Mohon tunggu...
Wijanto Hadipuro
Wijanto Hadipuro Mohon Tunggu... Peneliti dan penulis

Saya pensiunan tenaga pengajar yang senang menulis tentang apa saja. Tulisan saya tersebar di Facebook, blogspot.com, beberapa media masa dan tentunya di Kompasiana. Beberapa tulisan sudah diterbitkan ke dalam beberapa buku.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Diutus Menjadi Saksi di Tengah Dunia yang Lupa Harapan

30 Mei 2025   04:09 Diperbarui: 30 Mei 2025   05:14 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Tema Misa Gereja Katedral Semarang (Sumber: Koleksi Pribadi)

Tema Misa Kenaikan Tuhan Yesus Kristus ke Surga adalah seperti judul tulisan ini 'Diutus Menjadi Saksi di Tengah Dunia yang Lupa Harapan'. Saya beruntung mengikuti misa di Hari Kamis 29 Mei 2025 jam 08.00 di Gereja Katedral Semarang, dan saat akan menulis artikel ini saya keliru membuka youtube.

Saat pertama membuka youtube Perayaan Misa, saya pikir misa yang disiarkan secara live streaming di youtube hanya sekali, tetapi Romo Mateus Seto Dwiadityo, Pr ternyata juga memimpin misa Hari Rabu 28 Mei 2025 jam 18.00. Akhirnya, saya memutuskan untuk mendengarkan homili Romo Seto di dua misa tersebut di youtube. Dan, saya menjadi makin paham poin-poin inti yang disampaikan Romo. Poin intinya sama di kedua misa, tetapi dengan contoh yang berbeda.

Homili Romo

Romo membuka homilinya dengan menyatakan, bahwa misi yang diberikan Yesus kepada muridnya dan kita semua sangat jelas. Umat tidak boleh tinggal diam. Harus berani menjadi saksi, harus berani bergerak. Seperti yang dituliskan oleh Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium: gereja yang berjalan, berani bergerak keluar.

Berani bergeraknya seperti apa? Umat diajak untuk menghidupi perutusan. Pertama, seperti Yesus yang berkeliling untuk berbuat baik. Dan kedua, seperti para murid yang terus mencari orang yang membutuhkan keselamatan.

Dua contoh gerakan tersebut penting di dunia yang lupa harapan dan lupa tujuan. Saat ini, jaman serba cepat serba instan dan kadang melelahkan. Akibatnya banyak pribadi yang kehabisan harapan. Anak muda sering kehilangan arah hidup karena tekanan hidup dan persaingan yang tinggi. Tekanan hidupnya tampak sederhana, seperti segala keharusan yang dituntut orang tua untuk berprestasi dalam pendidikan dan karir, termasuk urusan menikah. Keharusan seperti ini terkadang menyiksa si anak. Banyak anak muda yang stres, bahkan depresi akibat tekanan hidup yang tampak sederhana yang datang dari keluarga terdekatnya.

Tekanan hidup kedua, sebagai contoh, adalah tekanan dari media sosial. Media sosial baik Facebook bagi yang lebih berumur, maupun Instagram untuk anak muda, sering kali digunakan untuk flexing atau pamer. Melihat 'prestasi' yang dipamerkan teman-teman kita di media sosial, sering membuat kita menjadi merasa kecil dan tidak berharga. Padahal mungkin maksud teman kita di media sosial, 'pamer' mereka dimaksudkan untuk memotivasi kita agar kita bisa seperti mereka.

Romo memberikan contoh flexing, seperti mengunggah foto di cermin hanya agar merek HP mahal dan terbaru terlihat jelas di foto yang diunggah ke media sosial. Saya juga bisa memberikan contoh lain, seperti rumah yang mewah yang dipamerkan, seringnya bepergian ke luar negeri, atau pesta yang 'wah' yang diunggah ke media sosial.

Menurut Romo, media sosial juga sering digunakan untuk membuat kampanye negatif yang membuat keadilan terasa jauh dan tidak ada gunanya untuk berharap.

Saya sering melihat unggahan tentang orang miskin yang 'ditindas' oleh aparat, anak miskin yang orang tuanya di-PHK akibat tidak terpenuhinya janji kampanye pemimpin, mahasiswa yang diperlakukan semena-mena oleh aparat, dll. Terlalu sering melihat hal ini sering kali membuat saya juga lupa pada harapan.

Seolah tidak ada harapan lagi hidup di negara kita, sebaiknya #kabursajadulu, #Indonesiagelap, dll. Padahal saya tidak dapat kabur, meskipun negara saya gelap. Dunia serasa akan runtuh. Bayangkan jika hal ini terjadi pada orang yang lebih tidak beruntung dari saya. Akibat yang ditimbulkan bisa lebih parah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun