Mohon tunggu...
Wikan Widyastari
Wikan Widyastari Mohon Tunggu... Wiraswasta - An ordinary mom of 3

Ibu biasa yang bangga dengan 3 anaknya. Suka membaca, menulis,nonton film, berkebun.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sejarah Kebohongan Inikah yang Akan Kita Wariskan pada Anak Kita?

25 Juni 2014   14:31 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:04 2209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mungkin, sepanjang sejarah Pilpres di Indonesia. Pilpres kali ini adalah pilpres yang paling brutal, tidak mengindahkan etika, dan sedihnya, seperti menunjukkan watak asli kita, bangsa Indonesia. Menggunakan secara cara untuk meraih kemenangan. Nggak peduli dengan menyebarkan berita bohong, menuduh, memfitnah, quote palsu, edit foto, survey palsu, debat ga bermutu dan sederet kebohongan lain yang terus dilakukan oleh pendukung capres. Yang entah siapa.

Di Socmed tidak ketinggalan, debat antar pendukung terus berlanjut, sharing berita-berita bohong terus dilakukan. Dukung mendukung, caci maki, mengejek, menjadi makanan sehari-hari yang terus dikunyah tanpa bisa di tolak. Sosial media kita telah berubah menjadi ajang fitnah, perang kata-kata, maka kita akan menyaksikan sebuah era baru. Kekerasan verbal di dunia maya.

Sebagai anak bangsa, sebagai seorang ibu, saya sungguh sedih menyaksikan fenomena ini. Kemana perginya watak luhur bangsa kita yang katanya terkenal dengan sopan santunnya, etikanya, saling menghormati, menghargai perbedaan? Kita tak lebih menjadi bangsa penghujat, pencaci, pemfitnah, mau menang sendiri, merasa benar sendiri, merasa pintar sendiri. Kenapa kita mesti membenci pihak lain jika kita sudah memilih satu pihak?  Kalau kita bercermin, maka mungkin kita akan heran melihat wajah kita yang sudah berubah begitu drastis. Maka mungkin kita tak kenal lagi dengan wajah yang terpantul di cermin itu.

Internet, menyimpan semua yang ditulis, diposting, semua peristiwa, akan tetap tersimpan sepanjang masa. Lalu warisan apa yang akan kita berikan pada anak keturunan kita kelak? Warisan sejarah penuh kebohongan? Warisan sejarah penuh caci maki? Tegakah kita, meninggalkan semua itu untuk dibaca oleh anak-anak kita? Membuat mereka malu dengan perilaku dan kata-kata orangtuanya? Membuat mereka bingung untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah?

Pemilu capres selayaknya dirayakan dengan suka cita, selayaknya dirayakan dengan semangat sportivitas untuk mencari pemimpin terbaik yang akan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang besar. Menjadi negara besar, menjadi negara terhormat, menjadi negara yang adil makmur, menjadi negara yang mampu membangun karakter warga negaranya  menjadi lebih baik.

Pemilu capres. selayaknya menjadi ajang untuk menunjukkan kebesaran jiwa kita sebagai bangsa. Sebagai ajang untuk menunjukkan karakter kita sebagai bangsa yang bermartabat. Sebagai bangsa yang menghargai satu sama lain. Sebagai bangsa yang bersatu dan tidak mudah perpecah belah.

Yah, saya tahu betapa sulitnya menahan diri. Tapi sungguh, pemilu capres kali ini adalah ujian terberat bagi bangsa kita. Ujian bagi pembentukan karakter kita. Ujian bagi pembentukan karakter anak-anak kita kelak. Karena menjadi seperti apa anak-anak kita kelak, tak jauh dari seperti apa kita, seperti apa kita mendidik mereka.

Saya juga jadi bertanya, apa yang dipikir oleh bangsa lain dengan perilaku yang kita tunjukkan dalam pilpres kali ini?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun