata, alam fisik dan wujud, maka harus diterima dan sangat dimungkinkan terjadi sebab timbulnya suatu penyakit. Namun, bahwa ada unsur lain yang tidak dapat dipungkiri umat manusia, ada suatu kuasa dibalik batas kemampuan manusia yang juga sangat dimungkinkan mempengaruhi kehidupan manusia, termasuk wabah penyakit yang terjadi pada saat ini.

Pada sektor psikologis, begitu banyak penelitian para pakar yang menyebutkan bahwa faktor mental bisa menjadi sebab timbulnya penyakit, seperti kata Ibnu Sina bahwa " Ketenangan adalah separuh obat, Kepanikan adalah separuh penyakit, Kesabaran adalah permulaan kesembuhan".

Kita buat satu contoh kecil, stres adalah salah satu unsur psikologis yang bisa menimbulkan secara nyata penyakit fisik dan mental. Jika saat kita merasa stres akibat beban masalah yang berat, atau masalah kecil yang dianggap besar, maka sistem dalam tubuh akan meresponnya secara berbeda-beda biasanya tergantung pada stimunasi perorangan. Bahkan stres kronis dapat berdampak pada kesehatan secara keseluruhan baik jiwa dan raga. Sistem saraf pusat adalah sistem yang paling bertanggung jawab dalam merespon kesehatan. Saat tubuh mengalami stres, pada beberapa wilayah penyakit yang akan mmenyeran, bahkan bisa menyerang sistem imun tubuh secara keseluruhan.  

Di atas tadi kita telah membahas kesehatan dari segi medis, sekarang dari segi keruhanian, Agama adalah hal yang bekerja lebih dominan pada wilayah psikologis dan unsur spiritual tidak perlu dipertentangkan dengan penyakit fisik artinya agama hanya pada ranah ketenangan rohani. Apalagi agama juga mengajarkan tentang pentingnya menjaga kebersihan fisik (thaharah) dan (tazkiyat al-nafs). Bahkan dalam praktik-praktik beragama, para ilmuan khususnya ilmuan Islam, mengajarkan dan mempraktikkan terapi penyakit fisik dan mental berdasarkan nilai-nilai agama. Ini adalah orang-orang yang mampu memadukan dua konsep diatas tadi menjadi planet konsep pola hidup. Sebut saja misalnya Ibnu Sina (Avicena) dengan ilmu medisnya yang disandarkan, Ibnu Ruysd, Alfarabi, Imam Al-Ghazali dengan dengan thoriqohnya, dan masih banyak lagi. Di sinilah pentingnya kita bersikap dewasa dalam menghadapi penyakit, apalagi yang mewabah seperti virus Corona ini.

Suatu penyakit fisik dalam artian yang kita bahas disini adalah Virus, sudah selayaknya ditanggulangi secara medis, seperti perawatan intensif, dan obat-obatan tertentu. Juga bisa ditanggulangi dengan gaya hidup sehat, mengonsumsi makanan sehat, dan olah raga teratur, melakukan social distancing, dan membatasi kegiatan jika terjadi tanda-tanda gejala pada penyakit tersebut. Namun, hal yang juga penting adalah bagaimana kita tetap tidak melupakan peran Tuhan yang mengatur jagad raya ini. Tuhan adalah pemilik alam dan yang berhak mengaturnya secara mutlak. Bukankah amal perbuatan dosa yang dilakukan manusia juga bisa berdampak pada ketidakseimbangan jagad raya, yang bisa menjadikan timbul wabah penyakit?

Pemerintah Sudah menerapkan beberapa pencegahan penularan virus tersebut dengan menghimbau menyarakat berada pada garda terdepan dengan melakukan social distance, menghindari kerumunan dan lain sebagainya, bukan berarti pemerintah menutup ruang peribadatan maka disimpulkan secara kasat pemerintah anti terhadap agama dan lebih takut kepada virus, akan tetapi pemerintah hanya tidak menginginkan terjadinya penyebaran secara cepat kepada masyarakatnya, menurut saya, tuhan tidak bersemayam diruang peribadatan akantetapi tuhan bersemayam dibalik ruang ego dan nafsu. Artinya beribadah dimanapun, kita akan tetap menghadap tuhan dan jama'ah tetap bisa dilakukan dengan keluarga tercinta.

Kita sering banyak kehilangan momentum bersama keluarga, untuk keadaan saat ini kita harus memanfaatkan momentum ini untuk merakit kembali keharmonisan bersama keluarga, mulai melakukan kegiatan kecil sampai kegiatan yang bersifat kekeluargaan, ada satu pesan dari habib umar al yamani terkait pertanyaan keadaan saat ini dari salah satu muridnya,  habib umar menjawab, beliau memakai perumpamaan " Seperti tumbuhan, kau tanam tumbuhan, dan kau rawat pohonnya, tapi kau punya pedoman bahwa yang membuatnya tumbuh dan berbuah hanyalah Allah SWT. Tetap stay dirumah, lakukan kegiatan yang positif, jaga kesehatan dan jangan lupa cuci tangan menggunakan sabun.(wil)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun