Kondisi ini diperparah juga dengan menjamurnya berbagai jenis pekerjaan baru berbasis teknologi yang membuat generasi muda memiliki lebih banyak pilihan daripada menjadi petani tanpa tanah dan tanpa ilmu bertani.Â
Misalnya, pendapatan menjadi seorang Youtuber atau Selebgram jauh lebih menjanjikan secara finansial daripada menjadi pekerja di sektor pertanian.Â
Nah, kalau sudah begini siapa yang harus disalahkan? Jelas generasi muda enggak disalahkan. Bagaimana bisa generasi muda disalahkan atas merosotnya dunia pertanian Indonesia jika sejak awal mereka tidak disiapkan untuk menggantikan petani generasi tua, bukan?Â
Saling menyalahkan tidak akan menyelesaikan masalah. Terlebih dengan kondisi Indonesia saat ini di mana kehidupan petani benar-benar di ujung tanduk karena berbagai hal mulai dari tidaknya asuransi pertanian, tingginya konversi lahan pertanian untuk peruntukan lain di luar pertanian, kecilnya dukungan pemerintah untuk petani, dan rendahnya minat generasi muda untuk menjadi petani.Â
Mari duduk santai dan simak pembelajaranku tentang petani muda jenis baru, yang mudah-mudahan menjadi satu dari banyak upaya regenerasi petani sebagai upaya menjawab tantangan pertanian Indonesia maju. Karena memang diperlukan "seni" untuk memikat petani di era Revolusi Industri 4.0Â
PETANI MUDA SEBAGAI SENIMAN PANGAN
Ketika pertama kali mendengar kata "Seniman Pangan" dari sebuah publikasi mengenai Javara Indonesia, sontak aku merasa optimis dengan dunia pertanian Indonesia. Di tengah kemelut yang menimpa dunia pertanian, yaitu semakin menurunnya jumlah petani di Indonesia, ternyata masih ada kelompok yang peduli pada regenerasi petani.Â
Seniman (seni dan produk seninya) dan pangan (sebagai produk pertanian) dipertautkan dengan sangat indah. Jika selama ini kata "seniman" lebih sering dilekatkan pada pelukis, pematung, pemahat, penari, pemain film, penyanyi, dan profesi seni lainnya dengan panggungnya yang megah. Kini, kita bisa melihat seni dalam diri seorang petani dan produk pertanian yang dia hasilkan.Â
Dalam konteks ini, panggung para petani adalah bumi dan panggung mereka adalah meja makan di setiap rumah warga dunia, dengan piring-piring dan mangkuk-mangkuk berisi makanan sehat lagi mengenyangkan. Sungguh sebuah karya seni yang paripurna, bukan?Â
Konsep "Seniman Pangan" ini awalnya digunakan oleh Chief Executive Officer (CEO) Javara yaitu Ibu Helianti Hilman untuk menyebut sebanyak 50.000 petani yang bermitra dengannya selama 10 tahun.Â
Helianti Hilman membangun bisnisnya di bidang pangan dan rempah organik melalui kolaborasi dengan petani-petani yang setia menjaga kearifan lokal produk pertanian di seluruh Indonesia yang beraneka ragam. Kesetiaan menjaga dan merawat berbagai jenis sumber pangan dari kepunahan tersebut tentu saja merupakan seni dalam mensyukuri karunia Tuhan di tanah Indonesia.Â