Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Bagi Hartono Lokodjoyo, Bertani Itu Pekerjaan Paling Nikmat dan Menguntungkan

16 Juli 2019   04:07 Diperbarui: 16 Juli 2019   19:17 2334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hartono Lokodjoyo saat menanam bibit lettuce. Dokumentasi Pribadi

Lokasi Hars Garden ini dapat ditempuh sekitar 2 jam dari Bandara Ngurah Rai, Bali. Lokasinya nggak jauh dari Anan Ashram dan Bali Swing yang terkenal itu. Dan tentu saja Hars Garden ini berlokasi di areal persawahan luas khas Ubud sehingga tidak nampak seperti sebuah perkebunan yang luas. Benar saja, yang disebut Hars Garden itu hanya sepetak lahan sawah yang disulap menjadi kebun sayur dan herbal organik. 

Sementara rumah pohon dibangun di lokasi hutan kecil di bagian belakang kebun. Rumah pohon yang benar-benar menempel di pohon dan saat ada didalamnya seakan sedang berada di rumah pohon ala orang Korowai di Papua. 

Kedatanganku disambut Mas Har yang baru saja mengantar tamu untuk check in ke salah satu rumah pohon miliknya. Mas Har ini ternyata lelaki mungil dengan tinggi kurang dari 170 cm, berambut gimbal hingga melewati pantat, berkulit cokelat gelap karena terbakar matahari, kurus dan sangat ndeso. Terlebih saat itu Mas Har hanya mengenakan kaos oblong dan celana selutut yang sudah kusam karena sering terkena lumpur dan tanah. 

Saat kami mengobrol, seekor anjing berlari dan mendekat Mas Har seakan hendak bermanja. Katanya, anjing itu sangat akrab dengan Mas Har seakan-akan Mas Har ini tuannya, padahal bukan. 

Bertiga dengan si anjing, kami menuju saung untuk berteduh. Kami kemudian mengobrol banyak mengenai rencana pembelajaranku selama 10 hari di Hars Garden. 

"Saya ini dari keluarga miskin di Sragen, Jawa Tengah. Ayah saya meninggal waktu saya masih kecil. Saya punya dua orang adik, yang adik satunya hasil dari pernikahan Ibu saya dan suaminya yang sekarang. Hidup saya ini susah dari kecil. Bahkan sampai usia saya 33 tahun rumah Ibu saya itu yang paling jelek di kampung. Saya juga sering lari terbirit-birit kalau lihat mantan pacar saya, karena saya malu jadi petani," Mas Har, begitulah aku menyapanya, menceritakan kisah hidupnya. Cerita yang sebenarnya telah dia tulis di beberapa status di akun Facebooknya.

"Meskipun miskin ya saya ini tukang khayal. Setiap mau tidur saya mengkhayal seperti mau punya mobil Honda Jazz, mau punya rumah bagus, mau jalan-jalan ke luar negeri, mau mudah mencari uang. Bahkan saya pernah bercita-cita punya istri orang luar negeri, karena dalam khayalan saya, saya akan bekerja sebagai pemandu wisata dan saya berkenalan dengan calon istri saya karena saya seorang pemandu wisata. Selain itu saya juga kutu buku. Saya sangat suka membaca," katanya lagi. 

"Berbagai jenis pekerjaan sudah saya jalani. Mulai dari jadi musisi di kampung saya, pengamen jalanan di bus-bus dan kereta, pekerja pabrik tahu di Jakarta, perambah hutan di Kalimantan, akuntan atau kerani di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan, menyanyi di kafe-kafe milik teman saya, tukang gembala sapi, sampai gardener panggilan. Sudah saya lakoni semua itu," ujarnya sembari memindahkan bibit tanaman ke dalam 'polybag' buatannya sendiri.

"Saya itu dulu perokok berat. Gaji saya sebagai Gardener itu 1.5 juta. Akhir bulan hanya tersisa 500 ribu. Waktu itu umur saya 29 tahun dan saya berpikir mau jadi apa saya kalau uang hasil bekerja habis untuk rokok. Akhirnya saya putuskan berhenti merokok dan uang 1 juta itu saya tabung. Saya bukan tabungan di BRI. Setelah 5 bulan saya punya tabungan 5 juta dan mulai menyewa lahan untuk membuat kebun milik saya sendiri. Itulah cikal bakal Hars Garden yang bisa kamu lihat sekarang," ujarnya dengan mata berbinar.

Aku manggut-manggut, merasa bahwa jalan hidupku jauhhhhhhhh lebih mudah dibandingan lelaki nyentrik ini. Kami tertawa bersama ketika sampai pada cerita bahwa uang hasil bekerja sebagai penebang kayu di Kalimantan habis untuk berobat karena ia terkena malaria. 

Atau ketika uang hasil kerjanya yang ia taruh dengan hati-hati di dompet hilang karena dompetnya terjatuh entah di mana, sampai-sampai ia merasa malu ketika bertemu ibunya, ternyata nggak punya uang sepeser pun hasil merantau ke tanah Borneo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun