Mohon tunggu...
Wijanto Hadipuro
Wijanto Hadipuro Mohon Tunggu... Peneliti dan penulis

Saya pensiunan tenaga pengajar yang senang menulis tentang apa saja. Tulisan saya tersebar di Facebook, blogspot.com, beberapa media masa dan tentunya di Kompasiana. Beberapa tulisan sudah diterbitkan ke dalam beberapa buku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Demo Agustus 2025: Antara Bebal dan Brutal

3 September 2025   15:41 Diperbarui: 3 September 2025   15:41 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demo berjilid-jilid di berbagai kota di Indonesia yang dilakukan oleh berbagai kalangan di bulan Agustus 2025 menyisakan duka, kerugian moril dan materiil yang luar biasa. Di layar televisi yang baru saja saya tinggalkan, tergambar halte bus Trans Jakarta, Gedung Grahadi di Surabaya, Gedung DPRD Makasar yang terbakar, juga penampakan rumah beberapa anggota DPR-RI yang dijarah. Tidak ketinggalan demonstran yang menurut berita adalah mahasiswa membakar ban di depan Gedung DPRD Jawa Barat (BeritaSatu, 1/9/2025 jam 14.45).

Sementara di layar laptop saya terpampang video demonstrasi di Korea Selatan yang diunggah teman di akun Facebook saya. Demo skala besar di Korea Selatan ini terlihat tertib. Masa hanya berbaris, sementara polisi berdiri hanya memantau dan menjaga ketertiban. Tidak ada kekerasan, tidak ada gas air mata dan tidak ada korban jiwa. Bahkan turis pun berjalan tidak terganggu oleh demonstrasi. Pemandangan yang kontras.

Beberapa pertanyaan muncul di benak saya: mengapa demonstrasi di Indonesia masih perlu membakar ban, mengapa ada ekses penjarahan dan pembakaran saat demonstrasi, mengapa sampai ada yang harus terbunuh, mengapa polisi di Indonesia perlu menembakkan gas air mata, dan berbagai pertanyaan lain yang isinya 'mengapa'.

Jawaban sementara saya yang sangat menyederhanakan adalah karena kebebalan dan kebrutalan. Keduanya ada karena adanya alienasi demokrasi perwakilan, antara yang diwakili dengan yang mewakili. Yang aneh mengapa keduanya terjadi justru pada periode awal setelah Pemilu 2024 dilaksanakan yang baru berjalan satu setengah tahunan.

Artikel ringkas ini akan berusaha melihat kebebalan apa yang kemudian menghasilkan kebrutalan.

Kebebalan

Kebebalan yang sangat mencolok diperlihatkan oleh anggota DPR-RI dan juga Partai Politik di DPR-RI. Bagaimana tidak? Setelah demonstrasi besar-besaran terjadi, salah satunya karena adanya tunjangan perumahan untuk anggota DPR-RI, Partai Politik 'hanya' menon-aktifkan anggotanya yang memberikan pernyataan atau berperilaku yang dianggap tidak sesuai oleh masyarakat, khususnya pendemo.

Menon-aktifkan anggota DPR-RI ternyata tidak diikuti oleh pemberhentian kompensasi. Justru dengan dinon-aktifkan, mereka lebih 'nyaman' karena tidak perlu bekerja tetapi tetap menerima gaji dan tunjangan.

Beberapa anggota DPR-RI menyatakan, bahwa mereka tidak masalah jika tunjangan rumah dibatalkan. Masalahnya mengapa baru disampaikan setelah ada demonstrasi penolakan dan setelah ada keputusan pembatalan. Seharusnya jika mereka memiliki kepekaan dan keberpihakan kepada masyarakat yang terkena imbas efisiensi yang dilakukan pemerintah, mereka ramai-ramai atau secara vokal menolak saat rencana pemberian tunjangan dibuat.

Sama konyolnya adalah partai politik di DPR-RI. Setelah demonstrasi, baru mereka menyatakan menolak pemberian tunjangan. Yang menarik adalah yang menolak juga adalah partai politik yang masuk ke dalam kabinet. Padahal Menteri Keuangan mengatakan bahwa kebijakan pemberian tunjangan juga melibatkan DPR, dan tentunya Presiden serta kabinetnya.

Sebuah kebebalan yang luar biasa. Protes masyarakat sebelum demonstrasi diabaikan. Setelah ada korban jiwa akibat demonstrasi, langkah-langkah Partai Politik juga hanya menon-aktifkan. Jika pemberhentian atau Pergantian Antar Waktu membutuhkan waktu dan proses lebih lanjut, sepatutnya juga dinyatakan oleh Partai Politik tentang apa yang akan mereka lakukan setelah menon-aktifkan anggotanya di DPR-RI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun